Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENTERI Hukum Supratman Andi Agtas memastikan revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu akan berpedoman pada lima rekayasa konstitusional (constitutional engineering) yang telah diberikan Mahkamah Konstitusi. MK memberikan lima pedoman rekayasa konstitusional saat memutuskan menghapus ketentuan ambang batas presiden (presidential threshold) pada Pasal 222 UU Pemilu.
“Tidak boleh rekayasa konstitusional itu disahkan kepada perolehan suara ataupun kursi, kan itu intinya. Nah, karena itu pasti ini akan dipenuhi,” ujar Supratman usai acara Pencanangan Komitmen Bersama Pembangunan Zona Integritas dan Launching Transformasi Digital Kemenkum di Jakarta pada Selasa, 7 Januari 2025, seperti dikutip dari Antara.
Menkum menegaskan pihaknya menghormati dan mematuhi putusan MK yang menghapus syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden karena dipandang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Politikus Partai Gerindra itu menuturkan putusan MK bersifat final dan mengikat sehingga tidak bisa ada upaya hukum lainnya. Untuk itu, dia telah menugaskan Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum untuk mengkaji putusan MK.
Alasannya, meskipun inisiatif membuat perubahan UU Pemilu dan Pilkada diinisiasi oleh DPR, pemerintah tetap harus melakukan persiapan. “Oleh karena itu, nanti Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) juga pasti melakukan persiapan,” ucapnya.
Supratman menjelaskan MK tidak serta-merta menghapus ambang batas dan memungkinkan semua partai politik bisa mencalonkan presiden. Menurut dia, MK telah memberi ruang kepada pembentuk UU, yakni DPR dan pemerintah, melakukan rekayasa konstitusional dengan mempedomani lima hal.
“Tetapi apakah nanti semua partai politik masing-masing boleh mencalonkan, nah nanti akan dibahas pada revisi UU tentang pemilu, partai politik, maupun pilkada,” tuturnya.
Di sisi lain, meskipun nantinya tidak ada ambang batas presiden, Menkum menekankan calon presiden dan wakil presiden tetap membutuhkan dukungan kuat dari parlemen. Apalagi, kata dia, capres dan cawapres tetap menginginkan programnya bisa mendapatkan dukungan, termasuk pembiayaan dan regulasi, di mana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara disetujui bersama-sama dengan DPR.
Yusril: Pemerintah akan Mendengarkan Masukan Semua Pihak untuk Revisi UU Pemilu
Adapun Menteri Koordinator Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra mengatakan pemerintah akan mendengarkan masukan semua pihak dalam mengubah pasal mengenai syarat ambang batas presiden pada UU Pemilu.
Menurut Yusril, masukan perlu agar perumusan norma baru pengganti Pasal 222 UU Pemilu bisa sebaik-baiknya sesuai dengan perkembangan zaman ke depan dan lima rekayasa konstitusional dalam pertimbangan hukum putusan MK.
“Saya berkeyakinan tentu akan ada perubahan terhadap Pasal 222 UU Pemilu, dan ini bisa muncul sebagai inisiatif dari pemerintah, bisa juga muncul dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),” kata Yusril dalam Dies Natalis Universitas Islam Sumatera Utara yang dipantau secara daring di Jakarta, Selasa, 7 Januari 2025, seperti dikutip dari Antara.
Pakar hukum tata negara itu mengatakan para menteri terkait masih melakukan konsolidasi dan membahas bagaimana perubahan terhadap pasal perihal ambang batas presiden akan dilaksanakan.
Meski demikian, Yusril menegaskan pemerintah dan DPR akan mendengar semua masukan dan pertimbangan yang disampaikan semua pihak dan pemangku kepentingan, termasuk dari partai politik peserta pemilu, partai politik nonpeserta pemilu, akademikus, hingga berbagai tokoh masyarakat.
Yusril memandang setiap keinginan kembali menghidupkan ambang batas presiden setelah adanya putusan MK bisa saja disahkan oleh DPR. Namun Yusril meyakini, jika pembatasan itu kembali muncul, MK akan membatalkannya.
Dari sudut pandang akademik, kata dia, apabila menggunakan tafsir tematik dan sistematik dengan cara menghubungkan pasal-pasal pemilu dalam Pasal 22E UUD 1945 dan pasal pengaturan tentang pemilihan presiden dan wakil presiden dalam Pasal 6A, ambang batas presiden sejatinya tidak ada dan tidak mungkin akan ada.
Pasal 6A UUD NRI Tahun 1945 menyatakan pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebelum dilaksanakannya pemilu (anggota DPR dan DPRD), sebagaimana diatur dalam Pasal 22E UUD 1945.
Yusril menilai di situ terdapat rekayasa konstitusional yang dilakukan pembentuk undang-undang untuk membatasi calon presiden dan calon wakil presiden, sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Pemilu. Rekayasa sebelumnya itu dibenarkan MK dengan alasan memperkuat sistem presidensial. Namun Yusril menuturkan Putusan MK Nomor 62/PUU-XII/2024 tanggal 2 Januari 2025 justru mengubah pendirian MK selama ini.
Lima Pedoman Rekayasa Konstitusional dari MK
MK memberikan lima poin pedoman rekayasa konstitusional saat memutuskan menghapus ketentuan ambang batas presiden pada Pasal 222 Undang-Undang Pemilu.
Hakim MK Saldi Isra saat membacakan pertimbangan Mahkamah dalam Putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis, 2 Januari 2025, mengatakan pedoman melakukan rekayasa konstitusional dapat dipertimbangkan pembentuk undang-undang dalam merevisi UU Pemilu agar jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden tidak membeludak.
Lima pedoman rekayasa konstitusional bagi pembentuk undang-undang melakukan rekayasa konstitusional tersebut adalah, pertama, semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Kedua, pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara sah secara nasional.
Ketiga, dalam mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden, partai politik peserta pemilu dapat bergabung sepanjang gabungan partai politik peserta pemilu tersebut tidak menyebabkan dominasi partai politik atau gabungan partai politik sehingga menyebabkan terbatasnya pasangan calon presiden dan wakil presiden serta terbatasnya pilihan pemilih.
Keempat, partai politik peserta pemilu yang tidak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden dikenakan sanksi larangan mengikuti pemilu periode berikutnya.
Kelima, perumusan rekayasa konstitusional dimaksud, termasuk perubahan UU Pemilu, melibatkan partisipasi semua pihak yang memiliki perhatian (concern) terhadap penyelenggaraan pemilu termasuk partai politik yang tidak memperoleh kursi di DPR dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation).
Meskipun norma ambang batas presiden tidak lagi berlaku, MK menegaskan tetap harus diperhitungkan potensi jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden yang terlalu banyak sehingga berpotensi merusak hakikat pemilihan presiden.
Saldi meminta agar jumlah pengusungan calon presiden dan wakil presiden sama dengan total peserta yang mengikuti pemilu. Seperti jumlah partai politik peserta pemilu adalah 30, misalnya, dalam kontestasi politik ini total pasangan capres maupun wapres harus terdapat 30 pasangan yang diusulkan oleh partai politik yang mengikuti pemilu.
M. Raihan Muzzaki dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Anggota DPR Usul Perbanyak Petugas Haji dari TNI dan Polri, Ini Alasannya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini