Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Kemenag Rilis Dua Aplikasi Digitalisasi Kekhasan Pesantren, Pegon Virtual Keyboard dan Rumah Kitab

Dua aplikasi yang dikembangkan tersebut merupakan bagian dari transformasi digital di Kemenag.

8 Januari 2024 | 14.02 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Aplikasi aksara Pegon yang diluncurkan Kemenag. Dok. Kemenag

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Agama atau Kemenag meluncurkan layanan digital baru berupa dua apikasi untuk memudahkan umat Muslim belajar dan mendalami agama. Dua aplikasi itu adalah Pegon Virtual Keyboard dan Rumah Kitab.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan dua aplikasi yang dikembangkan tersebut merupakan bagian dari transformasi digital di Kemenag. Keduanya dirilis pada gelaran Dev-X (Devotion Experience) yang berlangsung di Jakarta Convention Center (JCC), Sabtu, 6 Januari 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Yaqut mengatakan aksara pegon dan kitab kuning merupakan beberapa kekhasan pesantren yang perlu dipertahankan. “Saya tidak akan bosan menyatakan bahwa kita berutang banyak terhadap aksara pegon. Kalau tidak ada aksara pegon yang menjadi perantara syiarnya, mungkin kita tidak akan bisa merasakan nikmatnya berislam di Nusantara,” kata dia dikutip dari laman Kemenag, Ahad, 7 Januari 2024.

Maka, Yaqut menyebut perlu langkah untuk menjaga dan melestarikan aksara pegon itu. “Cara satu-satunya adalah mengkondisikan bagaimana aksara pegon ini digunakan oleh masyarakat,” kata dia.

Aksara pegon dan digitalisasi

Secara sederhana, aksara pegon adalah aksara Arab yang digunakan untuk menuliskan bahasa Jawa. Saat ini, aksara masih digunakan, namun umumnya terbatas di komunitas santri.

Di luar komunitas santri, aksara pegon tidak digunakan. Bahkan, mungkin banyak yang tidak tahu apa itu aksara pegon. Padahal sejarah mencatat, aksara pegon dulu digunakan untuk menuliskan teks-teks keagamaan, teks sastra, surat menyurat, mantra dan lainnya.

Yaqut mengatakan penggunaan aksara pegon dalam konteks peperangan juga menjadi salah satu strategi komunikasi para pejuang bangsa dalam rangka mengelabui kolonial. Maka, menurut dia, digitalisasi aksara pegon adalah sebuah keniscayaan.

"Dan saya mengapresiasi seluruh pihak yang berupaya mewujudkan Pegon Virtual Keyboard sebagai bentuk digitalisasi aksara pegon. Saya berharap nanti masyarakat terbiasa menggunakan aksara pegon sehingga aksara ini tetap lestari,” kata Yaqut.

Digitalisasi kitab kuning

Selain aksara pegon, Yaqut menyebut kekhasan pesantren yang perlu dilestarikan adalah kitab kuning. Dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren mengatur bahwa kitab kuning adalah salah satu rukun pesantren. Artinya, sebuah lembaga tidak bisa dikatakan sebagai pesantren kalau tidak mengajarkan kitab kuning.

“Kitab kuning di era digital tidak harus selalu tersedia dalam bentuk kertas, tetapi menjadi e-book atau sejenisnya yang berbasis elektronik,” kata Yaqut.

Karena itu, Kemenag menghadirkan aplikasi Rumah Kitab. Masyarakat bisa mengaji kitab apa dan kepada kiai siapa dengan hanya memilih pada menu yang tersedia.

 “Kita sekarang dari mana saja bisa menyimak dan memaknai kitab kuning yang dibacakan kiai melalui perangkat digital. Ini simpel dan sangat memudahkan,” kata Yaqut.

Jika dikolaborasikan dengan digitalisasi aksara pegon, menurut Yaqut, masyarakat yang ingin mendalami agama dengan kitab kuning bisa menggunakan smartphone, laptop atau perangkat digital lainnya. “Ini kalau dikembangkan lagi, bisa menjadi semacam pesantren virtual atau pesantren digital,” ujarnya.

Dengan digitalisasi ini, Yaqut berharap bisa menjadi solusi bagi masyarakat yang ingin mempelajari Islam seperti di pesantren. "Sehingga moderasi beragama, sebagai salah satu nilai yang terkandung dalam kitab kuning dapat dijangkau oleh masyarakat luas,” kata dia.

Hal senada disampaikan Direktur Jenderal Pendidikan Islam M Ali Ramdhani. Ia berharap kehadiran aplikasi Pegon Virtual Keyboard dan Rumah Kitab dapat membuka horizon baru bagi generasi muda.

“Pegon bukan hanya simbol sejarah, tetapi sebenarnya merupakan simbol peradaban dan akulturasi budaya Islam dan Nusantara,” kata Ali.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus