MEREKA bukannya mau piknik. Sejumlah orang di pagi buta berdiri dipinggir jalan antara KecamatanJatibarang dan Balongan, Kabupaten Indramayu, menyetop tiap truk yang lewat Bila transaksi disetuui sopir truk, beramal-ramai warga Desa Tambi - demikian nama desa di pinggir jalan itu--naik ke bak truk hingga penuh. Sisanya menunggu truk berikutnya. Demikian seterusnya hingga sekitar 200 orang habis terangkut dengan lima truk. Orang-orang itu menuju ke Kantor Pemda Indramayu, sekitar 30 km dari Desa Tambi, untuk menemui Panitia Pemilihan Kepala Desa. Mereka mau protes. Beberapa hari menjelang pemilihan kepala desa di Tambi, calon mereka, salah seorang dari empat calon, dinyatakan gugur. Sebabnya, si calon ternyata "tidak bersih". Persisnya, seorang pamannya ternyata pernah dinyatakan terlibat G-30-S/PKI golongan C. Ini terjadi pada 16 April lalu, yang mengakibatkan pemilihan kepala desa, yang sedianya dilakukan dua hari berikutnya, ditunda. Sujatma, 37, pemilik bengkel motor kecil-kecilan, itulah calon yang digugurkan. Dan bapak empat anak ini bukannya orang baru dalam pemilihan kepala desa. Enam tahun lalu, 1979, ia pun sudah pernah terpilih sebagai calon, tetapi dikalahkan oleh H. Muksin. Kesempatan datang lagi buat Sujatma, tahun ini. Yaitu setelah Pemda Kabupaten Indramayu memutuskan Desa Tambi, karena perkembangan penduduknya, dibagi menjadi dua desa: Tambi Lor dan Tambi Kidul. Artinya, dibutuhkan lagi seorang kepala desa, sementara H. Muksin, tetap menjadi kepala desa untuk Tambi Lor. Untuk Tambi Kidul, muncul empat calon kepala desa, yang semuanya masih muda, dibawah 40 tahun. Masngali, karyawan Kantor Departemen P & K. Budiman, pegawai Dinas Pendapatan Daerah Indramayu. Lalu H. Nastori, orang kaya di Tambi yang memiliki usaha huler. Dan, Sujatma. Dua calon terakhirlah disebut sebagai calon kuat. "Saya mencalonkan diri karena dukungan penduduk dan juga Golkar," kata Sujatma. "Mungkin karena saya sukses mengantarkan kemenangan Golkar pada pemilu yang lalu. " Tapi 9 April lalu, Sujatma dinyatakan gugur sebagai calon. Ia tak mungkir bahwa paman dari pihak ibu terlibat organisasi terlarang. Dan karena itu, kata Sugeng Wiriohardjo, salah seorang ketua Panitia Pemilihan Kepala Desa, berdasarkan Surat Edaran Tim Skrining Daerah dan Laksusda, Sujatma dianggap tak memenuhi syarat. Ia termasuk sbebagha,i, calon yang "lingkungannya tidak. Sujatma, tentu saja, geleng-geleng kepala. Ia tidak paham mengapa pamannya lalu dianggap oleh panitia telah mempengaruhi dia "secara dominan". Ketika ia berusia dua tahun, orangtuanya cerai. Ia ikut ayahnya, yang menikah lagi. Ibunya, yang juga menikah lagi, pindah ke Subang, 70-an km dari Indramayu. Dan sejak itu, katanya, ia tak pernah berhubungan dengan keluarga pihak ibu kandungnya. Dan pamannya bukanlah "orang pintar". Ia cuma kuli pembuat garam. Yang membuat Sujatma semakin tak paham mengapa dalam pemilihan 1979 keterlibatan pamannya tak dipersoalkan. Tampaknya ada soal lain. Yakni, sejak 1960 Tambi sudah diperintah oleh kepala desa dari keluarga Nastori. H. Muksin, saingan Sujatma tahun 1979, ternyata kakak kandungnya. Sebelum Muksin, kepala desa di sini adalah Sumadi, kakak kandung Muksin. Dan sebelumnya lagi adalah Makmun, paman Nastori bersaudara itu. Ketentuan calon kepala desa harus bersih memang syarat nasional. Yaitu kakek calon (menyangkut seluruh anak kakek), lalu ayah ibu beserta saudara si calon, ditambah istri dan mertua termasuk para ipar harus tidak terlibat organisasi terlarang. Di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, misalnya, Februari lalu seorang calon kepala desa pun gugur karena tidak bersih (TEMPO, 16 Maret). Di Kabupaten Indramayu sendiri empat kasus pemilihan calon kepala desa dari 174 pemilihan mempunyai calon yang tidak bersih. Menurut Bupati A. Djahari, yang tiga segera diselesaikan pekan ini. Hanya pemilihan kepala desa Tambi Kidul oleh rapat Bupati dan Muspida diputuskan untuk ditunda. Konon, seorang anggota Muspida mempertahankan Sujatma sebagai calon yang tepat untuk desa baru itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini