DENGAN gaya seenaknya, Kamis pekan lalu Bambang memasuki ruang sidang Pengadilan Negeri Sleman, Yogyakarta. Tatkala dua petugas Pom ABRI yang mengawalnya memberi hormat kepada majelis hakim, Bambang malah sengaja berdiri menghadap ke samping. Ia juga menolak untuk duduk di kursi terdakwa seperti sidang-sidang sebelumnya. Karena itu, Hakim Ketua Suciadi Wiryodisastro memerintahkan agar terdakwa dibawa keluar. "Ini sesuai dengan pasal 176 KUHAP," kata Suciadi. Sembarl keluar, dari saku kanannya Bambang mengambil selembar uang lima ribuan, dan melemparkannya ke meja hakim. Wajah para hakim langsung memerah,dan dua pengawal Bambang segera menyeretnya keluar. Sambil tersenyum dan menoleh kiri-kanan Bambang keluar. Ia dimasukkan ke mobil tahanan. Karena hari itu jaksa membacakan tuntutannya, sebuah pengeras suara ditempatkan di dekat mobil tahanan agar Bambang bisa mendengarkan. Toh ia tetap tak acuh, bahkan sewaktu Jaksa Radianto Supardi menuntut hukuman mati terhadap dia, dengan tekun Bambang meneruskan membaca Quran. Bambang Sispoyo, 36, memang terdakwa yang unik. Setiap sidang, bekas karyawan IAIN Yogyakarta ini selalu mengenakan baju dan celana putih. Ia sering meneriakkan "Allahu Akbar", menuduh pengadilan berhala, serta menolak duduk di kursi terdakwa Bambang, yang ditangkap pada 30 Maret 1980 di Yogya, dituduh ikut bermufakat mendirikan negara Islam bersama sejumlah tokoh Komando Jihad - antara lain Abdullah Sungkar dan Abubakar Basyir. Ia dibaiat masuk Komji pada Juli 1978, dan hadir dalam sejumlah rapat gelap yang membicarakan rencana Komji. Menurut Jaksa, Bambanglah yang memberi tahu kawan-kawannya tentang rencana pengambilan gaji karyawan IAIN, sehingga pada I Maret 1979 perampokan uang Rp 4,4 juta itu terjadi dengan mudah. Menurut terdakwa, perampokan itu sah dan termasuk fai' (harta musuh yang bisa dirampas), karena IAIN digolongkan sebagai "musuh". Dasarnya: IAIN sebagai tempat pendidikan sarjana Islam ternyata jauh dari harapan umat Islam yang berdasarkan Alquran. Jaksa juga menuduh Bambang ikut terlibat dalam pembunuhan Hasan Bauw dan Parmanto, pembantu rektor bidang akademis Universitas Negeri Sebelas Maret, bersama antara lain Warman, Abdullah bin Umar Abdullah Sungkar, dan Mohamad Sudiyatno. Abdullah bin Umar sendiri telah dijatuhi hukuman seumur hidup. Sedangkan Senin pekan ini, Pengadilan Negeri Sleman, dengan majelis hakim yang diketuai Marjiyo, menjatuhkan hukuman 18 tahun penjara potong tahanan terhadap Mohamad Sudiyatno. Sebelumnya, Sudiyatno, 32, yang mengaku pernah kuliah di Fakultas Hukum UII Yogyakarta, dituntut Jaksa M. Sharif Yusuf dengan hukuman mati. Sudiyatno tampak tenang ketika vonis dijatuhkan. Bahkan tatkala petugas Pom membawanya keluar dari ruang sidang, ia tersenyum sambil melambaikan tangan pada para pengunjung. Keterlibatan Sudiyatno dalam Komji mirip Bambang: Ia ikut merampok uang gaji karyawan IAIN Yogya dan juga dalam usaha perampokan di IKIP Malang. Sudiyatno juga dianggap terbukti terlibat dalam pembunuhan terhadap Hasan Bauw dan Parmanto. Hasan Bauw dibunuh karena dianggap telah berkhianat terhadap perjuangan Komji. Sedangkan Parmanto karena dianggap intel PKI yang menyusup ke UNS.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini