Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Kesibukan Terakhir Seorang Bupati

Bupati minahasa jf lumentut diberhentikan dari jabatannya karena menurut opstib telah melakukan penyelewengan. sebelum akhir masa jabatannya, ia meresmikan 31 desa baru & melantik 6 pembantu baru. (dh)

11 Februari 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJAK awal tahun ini Bupati Minahasa tampak sibuk. Mula-mula ia meresmikan 31 buah desa yang baru lahir. Kemudian melantik 6 orang pembantu baru pula. Para pembantu ini terdiri dari mereka yang berpangkat setingkat di atas camat dengan tugas mengkordinir bebetapa kecamatan, yaitu bekas distrik yang dikepalai seorang hukum tua di zaman Belanda. Terakhir sekali, dua pekan lalu, dikabarkan Bupati Minahasa, J.F. Lumentut, diberhentikan dari jabatannya karena menurut penelitian Opstib melakukan penyelewengan. Desa-desa yang baru lahir itu adalah hasil pecahan desa lama yang berpenduduk di atas 3.000 jiwa. Menurut Bupati Lumentut (waktu itu), pemekaran ini dimaksudkan untuk memperlancar pengawasan di samping akan berarti pula: menambah jumlah bantuan desa dari Pemerintah Pusat. Namun pemecahan desa-desa itu bukannya tak mengundang masalah -- setidak-tidaknya begitulah banyak diperkirakan. Misalnya pemecahan Desa Malalayang di Kecamatan Pineleng. Desa ini dibagi dua menurut sungai yang mengalir di tengahnya. Tapi setelah diteliti, penduduk seberang barat terdiri dari suku Sangir sementara yang di seberang timur suku Bantik. Kedua suku dengan darah mudah menyala itu, apa lagi kalau sedang tersiram alkohol, mudah dibayangkan suatu ketika akan tersentuh rasa kesukuannya. Memperpanjang Jalan Masih di Kecamatan Pineleng, Desa Kembes, dipecah menjadi utara dan selatan. Ternyata sebelah utara penduduknya beragama GMIM (Gereja Masehi Injili Minahasa) sedang yang sebelah selatan penduduknya beragama Katolik. "Kerukunan agama bisa terganggu setelah desa ini dipecah," ucap Hukum Tua Kembes, Pontoh Kindangan. Masalah-masalah yang timbul akibat pemecahan desa itu terjadi juga di desa-desa lainnya seperti soal batas dan bangunan-bangunan desa yang sudah ada. Tapi semua soal itu barangkali juga menjadi tugas 6 orang pembantu bupati yang baru diangkat tadi untuk membenahinya. Mereka adalah J.N. Kawatu di Kawangkoan, Teo Logor di Tomohon N.F. Kewas di Ratahan J.A. Dotulong di Amurang, J.K. Pelealu di Airmadidi dan H. Rombot di Tondano. Penempatan pejabat-pejabat ini agaknya dirasa penting, terutama karena bupati sendiri terkadang kewalahan menghadapi 27 kecamatan di daerahnya. Tapi meskipun pengangkatan para pembantu bupati itu dimaksudkan juga untuk memperlancar pemerintahah, tak sedikit pula camat yang mulai was-was. "Bukan tidak mungkin mereka itu akan jadi pelapor yang tidak jujur kepada bupati tentang tindakan para camat," kata seorang camat yang tak mau disebut namanya. Lagi pula dikhawatirkan dengan adanya para pembantu bupati itu akan memperpanjang jalur pemerintahan sebelum persoalan-persoalan sampai di tangan bupati. Tapi Bupati Lumentut sendiri mengungkapkan bahwa penambahan struktur pemerintahannya itu tak menyimpang dari UU No. 5 tahun 1974. Malahan menurut Lumentut hal itu merupakan persiapan pembentukan Daerah Swatantra Tingkat III yang telah lama diidam-idamkan daerah-daerah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus