BERBAGAI instansi akhirnya mengi rimkan petugas ke Muara Badak.
Sebab dari sini diberitakan telah terjadi pencemaran lingkungan
sejak pengeboran minyak di pantai timur Kalimantan Timur itu
berhasil. Belum jelas apa hasil peninjauan tersebut. Namun
petugas dari Inspektorat Pertambangan yang berkunjung ke sana 20
Januari lalu dikutip sebagai mengatakan bahwa berita pencemaran
itu terlalu dibesar-besarkan.
Kesimpulan itu memang tidak jauh berbeda dengan berita acara
yang dibuat tim Pertamina Wilayah IV 30 Mei 1977 yang
menegaskan bahwa sumber-sumber gas alam itu tidak membahayakan
perkampungan yang berada pada radius 200-500 meter. Juga tidak
mengganggu tanaman yang tumbuh 100 meter dari api pembuangan.
Karena itu Pertamina sudah memberikatl pengamanan dalam bentuk
membebaskan areal yang ada dalam radius 100 meter dan api.
Tapi penduduk setempat tokh belum merasa aman. Adanya
tangki-tangki, pipa-pipa dan gas berapi yang "mengepung"
perumahan mereka terasa bagaikan bom waktu yang selalu
mengancam. Apalagi sudah pernah terjadi kebocoran pipa yang
mengakibatkan parit-parit dialiri kantung minyak. Ini bisa
menimbulkan kebakaran besar. di samping merusak tanaman.
Minta Pindah & Ganti Rugi
Walhasil mereka merasa tidak tenteram. Apalagi sumur-sumur gas
alam yang berhasil ditemukan Roy M Huffington Co (Huffco)
semakin banyak saja. Belum lagi sumur yang ke-50 selesai dibor,
lokasi berikutnya sudah dibikinkan jalan dan tanah di sekitar
calon sumur sudah diratakan. Tak ayal bila ada penduduk yang
berkelakar "jangan-jangan di halaman saya ini bakal dibor."
Maklumlah lokasi mana lagi yang akan dibor menjadi rahasia
Huffco, konon supaya pemilik calon lokasi jangan berkesempatan
berbuah sesuatu yang mengakibatkan tingginya ganti rugi lokasi.
Semua itu menyebabkan 65 penduduk sekitar, melalui kuasanya M.
Takim, berkeras minta dipindahkan. Semula permohonan mereka
dipandang remeh oleh Pertamina, tapi Takim tak kehabisan akal.
Dia bikin laporan kepada Bupati Kutai dan Gubernur Kal-Tim.
Pihak terakhir ini tampaknya menaruh perhatian serius. Sebuah
surat segera dilayangkan ke Pertamina, agar Pertamina
mengirimkan petugas untuk melakukan peninjauan bersama dengan
Pemda. Karena Pemda turun tangan, akhirnya Pertamina merubah
pcndiriannya, seperti dikatakan Takim kepada TEMPO.
Ke mana mereka mau dipindahkan? Pihak Pemda belum menentukan.
Tapi penduduk sendiri menginginkan agar mereka dibolehkan
menempati daerah Semberak, sebelah utara Tanjung Santan. "Di
sana masih tersedia banyak tanah untuk membuka kebun," ujar
seorang penduduk. Kalau Pemda menyetujui, maka tinggal persoalan
ganti rugi yang jadi masalah. Dan kalau SK Bupati Kutai yang
dijadikan pegangan, maka Pertamina harus mengeluarkan uang
paling sedikit Rp 300 juta untuk membebaskan tanah seluas 100 Ha
berikut tanaman di atasnya.
Tapi kepada siapa ganti rugi itu bakal diberikan, tampaknya juga
ada masalah.
Lagi pula Pertamina rupanya hanya rela mengeluarkan uang untuk
membeli tanah yarg benar-benar diperlukan, yakni tanah yang
digunakan secara effektif ditambah 100 meter yang berada di
sekitarnya sebagai daerah "penyangga." Tapi dengan adanya
kemungkinan bocornya pipa dan pencemaran lingkungan,
pertimbangan itu tampaknya memang sudah harus dirubah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini