Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Gadjah Mada atau UGM Tiyo Ardianto mendapatkan berbagai bentuk teror dan intimidasi selepas aksi tolak UU TNI di Gedung DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta pada Kamis lalu, 20 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pilihan Editor:Habis Dwifungsi TNI, Terbitlah Dwifungsi Polri
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tiyo sapaan akrabnya bercerita bahwa intimidasi tersebut menyerang secara psikis.Salah satu bentuknya adalah spanduk yang dipasang di parkiran Abu Bakar Ali, lokasi berkumpulnya massa aksi saat itu. Spanduk tersebut bertuliskan "Awas Gerakan Mahasiswa Disusupi Antek Asing" dengan jenis huruf menyerupai font horor atau berdarah. Selain itu, spanduk tersebut juga menampilkan gambar empat orang, salah satunya adalah Tiyo Ardianto.
"Intimidasi tersebut berupa teror yg menyerang secara psikis. Termasuk banner di atas, itu dipasang di parkiran Abu Bakar Ali, Malioboro, titik kumpul kami pada aksi Kamis lalu," kata dia saat dihubungi Tempo, Ahad malam, 23 Maret 2025.
Tak hanya itu, ia juga mengaku menerima ancaman teror. Jika terus menggelar aksi protes, keselamatan orang tuanya akan dipertaruhkan. Meski demikian, Tiyo menegaskan bahwa ia tidak akan gentar dan akan terus bergerak menentang kebijakan yang tidak berpihak pada kepentingan masyarakat.
"Saya secara pribadi tidak cerita banyak soal teror yang saya alami ke kawan-kawan saya yang lain karena memang tidak menjadi soal yang menggetarkan, sekaligus untuk menjaga suasana agar kawan-kawan yang lain tidak khawatir," ujar dia.
Sebagai informasi, pengesahan revisi UU TNI memang memicu kemarahan mahasiswa hingga aktivis di Yogyakarta pada Kamis, 20 Maret 2025. Ratusan massa berpakaian hitam yang sejak pagi mengepung DPRD Yogyakarta itu berasal dari berbagai kampus dan elemen aktivis seperti Aliansi Jogja Memanggil, Forum Cik Ditiro, dan lainnya.
Mereka menggelar berbagai aksi selain orasi dan membentangkan spanduk-spanduk berukuran besar di lobi DPRD Yogyakarta. Mulai dari teaterikal, pengibaran bendera setengah tiang, hingga membakar safety cone di halaman DPRD DIY.
Pantauan Tempo, ratusan personel kepolisian turut dikerahkan mengamankan aksi itu. Sejumlah kendaraan taktis terparkir menjaga area DPRD.
"Demokrasi masyarakat sipil kini sedang terancam, menyusul disahkannya revisi UU TNI yang mengizinkan tentara mengisi jabatan-jabatan publik di luar sektor pertahanan," kata juru bicara aksi DPRD DIY Bung Koes.
Hingga malam, ratusan massa aksi itu belum membubarkan diri dan memilih bertahan di halaman DPRD DIY hingga Kamis malam. Mereka sepakat untuk menginap hingga UU TNI pengesahannya dibatalkan. Berdasarkan pantauan Tempo, hingga pukul 22.30 WIB, massa terus menggelar mimbar bebas sambil berorasi mendesak pembatalan revisi UU TNI.
Massa juga membuat tenda-tenda untuk tujuan menginap, di rerumputan bawah patung Jenderal Sudirman yang menjadi ikon DPRD DIY. Massa turut membuat api unggun di halaman gedung DPRD, duduk melingkar, sambil mendengarkan orasi.
Setelah bertahan hingga Jumat dini hari, 21 Maret 2025, polisi turun tangan mendesak massa aksi penolak pengesahan UU TNI keluar dari kompleks DPRD DIY. Berdasarkan pantauan Tempo, sekitar pukul 00.40 WIB, kepolisian mengerahkan dua unit kendaraan taktis Brigade Mobil (Brimob) dan puluhan polisi anti huru-hara.
Kericuhan sempat terjadi ketika massa aksi menolak mundur. Lemparan botol mineral, dahan kayu, hingga petasan mewarnai aksi saling dorong antara massa dan polisi. Semburan air water canon kendaraan taktis polisi membuat massa aksi terdorong keluar komplek DPRD DIY.
“Ini sudah lewat tengah malam. Mohon adik adik segera membubarkan diri karena ini juga bulan Ramadan, orang akan beribadah,” kata Kapolresta Yogyakarta Komisaris Besar Polisia Aditya Surya Dharma melalui pengeras suara.
Meski sudah terdorong keluar gerbang, massa aksi masih belum membubarkan diri. Mereka kukuh bertahan di depan gerbang DPRD DIY dan berusaha masuk kembali ke komplek kantor DPRD. Sempat beberapa kali terjadi perundingan antara massa dan polisi. Polisi memberi tenggat waktu massa aksi untuk membubarkan diri saat tengah malam. Namun massa memilih bertahan.
Pribadi Wicaksono dan Hendrik Khoirul Muhid berkontribusi dalam tulisan ini