Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Ketua BEM Unair Soroti Dominasi Koalisi Pemerintah di DPR: Mengancam Prinsip Check and Balance

Ketua BEM Unair respons koalisi pemerintah di DPR, yang dinilai melemahkan check and balance dan berpotensi menghasilkan kebijakan sewenang-wenang.

5 Oktober 2024 | 17.58 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ketua DPR RI 2024-2029 Puan Maharani (tengah) memegang palu sidang bersama Wakil Ketua DPR RI 2024-2029 Adies Kadir (kedua kiri), Sufmi Dasco Ahmad (kedua kanan), Saan Mustopa (kiri), dan Cucun Ahmad Syamsurizal (kanan) foto bersama usai diambil sumpah jabatannya di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 1 Oktober 2024. Rapat Paripurna tersebut menetapkan Puan Maharani sebagai Ketua DPR RI periode 2024-2029 dan Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir, Sufmi Dasco Ahmad, Saan Mustopa, dan Cucun Ahmad Syamsurizal. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Airlangga atau BEM Unair, Aulia Thaariq Akbar alias Atta memberikan tanggapan mengenai komposisi DPR RI periode 2024-2029 yang didominasi oleh koalisi pemerintah saat ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelumnya, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2024-2029 resmi dilantik pada Selasa, 1 Oktober 2024, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan 580 anggota terpilih.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Atta, dominasi koalisi pemerintah di parlemen dapat mengancam prinsip check and balance dalam sistem politik Indonesia. Hal ini disebabkan oleh potensi ketidakselarasan antara kepentingan rakyat dan kebijakan yang dihasilkan, karena kekuasaan eksekutif dan legislatif cenderung bergerak selaras dalam satu koalisi. 

“Presiden dari kemarin itu membuktikan bahwasannya ketika anggota legislatif yang tergabung di dalam koalisi pemerintah, otomatis kecenderungannya akan linier dengan pemerintah dan paling buruknya adalah model kartel politik itu akan terjadi di mana saling menguntungkan antara eksekutif dan legislatif,” ujar Atta saat dihubungi Tempo.co, pada Sabtu, 5 Oktober 2024. 

Secara teknis, menurut Atta dominasi koalisi pemerintah di parlemen memang dapat memperlancar pengambilan kebijakan karena mayoritas anggota legislatif dan eksekutif sudah sejalan. Kesepakatan antara kedua pihak akan lebih mudah dicapai, sehingga kebijakan dapat dengan cepat dikeluarkan. 

“Tapi di sisi lain yang kemudahan itu akhirnya bisa membuat dan besar kemungkinannya (menimbulkan) kebijakan yang sewenang-wenang,” ujarnya. 

Ia mengatakan, dengan kurangnya fungsi check and balance, kebijakan bisa saja diambil tanpa mempertimbangkan aspirasi masyarakat. Jika parlemen dan eksekutif sudah sepakat tanpa hambatan, maka kebijakan akan tetap berjalan, meskipun mungkin tidak mewakili kepentingan rakyat.

“Harapannya sendiri bapak-ibu yang ada di parlemen, sudah seharusnya melaksanakan sesuai fungsinya di mana baik itu berasal dari latar belakang partai pemerintah maupun tidak, harus secara objektif menjalankan fungsinya yang berlaku kepada masyarakat,” kata Atta. 

Atta berharap para anggota parlemen, baik dari partai pemerintah maupun oposisi, dapat menjalankan fungsi mereka secara objektif dan berorientasi pada kepentingan masyarakat luas. Ia menekankan pentingnya menghindari terbentuknya kartel politik, di mana eksekutif dan legislatif hanya saling mengakomodasi tanpa mempertimbangkan aspirasi rakyat. 

Menurutnya, kebijakan yang diambil harus mewakili kepentingan umum, bukan hanya segelintir kelompok tertentu, agar parlemen tetap berfungsi sesuai dengan mandatnya.

“Jadi kita tunggu apakah komposisi ini memengaruhi kinerja atau tidak, besar harapan kami semua akhirnya, sekalipun mereka berasal dari koalisi pemerintah dan mayoritas, tapi fungsi mereka, suara mereka itu tetap lantang kebijakan mereka tetap berpaku kepada aspirasi masyarakat,” ujar Atta. 

Ia menyampaikan bahwa langkah konkret untuk menjaga check and balance tidak hanya harus terjadi di dalam sistem, tetapi juga melibatkan masyarakat sebagai pengawas eksternal. 

“Masyarakat harus terus mengawasi dan harus menjadi watchdog bagi para stakeholder ini khususnya di DPR. Ketika mereka ternyata tidak menjalankan fungsinya untuk bersuara mengkritik pemerintah misalnya, ya kita laksanakan fungsi itu,” ujarnya. 

Atta menegaskan bahwa fungsi pengawasan ini adalah bagian dari tanggung jawab, terutama dari kalangan mahasiswa. Ia juga mengungkapkan rencana untuk melakukan berbagai gerakan dalam upaya mengonsolidasikan masyarakat agar bersama-sama mengawasi pemerintahan selama satu periode mendatang.

“Dan tentu kita bakal banyak gerakan-gerakan ke depannya untuk mengonsolidasi masyarakat agar kita sama-sama mengawasi selama satu periode ke depan ini,” ujarnya. 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus