Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Ketua MPR: Amandemen UUD 1945, Presiden Tetap Mandataris Rakyat

Menghidupkan lagi GBHN dengan amandemen UUD 1945, atau melalui UU? "Kami gelar semua di meja, kami tawarkan pada masyarakat tone-nya bagaimana."

14 Oktober 2019 | 10.45 WIB

Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo mendorong pemerintah untuk prioritaskan upaya merangkul komunitas atau kelompok masyarakat yang menolak takdir kebhinekaan Indonesia.
Perbesar
Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo mendorong pemerintah untuk prioritaskan upaya merangkul komunitas atau kelompok masyarakat yang menolak takdir kebhinekaan Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo memastikan bahwa agenda amandemen UUD 1945 tidak akan mengembalikan mekanisme pemilihan kembali ke MPR. Rencana menghidupkan kembali garis-garis besar haluan negara (GBHN), ujar Bambang, juga tidak untuk menjadikan presiden sebagai mandataris MPR.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Bambang mengatakan MPR masih mencari formulasi yang tepat untuk menghadirkan kembali haluan negara ini, tanpa membuat Presiden menjadi mandataris MPR. "Jangan terlalu sempit. Presiden tetap boleh menjalankan program dan visi misi, tapi arahnya ya jelas sesuai haluan negara ini," ujar Bambang dalam wawancara khusus dengan Tempo di ruangannya, Kompleks DPR RI, Jakarta, pada Jumat pekan lalu, 11 Oktober 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Ibarat Google Maps lah, lewat mana aja kan bebas? Yang penting sudah ketahuan tujuannya," lanjut Bambang.

MPR juga sedang mencari nama yang tepat untuk mengganti istilah GBHN agar tidak terkesan kembali ke orde lama atau orde baru. "Mungkin namanya enggak GBHN, mungkin blueprint atau cetak biru Indonesia 100 tahun," ujar Bambang.

Opsi-opsi untuk menghidupkan kembali GBHN ini masih terbuka. Haluan negara itu, ujar Bambang, bisa saja dihadirkan tanpa mengamandemen UUD 1945, melainkan hanya dengan membuat undang-undang saja. "Bisa saja dengan undang-undang. Kalau UU itu bisa mengikat seluruh rakyat Indonesia termasuk presiden, gubernur, walikota/bupati yang akan datang, kenapa tidak? Enggak usah pakai amendemen," ujar dia.

Untuk itu, ujar Bambang, menghidupkan kembali GBHN lewat amandemen UUD 1945 bukanlah suatu konsep yang ajeg. MPR akan menyerap aspirasi masyarakat dalam 1-2 tahun ini dan membuka diri terhadap semua opsi yang bisa memperkuat sistem presidensial.

Menghidupkan lagi GBHN dengan amandemen UUD 1945, atau melalui UU? “Kami gelar semua di meja, kami tawarkan pada masyarakat tone-nya bagaimana. Ini kan keputusan rakyat," ujar Bambang.

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus