Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menyampaikan tuntutan mereka kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada peringatan Hari Tani Nasional (HTN) 2024 yang diperingati setiap 24 September.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sekretaris Jenderal KPA, Dewi Kartika, menjelaskan bahwa aksi demonstrasi ini juga bertujuan memperingati 64 tahun Undang-Undang Pokok Agraria 1960.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut Dewi, masalah agraria sangat terkait dengan korupsi di sektor agraria dan sumber daya alam. “Kami melihat bahwa konflik agraria sudah berlangsung puluhan tahun, ada yang merupakan peninggalan penjajahan Belanda, masa Orde Baru, hingga era Reformasi, tetapi hingga sekarang belum terselesaikan,” ujar Dewi ketika diwawancarai di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
KPA menyampaikan lima tuntutan utama kepada KPK. Pertama, mereka mendesak agar KPK mengusut tuntas penyalahgunaan wewenang yang menyebabkan kejahatan dan korupsi agraria oleh pemerintah, pengusaha, dan mafia tanah, yang tidak hanya merugikan negara tetapi juga merampas hak-hak rakyat atas tanah dan kehidupan mereka.
Kedua, KPA mendukung pelaksanaan Reforma Agraria Sejati sebagai langkah untuk melindungi kekayaan negara sekaligus memulihkan hak-hak atas tanah bagi petani, masyarakat adat, nelayan, dan perempuan.
Ketiga, KPA mendorong transparansi data konsesi agraria seperti HGU, HBG, HTI, IUP, dan HPL, termasuk monopoli tanah dalam skala besar, sebagai bagian dari upaya memperbaiki kebijakan, sistem tata kelola, serta pencegahan dan penindakan korupsi agraria secara sistematis.
Keempat, mereka menuntut evaluasi dan rekomendasi pencabutan terhadap sejumlah undang-undang yang mengatur sumber agraria, seperti UU Cipta Kerja, UU Minerba, UU IKN, UU Sumber Daya Air, dan UU Kehutanan, untuk menyelaraskan hukum agraria dengan UUD 1945.
Kelima, KPA meminta agar KPK mendukung penyusunan RUU Reforma Agraria, sehingga Indonesia memiliki regulasi yang jelas dalam pengelolaan agraria dan kehutanan, serta pembatasan penguasaan tanah untuk mencegah penyalahgunaan hak.
KPA bersama Serikat Petani Pasundan (SPP) menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung Merah Putih KPK pada Senin, 23 September 2024. Dewi Kartika menyatakan bahwa aksi ini merupakan langkah awal menuju puncak peringatan Hari Tani Nasional. “Targetnya adalah agar KPK, baik yang sekarang maupun yang akan datang, benar-benar serius menangani masalah agraria yang bersifat struktural,” katanya.
Dalam orasinya, Dewi berharap pimpinan KPK mendengar aspirasi petani dan menegaskan bahwa korupsi tidak hanya tentang suap, tetapi juga termasuk membongkar mafia tanah dan koruptor di sektor agraria. “Kawan-kawan setuju, bukan?” tanyanya kepada para demonstran.
Dewi juga menekankan bahwa cita-cita kemerdekaan dan kedaulatan agraria yang diamanatkan oleh UUPA harus terus diwujudkan. “Proses pembangunan nasional, terutama di pedesaan dan industrialisasi, harus didasarkan pada ekonomi rakyat, bukan pada korporasi besar,” tutupnya.
Sejarah Hari Tani Nasional
Setiap tanggal 24 September diperingati sebagai Hari Tani Nasional dan menjdi sebuah momen untuk mengenang perjuangan petani dan penderitaan yang mereka alami. Penetapan hari ini didasarkan pada tanggal lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) pada tahun 1960.
Mengutip Kemdikbud, Indonesia dikenal sebagai negara agraris. Artinya, sektor pertanian menjadi bagian penting dari kehidupan ekonomi negara. Sebagian besar penduduk Indonesia bekerja di bidang pertanian.
Setelah merdeka dari penjajahan Belanda, pemerintah Indonesia terus berupaya merumuskan undang-undang agraria yang baru untuk menggantikan peraturan agraria kolonial. Pada tahun 1948, pemerintah membentuk Panitia Agraria Yogya, saat ibu kota Republik Indonesia berada di Yogyakarta.
Namun, karena kondisi politik yang tidak stabil, upaya ini gagal. Pada 27 Desember 1949, melalui Konferensi Meja Bundar (KMB), Belanda mengakui kedaulatan Indonesia, dan ibu kota RI kembali ke Jakarta.
Selanjutnya, pada tahun 1951, Panitia Agraria Jakarta dibentuk sebagai kelanjutan dari Panitia Agraria Yogya. Meskipun begitu, beberapa panitia yang dibentuk masih mengalami kegagalan. Pada tahun 1955, Panitia Agraria Jakarta yang sempat terhenti, dilanjutkan oleh Panitia Soewahjo.
Pada tahun-tahun berikutnya, dibentuk beberapa panitia lainnya, seperti Panitia Negara Urusan Agraria (1956), Rancangan Soenarjo (1958), dan Rancangan Sadjarwo (1960).
Dari berbagai upaya tersebut, akhirnya Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR), yang dipimpin oleh Haji Zainul Arifin, menyetujui rancangan tersebut dan melahirkan UUPA.
Lahirnya UUPA memiliki makna besar bagi Indonesia, yaitu:
1. Menyelaraskan dengan amanat Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945, yang menyatakan bahwa “Bumi dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
2. Menghapuskan hukum agraria kolonial dan menggantikannya dengan hukum agraria nasional yang sesuai dengan kondisi masyarakat.
Pada sidang DPR-GR 12 September 1960, Menteri Agraria saat itu, Mr. Sardjarwo, menyatakan bahwa perjuangan untuk mereformasi hukum agraria sangat terkait dengan perjuangan bangsa Indonesia untuk terbebas dari penjajahan, khususnya dalam hal pembebasan rakyat tani dari sistem feodal dan dominasi modal asing.
Akhirnya, pada 24 September 1960, Rancangan Undang-Undang tersebut disetujui oleh DPR dan menjadi UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, atau yang dikenal sebagai UUPA.
Prinsip utama dari UUPA adalah menempatkan tanah sebagai alat untuk kesejahteraan rakyat. Undang-undang ini juga mengatur hak kepemilikan tanah, memberikan kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk memperoleh hak atas tanah, mengakui hukum adat, serta melarang warga negara asing memiliki tanah di Indonesia. Tanggal 24 September kemudian ditetapkan sebagai peringatan lahirnya UUPA.
EIBEN HEIZAR | DEFARA DHANYA PARAMITHA
Pilihan editor: Peringatan Hari Tani Nasional 2024, Ini 5 Tuntutan Kaum Buruh Tani ke KPK