POLEMIK mengenai "Surat-surat Sukamiskin" Bung Karno telah
melibatkan banyak pihak. Namun pendapat dari John Ingleson,
penulis buku Road to Exile yang pertama kali mengungkap adanya
surat-surat tersebut, belum didengar. Pekan lalu pembantu TEMPO
di Australia, Robin Osborne, menemuinya. Berikut ini laporannya.
Tatkala John Ingleson tiba di Den Haag, Negeri Belanda pada Juni
1971 untuk meneliti Arsip Kolonial Pemerintah Hindia Belanda,
para petugasnya memberitahu bahwa dia tidak diizinkan melihat
berkas mengenai Soekarno. "Mereka mengatakan bahwa bagian itu
tidak bisa dipublikasikan karena informasi di dalamnya mungkin
merusak hubungan Belanda dan Indonesia," kata Ingleson pekan
lalu. "Tampaknya mereka khawatir Belanda akan disalahkan karena
mengkritik seorang pahlawan nasional," tambahnya.
Menurut Ingleson, semula para petugas itu berusaha meyakinkan
dia bahwa berkas mengenai hal itu tidak ada. "Waktu itu saya
sedang meneliti mengenai gerakan Nasionalis pada akhir 1920-an
sampai awal 1930-an, khususnya mengenai PNI dan Soekarno. Ketika
saya menyebutkan nomor dari berkas yang "hilang" itu
--klasifikasinya Laporan Rahasia Nomor 1933/127G -- para
petugas itu akhirnya setuju. Waktu itu saya tidak tahu bahwa
surat-surat itu ada," ujar Ingleson.
Tidak Ragu
Ingleson mengatakan, isi berkas mcngenai Soekarno itu adalah
salinan ketikan dalam bahasa Belanda, disalin oleh kantor
Pokrol Jenderal di Batavia dari tulisan Soekarno.
Surat-surat yang asli? "Mungkin sekarang ada di Algemeene
Secretariat Archief -- sekarang Arsip Nasional di Bogor," kata
Ingleson. Menurut dia, arsip mengenai masalah ini mungkin belum
pernah diutik-utik sejak Indonesia merdeka. Karena alasan
administratif, para peneliti belum diizinkan untuk
menyelidikinya. Berkasnya mungkin malah telah musnah semasa
Perang Dunia II atau pada masa Revolusi Kemerdekaan.
Ingleson sendiri tidak diperbolehkan untuk memfotokopi
dokumen-dokumen yang ada di Den Haag itu. "Mereka hanya
mengizinkan saya untuk menyalinnya dengan tangan," katanya. Buat
Ingleson yang fasih berbahasa Belanda -- sekalipun memakan
waktu, itu bukan menjadi persoalan. Ia kembali ke Den Haag pada
1972, menyelesaikan penelitinnya, dan kemudian mencapai gelar
doktornya di Universitas Monash, Melbourne.
Belakangan Ingleson tahu Bung Hatta juga telah membaca berkas
tentang Soekarno itu. Ketika mereka kemudian berjumpa di
Jakarta, Ingleson menanyakan pada bekas Wakil Presiden itu
pendapatnya mengenai keaslian surat-surat tersebut. "Ia berkata
bahwa dia sama sekali tidak meragukan kebenaran isi surat-surat
tersebut," kata Ingleson.
Keyakinan Ingleson akan kebenaran isi surat-surat tersebut
diperkuat dengan adanya bukti lain: para pejabat di Batavia
menulis catatan pada salinan yang dikirim ke Den Haag sebagai
"benar dan sesuai dengan aslinya".
Apa reaksi Ingleson tatkala membaca Surat-surat Sukamiskin
tersebut? "Saya tahu sebagian orang akan berpendapat permintaan
ampun itu hanya merupakan taktik agar Belanda membebaskan
Soekarno. Tapi saya kira patah semangatnya Soekarno ini lebih
merupakan pertanda kelemahan wataknya dalam menghadapi situasi
demikian. Dia dipenjara dan tahu bahwa sekali itu dia akan
diasingkan dari Jawa seumur hidupnya," katanya.
Dalam percakapan Ingleson dengan Bung Hatta kemudian, Bung Hatta
juga bercerita bahwa dia waktu itu juga tahu bahwa Bung Karno
menulis surat semacam itu walau tidak tahu pasti isinya. Menurut
Ingleson, Bung Hatta sependapat dengan dia: "Sangat menyedihkan
bahwa Belanda berhasil mematahkan semangat Bung Karno."
Sebagai seorang sejarawan, Ingleson mengakui, dia tidak ingin
mengecam atau membela Soekarno. "Saya hanya melihat pada fakta,"
katanya. Ia juga menolak pendapat bahwa dia 'anti Soekarno'
dengan dalih, sebagian besar golongan Nasionalis pada masa
Soekarno-Hatta juga menerima kebenaran dokumen tersebut. Tidak
disebutkannya siapa yang dimaksudnya.
Menurut penelitian Ingleson, pihak Belanda sendiri sangat kaget
bahwa Soekarno bisa bersikap demikian. "Mereka mengira dia
tidak mungkin dipatahkan," katanya. Pendapatnya ini tampaknya
disimpulkannya setelah membaca dokumen lain, termasuk proses
verbal pemeriksaan terhadap Bung Karno. Toh kemudian Belanda
memutuskan Soekarno tidak akan dibebaskan. Pada Februari 1934,
disertai beberapa anggota keluarganya, Bung Karno diasingkan ke
Endeh, Flores.
Tidak Pernah Diinterpiu
Ingleson telah berbicara. Berbeda dengan banyak sejarawan
Indonesia yang tampaknya lebih berhati-hati, ia yakin betul akan
kebenaran isi salinan dari Surat-surat Sukamiskin itu. Toh ada
pertanyaan yang terasa masih menggantung Betulkah Bung Hatta
juga meyakini keakuratan surat-surat tersebut? Yang lebih
penting Betulkah surat-surat Bung Karno yang asli masih
tersimpan di Arsip Nasional?
Jawaban atas pertanyaan pertama tampaknya tidak mungkin bisa
dipastikan karena Bung Hatta sudah tiada. Menjawab pertanyaan
TEMPO, Sekretaris Pribadi Bung Hatta, Iding Wangsa Widjaja,
mengatakan seingatnya Bung Hatta tidak pernah bercerita padanya
tentang surat-surat tersebut. Bahkan Wangsa Widjaja, 70 tahun,
tak mengetahui Bung Hatta pernah meminta pada Roeslan Abdulgani
untuk mencarikan surat-surat bung Karno iru di Arsip Kolonial di
Negeri Belanda.
Tatkala Roeslan pergi ke Negeri Belanda pada 1972, Bung Hatta
memang pernah memintanya untuk mencarikan arsip tentang
pergerakan nasional sekitar tahun 1930-an. Berkas ketikan itu
ditemukan Roeslan, diketik kembali dan kemudian diberikannya
pada Bung Hatta setelah ia kembali ke Indonesia pada akhir 1972.
Setelah membaca berkas itu menurut Roeslan "Bung Hatta hanya
tertawa saja" (TEMPO, 21 Februari 1981).
Hilang
Dalam load to Exile, Ingleson antara lain mengutip penjelasan
Bung Hatta berdasar wawancaranya pada 21 Juni 1972. Ini dibantah
Wangsa Widjaja. "Saya telah memeriksa agenda Bung Hatta dan juga
agenda saya sendiri. Tapi tidak ada Ingleson pernah menginterpiu
Bung Hatta," tuturnya. Menurut dia, sejak 1964 Bung Hatta tidak
bersedia diwawancarai wartawan atau sarjana asing.
Mungkinkah Ingleson pernah berbicara dengan Bung Hatta?
"Mungkin saja saya keliru. Setiap tahun Bung Hatta selalu
menghadiri resepsi di Kedutaan Besar Australia. Saya tidak tahu
apakah pada kesempatan itu Bung Hatta diinterpiu," ujar Wangsa.
Sekretaris Pribadi yang sudah mengikuti Bung Hatta selama
puluhan tahun ini yakin Bung Hatta tidak akan membicarakan
mengenai Bung Karno, seandainya ia pernah diinterpiu. Alasannya:
"Pernah saya tanya Bung Hatta, mengapa tidak menulis tenang
Bung Karno dalam memoarnya, cerita Wangsa. "Bung Hatta menjawab
'Itu tidak perlu'. Jadi saya yakin Bung Hatta tidak akan
membicarakan Bung Karno, apalagi pada orang asing."
Sekarang pertanyaan kedua Betulkah Surat-surat Sukamiskin itu
masih disimpan di Arsip Nasional? Surat-surat itu tidak ada lagi
di sini. Juga di Depo yang ada di Jalan Juanda, Bogor," kata
Machsudi Mangkudilaga, penjabat Kepala Pusat Konservasi
Kearsipan Arsip Nasional pekan lalu.
"Kami sudah mencarinya. Ketika ada ramai-ramai tentang
surat-surat itu kembali kami mencarinya," ujar Machsudi pada
wartawan TEMPO Saur Hutabarat. Kata Machsudi, menurut
keterangan beberapa pegawai yang tua yang sekarang sudah pensiun
atau meninggal, tatkala Jepang masuk banyak arsip di Bogor yang
diambil atau dihilangkan.
Arsip yang kini merupakan depo atau salah satu gudang Arsip
Nasional di Taman Hindia Belanda dulu bernama Algemeene
Secretarie, berada di Bogor karena Istana Gubernur Jenderal ada
di situ. Sampai sekarang arsip yang tersimpan di depo ini tidak
dipindah ke Jakarta karena gedung Arsip Nasional di Jalan Hayam
Wuruk, Jakarta tak cukup untuk menampungnya.
Tanpa ditemukannya surat-surat Bung Karno yang asli, keraguan
akan adanya surat-surat tersebut agaknya akan terus berlanjut.
Namun yang pasti ialah setelah kembali dari pembuangan di Endeh,
Bung Karno kembali melanjutkan perjuangan untuk kemerdekaan
Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini