Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RAUT Suryadharma Ali menegang ketika mendengarkan Maimoen Zubair, yang duduk di sebelahnya, membacakan fatwa islah kisruh Partai Persatuan Pembangunan. Maimoen, kiai 86 tahun pemilik Pesantren Al-Anwar di Rembang, membuat fatwa sejam sebelumnya atas nama Ketua Majelis Syariah di kantor PPP pada Selasa pekan lalu. "Islah ini mendamaikan perbedaan yang sulit disatukan," katanya.
Partai berlambang Ka'bah yang mengklaim "rumah besar umat Islam" itu dilanda prahara menyusul dukungan Suryadharma kepada Prabowo Subianto, calon presiden dari Partai Gerakan Indonesia Raya. Keputusan Suryadharma ditentang sejumlah pengurus inti partai, yang ia jawab dengan pemecatan mereka. Pengurus itu balik memecat Suryadharma melalui rapat pimpinan partai pada 19-20 April lalu.
Suryadharma didukung 15 pengurus harian, antara lain Wakil Ketua Majelis Syariah Nur Iskandar dan Djan Faridz, yang kini menjabat Menteri Perumahan Rakyat. Keduanya ikut mendampingi Suryadharma ketika menghadiri kampanye nasional Partai Gerindra di Gelora Bung Karno pada 23 Maret lalu. Inilah pemicu utama kekisruhan PPP. Sikap Suryadharma ditentang oleh kubu Sekretaris Jenderal Romahurmuziy.
Romahurmuziy punya pendukung lebih banyak. Di belakangnya ada 39 pengurus harian dan 26 pengurus wilayah. Suryadharma tak berkutik ketika dianggap menyalahi keputusan Musyawarah Kerja Nasional di Kediri, dua tahun lalu, dan musyawarah di Bandung, Februari 2014. "Islah saya terima," ujar Suryadharma. Suaranya tercekat, matanya sembap.
Ada delapan poin fatwa islah yang dibuat dan diteken Maimoen. Suryadharma harus berdamai dengan kubu Romahurmuziy dan semua pengurus kembali ke posisi semula. Ketetapan partai dalam koalisi pemilihan presiden dianggap belum ada dan akan ditentukan melalui rapat pimpinan nasional, yang dikonsultasikan kepada Majelis Syariah, Majelis Pakar, dan Majelis Pertimbangan.
Sebelum fatwa islah itu diteken Maimoen, 15 pengurus harian PPP—dari 54—menggelar rapat pleno tertutup. Dalam rapat tersebut Suryadharma menjelaskan alasannya mendukung Prabowo dan menghadiri kampanye Gerindra. "Tak akan saya sampaikan isinya di sini," katanya dalam jumpa pers seusai rapat.
Dua peserta pleno membuka isi rapat yang menegangkan itu. Beberapa kali terdengar tepuk tangan dan seseorang berceramah. Menurut dua elite PPP ini, dalam pleno itu Suryadharma menuding kelompok Romahurmuziy ditunggangi Jusuf Kalla, bekas Ketua Umum Partai Golkar, yang berkampanye untuk menjadi calon wakil presiden.
Kubu Suryadharma menuduh adanya indikasi Jusuf Kalla memanfaatkan hasil Musyawarah Kerja Nasional di Kediri dan Bandung. Waktu itu PPP memutuskan sikap dan menyalurkan dukungan untuk pencalonan Kalla sebagai presiden. "Hanya, disamarkan dengan memunculkan banyak nama," ujar sumber ini.
Selain Jusuf Kalla, ada nama Ketua Muhammadiyah Din Syamsuddin, Gubernur Jakarta Joko Widodo, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie, Bupati Kutai Timur Isran Noor, dan Ketua Muslimat Nahdlatul Ulama Khofifah Indar Parawansa. PPP hanya memperoleh lima persen suara dalam pemilihan legislatif 9 April lalu, sehingga hanya berharap ajakan koalisi dari partai lain dalam pemilihan presiden 9 Juli.
Untuk menguatkan dugaan itu, Suryadharma memperlihatkan foto pertemuan Jusuf Kalla dengan elite PPP yang pro-Romahurmuziy, seperti Suharso Monoarfa dan Ketua PPP Jawa Barat Rachmat Yasin. Foto itu diambil pada 15 Maret 2014. "Saat kampanye, Ketua Pemenangan Pemilu Suharso malah bertemu dengan Jusuf Kalla," kata Suryadharma seperti ditirukan sumber Tempo.
Wakil Ketua PPP Hasrul Azwar, yang memimpin rapat pleno, menampik cerita itu. Namun Suharso, yang dimintai konfirmasi, membenarkan pernyataan Suryadharma dalam rapat pleno itu. Ia sendiri tak menampik kabar bertemu dengan Jusuf Kalla di Gedung Juang 45 Tasikmalaya, Jawa Barat, saat mengikuti silaturahmi pengurus dewan masjid kabupaten itu. "Panitia yang mengundang Pak Jusuf Kalla sebagai Ketua Dewan Masjid Nasional," ucap Suharso, Rabu pekan lalu.
Juru bicara Jusuf Kalla, Husain Abdullah, menampik tudingan bahwa mantan wakil presiden tersebut berada dalam kisruh PPP. Menurut Husain, Kalla selalu menolak ketika diajak pengurus PPP hadir dalam rapat musyawarah di Kediri dan Bandung. Alasannya, Suryadharma juga tak hadir dalam kegiatan-kegiatan itu. "Pak Kalla tak mau disebut main belakang," kata Husain.
Adapun Suharso mengakui dekat dengan Jusuf Kalla, tapi menampik jika disebut menjadi penghubung ke partainya. "Justru saya yang meminta tak usah mendukung Jusuf Kalla," ujarnya.
Sebaliknya, Suharso menuding Suryadharma yang sangat ngotot mendukung Prabowo dan mempengaruhi para kiai sepuh PPP. Ia mencontohkannya pada peristiwa Jumat siang dua pekan lalu. Ketika itu, ia menemui Maimoen Zubair di Rembang, Jawa Tengah, untuk melaporkan bahwa Suryadharma akan bertemu dengan Prabowo dan mendukungnya menjadi presiden. "Mbah Maimoen sudah tahu karena Suryadharma sudah lebih dulu menghubunginya," kata Suharso.
Kepada Maimoen, Suryadharma mengatakan akan bersilaturahmi dengan Prabowo, bukan mendeklarasikan dukungan. Maka, ketika di televisi pertemuan itu menjadi deklarasi dukungan PPP, Maimoen memutuskan ke Jakarta karena suasana di partainya memanas. Padahal sehari berikutnya Maimoen menjadi pengundang silaturahmi kiai-kiai Nahdlatul Ulama se-Jawa Tengah dan Jawa Timur di Jombang. Dalam pertemuan itu, para kiai meminta Mahmud Md., mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, menjadi wakil presiden untuk Prabowo Subianto.
Di Jakarta, Maimoen menemui Romahurmuziy, lalu Suryadharma Ali. Ia meminta keduanya berdamai agar PPP tak pecah. Keduanya bersepakat islah dengan mematuhi fatwa yang ditulis dan dibacakan Maimoen di kantor PPP dan dalam Musyawarah Kerja Nasional di Cisarua, Bogor, pekan lalu. Kepada Maimoen, Suryadharma mengatakan dukungannya kepada Prabowo bersifat pribadi.
Menurut Maimoen, islah adalah tanda kembalinya dua kubu yang berseteru kepada keadaan sebelum kisruh tanpa ada yang menang atau kalah. Faktanya, Suryadharma menjadi underdog. Maimoen mempercayakan pemimpin rapat kepada Romahurmuziy. Karena telah berislah, Suryadharma menerima hasil musyawarah yang tak jauh beda dengan fatwa Maimoen itu. "Sekarang kami menatap ke depan untuk mengikuti proses politik pemilihan presiden," ucap Suryadharma.
Rapat pimpinan nasional pada pekan pertama Mei akan memutuskan koalisi partai. "Sekarang semua poros calon presiden mendapat peluang sama untuk mendapat dukungan PPP," kata Romahurmuziy. Poros yang dimaksudkannya adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, yang mengusung Joko Widodo; Gerindra, yang mencalonkan Prabowo; Partai Golkar dengan Aburizal Bakrie; plus koalisi baru yang mungkin akan terbentuk.
Rusman Paraqbueq (Jakarta), Arihta U. Surbakti (Bogor)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo