Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Teman Terdekat Partai Garuda

Hatta akan bergabung dengan kubu Prabowo Subianto. Keputusan disampaikan pada pertemuan alumnus Institut Teknologi Bandung.

28 April 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Deretan mobil mewah memenuhi Jalan Widya Chandra I, Jakarta Selatan, malam akhir pekan lalu. Toyota Alphard, Vellfire, Crown Royal Saloon, hingga BMW seri 5 antre parkir di sepanjang jalan kompleks rumah dinas menteri itu. Menjelang isya, tamu-tamu mulai beriring menuju rumah bercat putih bernomor empat, rumah dinas Menteri Koordinator Perekonomian sekaligus Ketua Umum Partai Amanat Nasional, Hatta Rajasa.

Hatta mengundang tak kurang dari 60 alumnus Institut Teknologi Bandung dalam acara bertajuk "Vote for Hatta". Usia mereka mulai 20-an hingga 50-an tahun. Sebelum tamu-tamu itu memasuki rumah, petugas jaga menjemput sekaligus memastikan apakah benar mereka alumnus ITB. Pertemuan malam itu tertutup. Hatta hanya mengundang pendukungnya.

Berkemeja biru dengan garis-garis putih, Hatta menyampaikan pidato sepanjang lebih dari tiga jam di ruang tamu rumahnya. Sesekali tetamu yang hadir riuh meneriakkan seruan, "Hidup Pak Hatta." Insinyur teknik perminyakan lulusan ITB 1973 ini menyatakan rela "turun pangkat" menjadi calon wakil presiden bila berpasangan dengan calon presiden dari Partai Gerakan Indonesia Raya, Prabowo Subianto.

"Pilihan ini sudah didiskusikan dengan semua pengurus PAN," kata Hatta sembari meminta tetamu mendukung langkah politiknya.

Pidato itu mendapat sambutan hangat. Alumnus yang hadir sepakat membentuk tim relawan untuk mendukung pencalonan Hatta. "Ini adalah pasangan dwitunggal seperti halnya Soekarno-Hatta," ujar seorang tamu. Seorang tamu lain mengaku mewakili Gerindra dari Yogyakarta menyampaikan salam dari Prabowo Subianto untuk undangan yang hadir.

Wakil Ketua Fraksi PAN Viva Yoga Mauladi tidak membantah keputusan memasangkan Prabowo dengan Hatta. "Kalau sumbernya dari Pak Hatta, ya, berarti benar," ucapnya. Tapi ia menjelaskan bahwa partai menunggu sampai 9 Mei sebelum mengumumkan secara resmi keputusan koalisi itu. Komisi Pemilihan Umum akan mengumumkan hasil perolehan suara pemilihan legislatif yang digelar 9 April lalu. Saat itu, suara sah nasional akan dikonversi menjadi perolehan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat.

Lebih lanjut, kata Viva Yoga, pembicaraan koalisi kini mencapai tahap finalisasi. "Masih dalam taraf konfirmasi akhir, mau koalisi apa tidak," ujarnya. Selain PAN, Gerindra menggandeng partai-partai papan tengah lain, seperti Partai Keadilan Sejahtera, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Kebangkitan Bangsa.

Gerindra telah lama menjalin komunikasi intensif dengan Partai Amanat Nasional. Prabowo beberapa kali berkunjung ke rumah Hatta di Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan. Pertemuan antarpengurus kedua partai juga sudah berulang kali digelar.

Kemungkinan memasangkan Prabowo dengan Hatta menguat setelah pertemuan elite Gerindra di Rancamaya, Ciawi, pertengahan bulan ini. Pejabat teras PAN dan Partai Keadilan Sejahtera hadir dalam pertemuan itu. Belum ada kesepakatan. Gerindra masih menimbang beberapa nama, termasuk Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan, untuk dipasangkan dengan Prabowo.

Ketua PAN Zulkifli Hasan mengelak ketika dimintai konfirmasi tentang pertemuan di Rancamaya. "Biar Mas Yoga saja yang menjawab," katanya. Sebaliknya, Viva Yoga Mauladi balik meminta Tempo bertanya kepada Zulkifli. Keduanya pengurus PAN yang aktif menjalin komunikasi dengan Gerindra. Adapun Wakil Ketua Umum Gerindra Widjono Hardjanto menyatakan tidak ada pertemuan di Rancamaya.

Dukungan PAN untuk Prabowo sebenarnya belum bulat benar. Sebagian pengurus meminta partai ini menyokong Joko Widodo, yang diajukan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Kubu pendukung Prabowo digawangi Ketua Majelis Pertimbangan Amien Rais.

Menurut Amien, peluang berkoalisi dengan PDI Perjuangan tipis karena Hatta tidak masuk daftar tiga nama terakhir calon pendamping Jokowi. Kemungkinan mengusung Hatta Rajasa sebagai calon presiden untuk "poros Islam" juga kecil. Alasannya, poros ini tidak terlalu "menjual" tanpa partai nasionalis. Karena itu, ia menganggap pilihan bergandengan dengan Gerindra paling masuk akal.

Gerindra, yang berlambang garuda, juga mendekati mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md. Ditemani Al Hilal Hamdi, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi era Megawati Soekarnoputri, Mahfud bertemu dengan tiga utusan Gerindra di Hotel Nam Center di Jalan Angkasa, kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat, Minggu tiga pekan lalu.

Tiga utusan itu: Widjono Hardjanto, Ahmad Muzani, dan Gunadi Ibrahim. Pertemuan sambil makan malam selama satu jam itu, menurut Mahfud, tidak menghasilkan keputusan. "Hanya mencairkan hubungan," ucapnya kepada Tempo, Rabu pekan lalu.

Pencalonan Mahfud mendapat dukungan dari kalangan ulama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sabtu dua pekan lalu, dalam pertemuan di Pondok Pesantren Aziziyah Denanyar, Jombang, Jawa Timur, mereka sepakat mendukung Mahfud. Kelompok kiai Partai Persatuan Pembangunan dan Nahdlatul Ulama ingin Mahfud berpasangan dengan Prabowo. Sedangkan para kiai dari kalangan struktural PKB meminta Mahfud berpasangan dengan Joko Widodo.

Menurut Mahfud, dukungan sebagian besar kiai kepada Prabowo wajar. Bertahun-tahun Prabowo melakukan pendekatan kepada kalangan pesantren. Ketika Prabowo mengunjungi pesantren pada 2011, kata Mahfud, para kiai sudah menyebut-nyebut namanya sebagai calon presiden.

Mantan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat itu juga rajin menjalin komunikasi dengan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said Aqil Siroj. Keduanya bahkan dikabarkan telah bertemu di rumah Said Aqil pada 15 April lalu.

Meski sama-sama mendapat dukungan kiai, Mahfud tak bisa begitu saja berpasangan dengan Prabowo. Keputusan pencalonan tetap di tangan pengurus PKB. Ketua PKB Helmy Faishal Zaini mengatakan partainya lebih klop bergandeng dengan Partai Banteng. Helmy menyebutkan komunikasi politik dengan Joko Widodo "lebih intensif, cepat, dan memiliki daya tarik dialog yang sangat kuat".

Ketua Umum Partai Gerindra Suhardi mengatakan sampai kini belum ada perikatan final untuk koalisi. Kesepakatan dengan Partai Persatuan Pembangunan buyar menyusul konflik di dalam tubuh Partai Ka'bah, mengulang batalnya koalisi pada 2009. Ketika itu, setelah menyatakan mendukung Prabowo, tiba-tiba Ketua Umum Suryadharma Ali mengubah haluan setelah bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Suhardi mengatakan kemungkinan koalisi Gerindra dengan Partai Keadilan Sejahtera lebih nyata. Kamis pekan lalu, Prabowo mengunjungi Ketua Dewan Syura PKS Hilmi Aminuddin di Lembang, Jawa Barat. Meski begitu, keputusan koalisi belum diambil. Menurut Wakil Sekretaris Jenderal Fahri Hamzah, kerja sama dengan partai lain akan ditetapkan melalui pertemuan Majelis Syura.

Kartika Candra, Tri Suharman

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus