Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Siswa tunanetra yang menempuh pendidikan di sekolah reguler, sering kali tidak dapat mengikuti pelajaran matematika dengan baik. Salah satu alasanya adalah masih banyak tenaga pendidik matematika yang tidak mengerti bagaimana konsep matematika bagi siswa dengan disabilitas penglihatan. "Guru matematika sekolah reguler tidak memahami penyesuaian yang diperlukan dalam mengajarkan matematika pada siswa tunanetra," kata Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Yayasan Mitra Netra, Aria Indrawati, dalam Festival Matematika yang diselenggarakan pada Sabtu 21 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada umumnya, kata Aria, guru menganggap matematika adalah mata pelajaran yang bersifat visual. Lantaran siswa tunanetra tidak dapat melihat atau kurang dapat melihat dengan baik, guru menganggap siswa tunanetra tidak mampu belajar matematika. Belum lagi, matematika menggunakan “konsep visual”. Konsep ini diciptakan oleh orang-orang yang dapat melihat dengan tujuan untuk membantu mereka agar dapat memahami konsep matematika secara lebih mudah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Situasi ini sangat merugikan siswa tunanetra. Karena tidak dapat mengikuti pelajaran matematika dengan baik, fondasi siswa tunanetra pada mata pelajaran ini pada umumnya lemah. Bahkan, mereka cenderung menghindari, atau, tidak menyukai mata pelajaran matematika, karena proses pembelajaran yang tidak dapat mereka pahami.
“Padahal matematika mengajarkan siswa untuk berpikir sistematis, logis, dan analitis. Keterampilan ini sangat diperlukan ketika mereka melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi dan berkarier di dunia kerja. Dengan memiliki kemampuan berpikir logis, sistematis dan analitis, tunanetra akan lebih kompetitif di dunia kerja dan memiliki peluang karir yang lebih luas”, ungkap Aria.
Yayasan Mitra Netra pun menyelenggarakan festival matematika guna meningkatkan minat siswa tunanetra dalam mempelajari matematika. Pasalnya, saat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, siswa tunanetra yang memiliki dasar konsep matematika yang lemah, cenderung memilih program studi ilmu sosial atau humaniora, dan menghindari memilih program studi yang membutuhkan dasar matematika yang baik.
"Banyak siswa tunanetra menghindari program studi matematika murni, statistik, atau pendidikan matematika, serta program studi teknik informatika," kata Aria yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Umum Persatuan Tunanetra Indonesia ini.
Terbatasnya pilihan program studi di perguruan tinggi tentu saja mempersempit peluang kerja tunanetra paska menyelesaikan pendidikan tinggi. Guna mengantisipasi situasi yang kurang berpihak pada tunanetra ini, metode pembelajaran matematika yang sesuai untuk siswa tunanetra telah dikembangkan selama lebih dari 20 tahun oleh Yayasan Mitra Netra.