Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Kivlan Zen Ungkap Persaingan Prabowo dan SBY Sejak di Akabri

Menurut Kivlan Zen, ia lebih mengetahui karakter dan tabiat SBY ketimbang kader Partai Demokrat sendiri.

12 Mei 2019 | 10.53 WIB

Presiden RI keenam sekaligus Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (kiri) dan Calon Presiden Prabowo Subianto (kanan) memberikan keterangan pers usai melakukan pertemuan di kediaman SBY di Mega Kuningan, Jakarta, Jumat, 21 Desember 2018. Pertemuan Prabowo dengan SBY tersebut untuk membahas situasi politik nasional. TEMPO/M Taufan Rengganis
Perbesar
Presiden RI keenam sekaligus Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (kiri) dan Calon Presiden Prabowo Subianto (kanan) memberikan keterangan pers usai melakukan pertemuan di kediaman SBY di Mega Kuningan, Jakarta, Jumat, 21 Desember 2018. Pertemuan Prabowo dengan SBY tersebut untuk membahas situasi politik nasional. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Kivlan Zen meminta kepada Wakil Sekjen Partai Demokrat Andi Arief dan kader Partai Demokrat lainnya untuk tak lagi menyerang dirinya. Kivlan saat ini diserang di media sosial, setelah ia menyebut Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY sebagai orang yang licik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Kivlan, ia lebih mengetahui karakter dan tabiat SBY ketimbang kader Partai Demokrat. "Dia (SBY) jadi bintang empat itu saya tahu prosesnya," ujar Kivlan saat dihubungi, Sabtu, 11 Mei 2019.

Menurut dia, pernyataan SBY sebagai orang licik itu dikemukakannya mengingat persaingan yang terjadi dengan Prabowo. Persaingan itu terjadi sejak keduanya masih berstatus taruna di Akademi Militer, dulu bernama Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. "Jadi tahu selama taruna itu, SBY bersaing dengan Prabowo," kata Kivlan.

Kivlan bercerita, saat menjalani pendidikan militer itu, Prabowo pernah dilaporkan ke Gubernur Akabri oleh SBY. Akibat pelanggaran tersebut --yang menurut Kivlan hanyalah berupa kenakalan remaja--  Prabowo dan 20 taruna lainnya mengalami penurunan tingkat dan pangkat dalam akademi. "Dendamlah mereka ini, dendamnya di bawa ke dalam dinas," ungkap dia.

Kivlan bercerita kejadian penurunan tingkat bagi Prabowo itu terjadi pada 1970. Akibatnya, Prabowo yang dikenal sebagai taruna yang pintar, kelulusannya tertinggal setahun dari SBY. Menurut Kivlan, SBY lulus pada 1973.

Meski lulus lebih dulu, karier Prabowo justru lebih cepat melejit ketimbang SBY. Ketika itu, karier Prabowo memang terbantu oleh posisinya sebagai menantu dari Presiden Soeharto.

Kivlan Zen mengungkap cerita di atas setelah politikus Demokrat Andi Arief menyebut dirinya adalah pelaku bisnis massa demonstrasi.

"Kivlan enggak peduli dengan berapa besar jatuh korban. Secara umum, Pak Kivlan tentara yang kurang mengerti taktik dan strategi dalam periode demokrasi sipil,” ujar Andi saat dihubungi Tempo pada Jumat, 10 Mei 2019.

Pernyataan Andi Arief ini merupakan balasan setelah Kivlan Zen menuding mantan aktivis mahasiswa itu merupakan setan gundul. "Justru dia yang setan gundul. Andi Arief itu setan gundul, dia yang setan. Masak kita dibilang setan gundul. Orang Demokrat nggak jelas kelaminnya. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) nggak jelas kelaminnya, dia mau mencopot Prabowo supaya jangan jadi calon presiden dengan gayanya segala macam," kata Kivlan.

Ini bukan pertama kalinya Kivlan bikin kontroversi publik dengan pernyataannya. Pada Juni 2008, Kivlan sempat mendeklarasikan diri menjadi calon presiden dengan misi utama mendorong pembangunan pertanian dan energi terbarukan.

Agar cocok dengan ramalan Joyoboyo mengenai pemimpin Nusantara, ketika itu Kivlan sempat mengubah namanya menjadi Sutiyogo. Dia juga mengaku memiliki senjata pamungkas berupa keris tujuh lekuk setengah meter dari besi kuning, bernama Satrio P. Ketika ditanya reporter  Majalah Tempo, apakah P itu berarti Piningit, Kivlan berujar "Biar orang lain menafsirkan, nanti geger Indonesia."

Pada 1998, Kivlan membuat kehebohan lain. Ketika itu, dia mengaku diperintahkan oleh Wiranto untuk membantu milisi sipil yang dipersenjatai, yang kemudian dikenal dengan nama Pasukan Pengamanan (PAM) Swakarsa. Bukunya tentang topik ini berjudul "Konflik dan Integrasi TNI AD" terbit pada Juni 2004 dan diedit oleh politikus Gerindra Fadli Zon. Ketika meluncurkan buku ini, Kivlan minta Wiranto mengembalikan uangnya sebesar Rp 5,7 miliar yang terpakai untuk pembiayaan PAM Swakarsa.

 

Irsyan Hasyim

Menulis isu olahraga, lingkungan, perkotaan, dan hukum. Kini pengurus di Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, organisasi jurnalis Indonesia yang fokus memperjuangkan kebebasan pers.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus