Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 Kementerian Riset dan Teknologi/BRIN Ali Ghufron Mukti mengatakan jamu atau obat yang diklaim sebagai obat Covid-19 perlu dicek ke Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM.
“Terdaftar sebagai apa. Kalau klaim sebagai jamu kuat, dia klaim ini juga untuk Covid-19 itu tidak bisa,” kata Ghufron dalam diskusi di akun Youtube BNPB, Kamis, 6 Agustus 2020.
Salah satu yang ramai diperbicangkan adalah Hadi Pranoto yang mengklaim obat ramuannya memiliki atau terdaftar di Badan POM.
Meski tidak menyinggung soal kasus Hadi Pranoto, Ghufron mengatakan, jamu atau obat yang terdaftar di BPOM biasanya hanya untuk satu kali efektivitasnya sendiri. Kalau indikasinya berubah menjadi obat untuk Covid-19, maka harus didaftarkan kembali.
Jamu atau obat yang tidak memiliki nomor pendaftaran BPOM, kata Ghufron, juga patut diragukan. Sebab, jamu maupun sesuatu yang dikonsumsi untuk tubuh akan memberikan dampak.
Jamu atau obat tersebut juga harus memiliki rekomendasi atau dukungan dari instansi berwenang, seperti Kementerian Kesehatan, Kementerian Ristek, BPOM, atau perguruan tinggi yang jelas.
Ghufron pun meminta masyarakat berhati-hati jika ada seseorang mengklaim obat termasuk obat Covid-19 hebat dan pasti sembuh.
FRISKI RIANA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini