Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas mengkritisi pemberian pangkat Jenderal TNI Kehormatan Bintang Empat kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Pangkat jenderal kehormatan itu diberikan oleh Presiden Joko Widodo alias Jokowi melalui Surat Keputusan Presiden Nomor 13/TNI/2024 pada Februari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Koalisi ini terdiri atas Keluarga Korban Penghilangan Paksa 1997-1998, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Imparsial, Amar, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan sejumlah organisasi atau individu lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Divisi Pemantauan Impunitas KontraS Jane Rosalina mengatakan, pemberian pangkat jenderal kehormatan kepada Prabowo tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Ia juga mempertanyakan urgensi Presiden Jokowi menyandangkan pangkat tersebut kepada Prabowo. "Apa urgensi pemberian pangkat kehormatan TNI tersebut" ujar Jane saat ditemui di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada Kamis, 20 Juni 2024. Menurut dia, Prabowo disebut memiliki rekam jejak buruk sehubungan dengan kasus penculikan dan penghilangan paksa 1997-1998.
Menurut dia, Jokowi secara tidak langsung telah memperlihatkan akuntabilitasnya sebagai kepala negara yang tidak memikirkan perasaan keluarga korban penghilangan paksa. Belum lagi, Jane melanjutkan, pemberian pangkat jenderal kehormatan kepada Prabowo tidak sesuai dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar Tanda Jasa dan Kehormatan, serta Undang-undang TNI.
"Dalam undang-undang maupun peraturan administrasi prajurit, pemberian pangkat kehormatan hanya kepada seseorang yang masih prajurit aktif," katanya. Pemberian pangkat jenderal kehormatan itu juga sahih apabila diberikan ketika satu bulan hingga tiba sebelum memasuki masa purnawirawan.
Prabowo Subianto telah diberhentikan secara hormat dari sebagai anggota TNI melalui Keppres Nomor: 62/ABRI/1998 pada November 1998. Prabowo kala itu menyandang pangkat letnan jenderal. Namanya dikaitkan dengan penugasan Tim Mawar yang disebut berhubungan dengan aksi penculikan aktivis prodemokrasi pada 1997-1998. Tindakan tersebut dianggap sebagai salah satu kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masa lalu yang belum terselesaikan hingga saat ini.
"Tentu ini lagi-lagi menjadi mempertontonkan impunitas yang dilakukan Presiden Jokowi kepada seseorang terduga pelaku (penculikan)," ujarnya. Ia mengatakan, tidak semestinya seseorang yang diduga melanggar HAM berat justru diberikan pangkat atau penghargaan.
Atas dasar itu, Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas mendampingi salah satu keluarga korban penghilangan paksa 1997-1998, Paian Siahaan, untuk menggugat Jokowi ke PTUN Jakarta. Gugatan itu telah teregister sejak 28 Mei 2024 dengan perkara Nomor 186/G/2024/PTUN.JKT.
Dalam penjelasan sebelumnya disebutkan pemberian jenderal bintang empat kehormatan kepada Prabowo dilakukan melalui mekanisme sesuai aturan. Kepala Pusat Penerangan TNI Brigjen Nugraha Gumelar mengatakan mekanisme pemberian kenaikan pangkat kehormatan ini diajukan dari kementerian terkait ke TNI. "Selanjutnya TNI mengusulkan ke Presiden," kata Nugraha, Selasa, 27 Februari 2024.
Dalam kesempatan terpisah, juru bicara Kementerian Pertahanan Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan tanda jenderal kehormatan untuk Prabowo sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan. Ia mengatakan hal yang sama pernah diterima oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Luhut Pandjaitan, hingga Hendropriyono.
Dahnil meyakini pemberian penghargaan berupa kenaikan pangkat istimewa kepada Prabowo itu karena kontribusinya untuk kemajuan TNI dan pertahanan Indonesia.
Pilihan Editor: