PENDUDUK di wilayah Kecamatan Gunung Balak, Kabupaten Lampung Tengah, kini gelisah. Mereka ramai-ramai mengungsi, meninggalkan rumah yang terkunci, jika ada petugas dari kecamatan yang datang ke desanya. Kucing-kucingan ini terjadi karena penduduk tak mau dipaksa pindah. Kawasan Gunung Balak, 140 km dari Tanjungkarang, sesuai dengan keputusan gubernur Lampung, akan dikosongkan dan dijadikan hutan lindung kembali, seperu keadaan semula, sebelum tahun 1960. Daerah ini dihuni sejak tahun 1960 oleh para transmigran spontan dari Jawa. Waktu itu, kabarnya, mereka sudah memiliki izin dari Dinas Kehutanan. Sekarang, di bekas hutan lindung itu sudah terbentuk satu kecamatan, yang membawahkan 13 desa. Rumah-rumah penduduk sudah permanen, kebanyakan rumah tembok. Penghasilan mereka, sebagai petani dan pedagang, lumayan. "Sekarang rakyat Gunung Balak ini diusir seperti hewan," kata Abu Tolib, penduduk Desa Yabakti, pekan lalu. Yang diresahkan penduduk, pengosongan ini sama sekali tanpa disertai ganti rugi. "Kalau saja ada ganti rugi, banyak yang mau pindah. Di permukiman baru, 'kan harus mulai dari nol," ujar Abu Tolib. Kepala Kantor Wilayah Departemen Transmigrasi Lampung, Thamrin, mengakui hal itu. "Bagaimana bisa memberi ganti rugi? Anggaran emindahan itu kecil sekali," katanya. Penduduk yang akan ditransmigrasikan secara lokal itu berjumlah 17.765 kk atau 90.762 jiwa. Anggaran pemindahan setiap kk hanya Rp 1,5 juta. Ini termasuk menyiapkan lahan permukiman baru, perumahan, pemberangkatan, dan biaya pembinaan selama setahun. Rencana sebelumnya dari gubernur Lampung bahkan lebih minim, yakni Rp 300.000 per kk. "Apa boleh buat, pemberangkatan transmigran lokal itu pun nantinya direncanakan dengan truk," kata Thamrin. Permukiman baru terletak di Kabupaten Lampung Utara, jaraknya lebih dari 300 km dari Gunung Balak. Dalam kondisi seperti inilah penduduk bertahan. Tetapi bupati Lampung Tengah, R. Sukirno, sudah memberi batas waktu dua tahun lagi. "Pokoknya, kawasan Gunung Balak kosong. Jika sampai dua tahun lagi belum kosong, penduduk diancam dengan undang-undang lingkungan. Sebab, kawasan itu aslinya hutan lindung," kata Sukirno.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini