Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Bah Code Di Ledok Tukangan

Banjir melanda yogya dan beberapa daerah. beberapa korban meninggal. (nas)

18 Februari 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEKITAR pukul 7 malam, Sabtu 4 Eebruari, Atmo Sukarto sedang merebus air di rumahnya, di Ledok Tukangan Yogyakarta. Kebetulan ia sendirian di rumah. Tatkala air Sungai Code, yang jaraknya cuma dua meter dari rumahya, merembes masuk sampai mata kakinya, Atmo tetap tenang. Maklum, dia sudah 13 tahun tinggal di ledok (tepi lembah) sungai yang membelah dua Kota Yogyakarta dan serimg banjir itu. Tapi, begitu air makin meninggi, buru-buru ia mematikan kompor dan keluar melihat keadaan. "Hanya dalam sekitar lima menit ketinggian air sungai sudah melonjak sampai lima meter. Suaranya gemuruh seperti ombak laut melanda," ujarnya. Tatkala air sudah menggenangi rumahnya sampai sekitar satu setengah meter, Atmo segera bergegas mengikuti para tetangganya menitl tangga menuju jalan sambil berteriak "Banjir". "Saya tak sempat mengunci pintu rumah. Yang penting, jiwa ini selamat," kata pria berumur 43 tahun itu. Karena arus yang deras, bercampur sampah dan batang pohon, Atmo tak sempat menyelamatkan rumahnya. Lewat tengah malam, setelah air surut, ia cuma menjumpai reruntuhan tembok rumahnya. "Dua tahun lalu saya maklum waktu rumah saya hanyut, karena memang terbikin dari gedek (bambu). Sekarang sudah saya tembok, masih hanyut juga," ujarnya pekan lalu di tengah puing rumahnya. Banjir di Yogyakarta ini mengakibatkan 117 rumah hanyut dan 112 roboh. Tidak ada korban jiwa, kecuali 32 orang luka. Dua pemuda memang tercatat tewas, tapi itu akibat amukan seorang mahasiswa, yang mungkin terpukul jiwanya karena semua bukunya terendam banjir, sedangkan esoknya ia harus menempuh ujian. Banjir Yogyakarta, menurut Menteri PU Sujono Sosrodarsono yang pekan lalu meminjau Yogya, karena daerah penampungan air di lereng Gunung Merapi imi mendangkal dan tak mampu menampung air hujan yang mendadak bertambah. Daerah aliran sungai juga dinilai terlalu sempit hingga kewalahan menampung air bah. Ditambah lagi dengan lubang jembatan yang kurang lebar. Semuanya ini mengakibatkan daya dorong air yang dahsyat menghancurkan jembatan. Hujan yang berkepanjangan juga dituding penyebab banjir di beberapa daerah laim Penduduk Kota Solo yang tinggal di pinggiran Bengawan Solo, yang mengira dengan adanya Waduk Wonogiri daerah mereka akan aman, boleh kecewa. Akhir pekan lalu, banjir "ringan", tinggi air cuma 1,25 meter, menggenangi beberapa kelurahan di pinggir kali itu. "Waduk Wonogiri berperan untuk mengendalikan banjir, bukan untuk melenyapkan air sama sekali," kata Sriyono Mitrosutarno, pimpinan Proyek Bengawan Solo. Agar banjir lenyap sama sekali, dibutuhkan tiga waduk raksasa lagi. Di Kabupaten Bojonegoro, Lamongan, Tuban, dan Gresik, sampai akhir pekan lalu luapan Bengawan Solo masih merendam 266 desa. Sekitar 5.000 penduduk yang mengungsi jalan raya Bojonegoro-Cepu telah mengubah wajah jalan itu: separuh jalan tetap dipakai lalu lintas, tapi yang setengahnya lagi berubah menjadi kandang ratusan sapi, kerbau kambing, dan ayam penduduk yang diungsikan. Sementara itu, ratusan pemiliknya dengan setia menemani ternak mereka dan tidur di bawah tenda beratap plastik. Begitu juga banjir rutin yang menyergap Lakbok-Ciamis, dekat perbatasan Jawa Barat dengan Jawa Tengah, cukup memusingkan petugas. Banyak penduduk Jawa Tengah yang memanfaatkan musim banjir ini dengan datang ke daerah banjir dan mengaku korban banjir. "Akibatnya, jumlah korban banjir meningkat," kata S.A. Jusacc, kepala Humas Pemda Jawa Barat. Karena belum ada data, terpaksa semua pengungi ini ditampung dan diberi bantuan. Hujan lebat akhir Januari lalu juga membuat Sungai Asahan di Sumatera Utara yang tinggi airnya biasanya cuma 60 cm menjadi 3,8 meter. Akibatnya, 18 desa di perbatasan Tapanuli Utara dan Asahan, 200 km dari Medan, tergenang banjir. Laporan terakhir menyebutkan bahwa ditemukan lima mayat dari 18 penduduk yang dinyatakan hilang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus