Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Ladang agama di lombok

Departemen agama berusaha menjernihkan persoalan dengan pemeluk agama islam wetu telu (w3) di kecamatan bayan, lombok barat. melalui pengajian dan penerangan, ke islaman mereka ditingkatkan. (ag)

10 Januari 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

APA yang disebut Islam Wetu Telu atau Islam W3 di Lombok, sampai sekarang masih menarik. Departemen Agama di Jakarta misalnya memerlukan mengirim seoran pejabatnya ke sana buat menjernihkannya. Bulan Pebruari 194, selama 2 hari Sulaiman BA --sang petugas--dengan ditemani Haji Jamiluddin dari Perwakilan Departemen Agama NTB, mengadakan dialog dengan Raden Singaderia dan Raden Kertapati. Kedua-duanya adalah tokoh masyarakat Islam W3 di Bayan, kota Kecamatan yang hingga sekarang merupakan pusat kegiatannya. Hal itu dilakukan karena datangnya serentetan surat dari mereka yang mengadukan "tindakan-tindakan sewenang-wenang pemerintah dan perwakilan Departemen Agama setempat". Menurut surat itu, mereka "mau merusak adat istiadat kami". Bagaimanakah kejadian sebenarnya? "Sebetulnya tak ada yang disebut tindakan sewenang-wenang itu", tukas Sulaiman kepada DS Karma dari TEMPO bulan Desember kemarin di Jakarta. "Tapi Moechsin, Kepala KUA Kecamatan Bayan, meman menginginkan orang Islam "W3" itu menjadi orang Islam seperti dia sendiri". Moechsin sendiri, menurut Sulaiman, dulunya penganut Islam W3 juga. Tapi lantas mengalami peningkatan pengetahuan dan faham Islamnya. Sedang Islam W3 meskipun beriman kepada Allah dan Muhammad dan hari kiamat, tapi mereka bersembahyang cuma 3 waktu. Yaitu hari Jum'at sembahyang mayat dan Idul Fithri. Juga puasa Ramadan hanya 3 hari: permulaan, tengah dan penghabisan upacara-upacara agama lainnya bercampur aduk dengan animisme dan dinamisme. Moechsin berusaha merobah hal-hal itu. "Dia belum bisa berfikir seperti saya", kata Sulaiman lagi. "Saya biasa menghadapi orang-orang yang biasanya tidak disebut santri, jadi bisa menghadapi orang Islam W3". Bagi Sulaiman, bila mereka sudah menyatakan sebagai pemeluk Islam, cukup. Bagaimana meningkatkan keislaman mereka adalah soal nanti. Bila misalnya mereka mau menanggalkan ikat kepala yang putih saja, yang jadi simbol agama dan adat, sudah bagus. Telu & Tele Sulaiman dan Jamiluddin merasa cukup puas tatkala melihat kenyataan bahwa mereka tegas-tegas dan spontan menyatakan: "tak ada pilihan lain selain Islam". "Pernyataan ini cukup bagi kami untuk menegaskan baik kepada umat Islam maupun umat agama lain bahwa mereka itu meman umat Islam dan karena itu harus dihadapi sebagai umat yang sudah beragama, yakni Islam". Penegasan itu 5ecara resmi dicantumkan dalam surat pernyataan yang dibuat Sulaiman dan Jamiluddin yang kemudian ditandatangani oleh Raden Singaderia dan Raden Kertapati, juga Moechsin. Sehubunan dengan itu, terhadap istilah yang dilekatkan pada diri mereka, mereka sendiri sebenarnya sudah lan-a menyatakan rasa gusar. "Istilah itu bukan atas kemauan kami. Itu datang dari luar". Lagi pula menurut mereka istilah itu nula-mula hukan waktu telu melainkan uetu tele alias "orang-orang nakal". Dan karena mereka berkeberatan, mereka ganti dengan wetu telu, yang buat mereka sendiri katanya tak jelas artinya. Lalu ada tafsiran "waktu telu" adalal lawan "waktu lima". Inipun mereka tolak. Dalam satu rapat besar di tahun 1940 antara pemuka kaum Islam W3 pemuka Islam lain dan pemerintah setempat di Tanjung, Lombok Barat, secara resmi mereka menolak tafsiran tersebut. Mereka minta agar disebut sebagai Muslim sedang saudara-saudara lainnya disebut Mukmin. Sudah tentu usul inipun tak disepakati, karena terasa dicari-cari. Orang-orang "W3" itu sendiri berkeyakinan bahwa Islam merekalah yang sempurna. Menurut mereka, Islam datang ke Lombok mula-mula ke daerah Bayan, yang waktu itu jadi pusat pemerintahan kerajaan. Dari Bayanlah Islam menyebar ke seluruh Lombok. Sebab itu mereka, di samping meminta istilah "W3" dihapuskan, juga sebutan "suku terasing" yang konon pernah dilontarkan Pemda NTB diminta jangan dilekatkan pada mereka. Dapat difahami. Agama & Adat Tapi lain halnya dengan Moechsin. "Kami mempunyai program meng-clear-kan adat dan agama di Bayan", katanya kepada M. Ali BD pembantu TEMPO. "Orang-orang W3 itu tak dapat membedakan mana ajaran agama dan mana adat". Dan ia optimis, karena selama ini berkat upayanya, kabarnya 35% dari 20 ribu jiwa kaum tersebut di Kecamatan Bayan telah jadi Islam "yang wajar". "Sisanya akan beres dalam wahtu 5 tahun", tambahnya, seraya menyebutkan caranya. Yakni dengan mengadakan pengajian-pengajian dan penerangan umum. Tentunya Moechsin menghadapi ladang yang cukup luas. Sebab menurut sebuah laporan berbahasa Peranis, Reserches Sur Les Deux Seces Mulsumanes 'Waktoe Teloe' Et'Waktoe Lima' De Lombok, tahun 1934, terdapat kaum ini sebanyak 52.000 di Lombok Barat (termasuk Kecamatan Bayan), 7000 di Lombok Tengah dan 17.000 di Lambok Timur. Padahal menurut Sulaiman, buat 20 ribu jiwa di Bayan cuma tersedia seorang GAH alias Guru Agam Honorer. Dan tempat pemukiman kaum tersebut sulit didatangi karena terletak di lereng gunung Rinjani yang banyak jurangnya yang mengerikan dan hutan belukar yang belum diolah manusia, serta banyak batu kali yang belum dijamah DPU. Jaraknya dari Mataram kl. 90 Km dan cuma bisa ditempuh dengan naik truk, jalan kaki atau naik kuda. Namun Moechsin, sang Kepala KUA bekas anggota DPRD Lombok Barat dan pegawai KUA satu-satunya di Bayan itu, tak kurang akal. Ia mengangkat petugas NTR (Nikah Talak Rujuk) di setiap desa yang juga ada yang merangkap sebagai guru agama, bahkan mendirikan madrasah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus