SUARA takbir diiringi tabuhan beduk masih mengalun nyaring di malam Lebaran, ketika bau mayat itu mulai tercium. Penduduk Pulau Papatheo dan Pulau Kelapa di Kepulauan Seribu itu pun gempar. Enam mayat tak dikenal dalam keadaan mengerikan ditemukan bergelimpangan di sekitar pantai desa, menebar bau busuk bukan kepalang. Kapten Polisi Djiman, Kepala Polisi Sektor Kepulauan Seribu, yang mendengar peristiwa itu dari kontak radio dengan Pos Polisi Pulau Kelapa, langsung beraksi. Laporan pun langsung dipancarkan ke Kepolisian Resort Jakarta Utara, yang akhirnya sampai ke Polda Metro Jaya dan Mabes Polri. Di pagi buta, lima perahu motor Tim Pengamanan Lebaran dari Satuan Tugas Polisi Air sudah bergerak ke perairan wisata itu. Keenam mayat itu segera diperiksa. "Ada yang tidak berkepala, ada pula yang tangannya putus," ujar Djiman. Keempat mayat pria dan dua wanita itu lalu dikubur di Pulau Kelapa secara Islam. Operasi lalu dilanjutkan dengan menyapu perairan sekitar Pulau Kelapa, yang bisa dicapai dalam satu setengah jam dari Tanjungpriok dengan kapal motor. Nihil. Baru esok paginya, tim yang dipimpin Kapten Suparman menemukan dua sosok mayat lainnya di sekitar Pulau Perak, tak jauh dari Pulau Kelapa. Lalu, sore harinya, di sekitar Pulau Malinjo ditemukan lima mayat lainnya Sayangnya, cuaca menjadi gelap, dan ombak makin mengganas disertai hujan angin yang lebat. Kelima mayat yang sudah siap diseret dengan tali itu berantakan. Keesokan harinya, penduduk Pulau Sepa menemukan tujuh mayat terapung lagi. Disusul tujuh mayat lainnya, sehari kemudian, di sekitar Pulau Malinjo dan Perak. Setelah menemukan 20 mayat itulah peristiwa itu sampai di Basarnas, 30 Mei lalu. Operasi dihentikan sementara, untuk koordinasi. Sementara mayat-mayat itu disemayamkan di Pulau Kelapa, kecuali yang ditemukan di Pulau Sepa. Identitas mereka juga mulai jelas. Dari kantung pakaian mereka ditemukan kartu identitas Malaysia. Basarnas, yang tak ikut ambil bagian dalam operasi di Kepulauan Seribu itu, dua hari menjelang Lebaran, ternyata sudah mendapat pesan radio dari SAR Balikpapan, Kal-Tim, tentang adanya kapal tenggelam. Pesan itu menyatakan bahwa sebuah kapal samudra berbendera Honduras, KM Erec dalam perjalanannya dari Tanjungpriok ke Balikpapan, 21 Mei, menolong 22 orang terapung-apung di perairan Pekalongan, Ja-Teng. Mereka diserahkan ke Dinas Sosial Balikpapan. Basarnas langsung mengontak Panglima Armada Timur di Surabaya. Sebuah pesawat Nomad lalu diterbangkan mengitari perairan Pekalongan. Penerbangan itu dihentikan setelah tiga hari tanpa hasil. "Tahu-tahu, muncul mayat bergelimpangan," ujar Kol Laut (pur) Tommy Manurung, Kepala Pusat Operasi Basarnas Menurut dugaannya, mayat-mayat itu bisa sampai di Kepulauan Seribu karena terseret Angin Timur. Kapal yang tenggelam itu adalah Perahu Layar Motor Arena Jaya, yang sedang dalam perjalanan dari Tanjungpinang menuju Pulau Bawean, di utara. Pulau Madura, yang berjarak 600 mil. PLM itu, ketika meninggalkan pelabuhan, 19 Mei malam, beriringan bersama dua PLM lainnya, Kastoba Jaya dan Tirta Bhakti. Ketiganya mengangkut penduduk Bawean yang bermukim di Malaysia yang mau berlebaran di kampung. Menurut para penumpang kedua PLM yang selamat, kepada Saiff Bakham dari TEMPO nakoda Arena Jaya memang ugal-ugalan. PLM itu dijubeli sekitar 120 penumpang, padahal dari Singapura sudah mengangkut besi-besi beton. Di Laut Jawa, sekitar 40 mil dari Tegal, Arena Jaya terserang ombak ganas, hingga terbalik dan tenggelam. Karena itu, Ridwan, sang nakoda yang berhasil menyelamatkan diri, kini masih meringkuk di tahanan Polsek Sangkapura, Pulau Bawean.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini