DI aula yang butut dan pengap itu, lebih dan seribu orang berjejal. Ada kiai, ada orang biasa, dan hadir pula pangdam. Spanduk hijau bertuliskan huruf kuning: Halalbihalal warga NU Jawa Timur. Istimewakah? "Memang agak istimewa, karena diadakan sehabis pemilu," kata H.M. Hasyim Latief, Ketua NU Wilayah Jawa Timur, mengomentari acara di Taman Pendidikan Putri Khadijah, Surabaya, Kamispekan lalu. "Mari kita lupakan segala yang mengganjal hati kita di masa lalu. Pemilu sudah usai. Mari kita. . .," kata Hasyim Latief, dalam pidatonya, setelah ia memohonkan maaf bagi pengurus NU Jawa Timur. Lalu merekahlah senyum hadirin. Terasa tulus. Panas ruangan terlupakan. Halalbihalal pun terasa hangat. Namun, ini jelas bukan halalbihalal rutin setiap tahun. Semula, begitu yang dituturkan K.H. Achmad Siddiq, yang menjadi pemrakarsanya, forum itu dirancang sebagai arena "rekonsiliasi ulama NU". Dengan acara ini, diharapkan tokoh-tokoh dan para ulama NU yang telah saling tonjok semasa kampanye pemilu - dan sebelumnya - bisa berangkulan kembali. Rukun. Tapi Kiai Achmad yang Rais Am NU itu lantas mengubah istilahnya. "Kalau memakai istilah rekonsiliasi, kok sepertinva telah terjadi perpecahan antarulama NU," katanya. Padahal, masalahnya, kata Kiai Achmad, selama ini hanyalah kesalahpahaman dalam menyerap makna keputusan muktamar tentang lepasnya NU dari ikatan politik. Maka, disebarlah undangan ke berbagai kubu NU. Menurut Moch. Sholeh Hayat-Wakil Sekretaris NU Ja-Tim - undangan diantar ke berbagai tokoh NU, yang dalam pemilu lalu aktif di Golkar, PDI, dan tentu saja juga buat yang aktif di PPP serta barisan "penggembosan", seperti K.H. Jusuf Hasjim dan Mahbub Djunaidi. Hampir semua yang mendapat undangan hadir, bahkan yang tidak diundang pun datang hingga banyak di antaranya yang terpaksa duduk di rumput halaman aula. Dari Golkar datang K.H. Hasan Saifurrijal, pengasuh Pesantren Zainul Hasan -Genggong Probolinggo yang kali ini terpilih sebagai anggota DPR-MPR - serta K.H. Hamid Wijaya. Ada juga H. Hudan Dardiri, dulu Bupati Jombang dan kini menjadi Wakil Ketua DPD Golkar Ja-Tim. Dari PDI datang sang Ketua DPD Ja-Tim, Marsoesi, yang menyebut bahwa istrinya berasal dari keluarga NU tulen. Sedangkan pihak penggembos tampak diwakili dengan kehadiran H.M. Moenasir. Hanya tokoh-tokoh NU yang aktif di PPP - kendati diundang, dan sangat diharapkan datang -- yang tak menampakkan diri. "Pak Sulaiman Fadeli ada di sini?" tanya Pangdam Saiful Sulun, yang segera disambut koor lantang, "Tidak mau datang Pak." Seharusnya, menurut Pangdam, orang pertama PPP Ja-Tim yang sekaligus tokoh NU tersebut datang. "Kenapa tidak datang? Saya sendiri datang," kata Saiful, yang mengundang riuh hadirin. Tokoh PPP lainnya - yang pernah menjadi bintang pemberitaan pers menjelang pemilu--K.H. Syansuri Badlawi, pun tak ada. "Saya tidak sempat datang pada acara tersebut," ucap Sulaiman Fadeli pada wartawan. "Banyak tamu." Ia menunjuk bahwa undanganyang ditujukan padanya adalah kepada Ketua DPW PPP Ja-Tim - bukan sebagai pribadi - sedang tamu-tamunya pun adalah orang-orang PPP. Maka, ia pun mementingkan tamunya. Namun, pengantar undangan sempat mengadu mendengar celetukan Sulaiman Fadeli, "Kenapa diundang? Dulu digembosi." Tentang perselisihan di kalangan NU selama ini, K.H. Achmad Siddiq mengaku sudah memperhitungkannya. "Saya tidak kaget." Ketlka maslng-masing menJadi Jurkam, disebutnya pasti terjadi poyokpoyokan (ejek-mengejek). "Ya, anggaplah itu sebagai mimpi buruk. Sekarang - setelah pemilu - kita sudah melek (membuka mata), maka jangan terus mimpi." Zaim Uchrowi, Laporan Choirul Anam (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini