JALAN raya rupanya sedang jadi bahan berita dewasa ini. Setelah
jalan raya Jagorawi baru saja diresmikan, maka di daerah
Sumatera Barat pun ada jalan raya yang tengah dikerjakan, yaitu
lanjutan Jalan Lintas Sumatera: dari Sawah Tambang menuju
Padang.
Jaringan sepanjang 80 Km itu sering dijuluki sebagai "leher
botol" - lantaran potongannya rada mengecil dibanding jalan
lintas Sumatera yang terkenal itu. Mulutnya persis di awal
pembangunan Lintas Sumatera di bilangan Kabupaten Sawahlunto
Sijunjung. Dari sana terus masuk Kabupaten Solok. Sebelum
mencapai kota Padang, lintasan itu melewati Kabupaten Padang
Pariaman.
Sampai awal Pebruari lalu jalan itu memasuki tahapan separoh.
rampung dan menurut ir Bachter Abdullah, "Bulan Oktober tahun
ini diharap pembuatan jalan ini selesai seluruhnya." Pimpinan
proyek jalan Sawah Tambang-Padang itu juga mengungkapkan bahwa
pembangunan jalan raya ini menelan biaya sekitar Rp 2 milyar
lebih dan lebih separohnya berasal dari bantuan Bank Dunia.
Sisanya ditanggung pemerintah melalui APBN.
Meski tidak seraksasa kerja membangun Jalan Lintas Sumatera, toh
kesibukan yang nampak lumayan juga. Kontraktor RSEA dari Taiwan
mengerahkan tak kurang dari 600 pekerja setiap hari, dengan 74
orang di antaranya adalah Taiwan tulen. Pekerjaan dibagi dalam
empat tahap. Bagian pertama pada KM 4 - KM 13 dari Padang.
Pagian kedua KM 13 - KM 35, selanjutnya KM 35 KM 75 dan bagian
keempat dari KM 75 sampai final. Awal dari kerja dimulai sekitar
pertengahan 1976.
Medan yang digarap nampaknya tak kalah berat dibanding Lintas
Sumatera. Misalnya, ada bagian jalan yang mesti dibuat di
pinggir pegunungan terjal. Di samping ihwal cuaca luga tak
seluruhnya membantu, tambahan pula arus lalulintas yang padat,
dari dan ke arah selatan.
Jalan ini kelak akan nampak berlikuliku tajam menyeberangi
bukit-bukit. Kondisi demikian kabarnya mengingatkan orang Taiwan
itu akan peta bumi di negerinya. Walhasil, menghindari
kemungkinan-kemungkinan yang tak diingini, pada saatnya nanti di
tikungan yang dianggap rawan akan dipasang kaca-kaca spion.
Pemasangan kaca spion berukuran 30 x 60 Cm itu dirasa sebagai
lebih murah dibanding dengan biaya memotong tebing-tebing yang
banyak di daerah itu. Tapi adakah kaca spion itu bakal terjamin
nasibnya dari usikan tangan jahil? "Kita harap kesadaran
masyarakat untuk sama-sama memeliharanya," begitu harapan ir
Bachter.
Tentu saja pemeliharaan kaca spion itu banyak terpulang pada
masyarakat itu sendiri, terutama bila dilihat manfaat jalan raya
itu juga banyak menyangkut nasib mereka sehari-hari. Sebab
dengan adanya jaringan jalan yang mulus antara Sawah Tambang dan
Padang ini, sekaligus membuka daerah-daerah yang potensiil
secara ekonomi untuk lebih berkembang. Misalnya, masih banyak
daerah yang selama ini nyaris terisolir di bilangan selatan
Sumatera Barat sampai Jambi, Bengkulu dan Sumatera Selatan.
Dewasa ini pun kemaslahatan jalan itu sudah dapat dirasakan,
seperti diakui Hawari Siddik, jurubicara Kantor Gubernur
Sumatera Barat. Ditunjuknya contoh, di samping kian ramainya
lalulintas ke Jakarta lewat jalan darat, yang lebih penting
adalah: "Banyak komoditi ekspor Sum-Bar yang dapat dikeluarkan
yang selama ini terkepung di pedalaman," katanya. Misalnya,
karet, teh, rotan yang banyak tersebar di pedalaman daerah
selatan. Kini barang-barang ekspor itu bisa leluasa mencapai
Pelabuhan Teluk Bayur di Padang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini