SEBAGIAN jalan Jagorawi (Jakarta-Bogor-Ciawi) yang diresmikan
Presiden Soeharto pekan lalu telah selesai sepanjang 27 km
(Cawang/Jakarta-Cibinong).
(TEMPO, 11 Maret 1978). Jalan ini dirancang sejak 1963, di
zaman Presiden Soekarno. Menurut Dirjen Bina Marga, Purnomosidi,
pembuatan jalan ini erat kaitannya dengan pertumbuhan wilayah
yang seimbang. Maksudnya menggalakkan daerah-daerah yang selama
ini dianggap tertinggal tingkat pertumbuhan ekonominya.
Oleh karena itu terkandung gagasan untuk meneruskan jalur
Jagorawi ini sampai di Bandung. Lalu di Jawa Timur, jalan serupa
direncanakan juga untuk lintas Surabaya-Porong (35 km). Demikian
juga halnya di Jawa Tengah bagian selatan. Sehingga, kata
Purnomosidi, Jawa bagian selatan yang tingkat pertumbuhan
ekonominya agak tertinggal dibanding Jawa bagian utara (Jakarta,
Cirebon, Semarang dan Surabaya)--dapat ditolong. "Lintas selatan
itu justeru jalan ekonomi, karena memberikan jasa distribusi"
tutur Purnomosidi: "kalau kesempatan dibuka, saya kira mereka
akan memakai lintas selatan itu."
Jadi pembuatan jalan semacam Jagorawi yang mahal itu (Rp 575
juta perkm) tak semata-mata untuk mengurangi kepadatan
lalu-lintas jalan yang sudah ada. Sebab menurut penelitian Bina
Marga 1974 kepadatan lalu-lintas justru terjadi di lintas utara.
Misalnya, menurut penelitian tadi, dalam sehari lintas
Jakarta-Tangerang dilewati oleh 6.216 sedan, 1.293 bis dan 3.585
truk. Begitu pula Jakarta-Bekasi: 3.065 sedan, 858 bis dan 4.414
truk. Sedangkan lintas Jakarta-Cibinong (selatan) tercatat
sehari hanya dilewati 6.046 sedan, 1.879 bis dan 3.534 truk.
Jabotabek
Dengan angka-angka itu jelas, kegiatan ekonomi selama ini lebih
banyak berlangsung di sebelah utara dengan pabrik-pabrik dan
pergudangan yang sudah ada. Melalui penelitian tadi juga
ternyata selama 3 tahun terakhir arus niaga (truk) ke timur
menuju Bekasi naik 100% sementara arus ke selatan (Cibinong)
hanya mengalami kenaikan 30%. Oleh karena itu, Dirjen Bina Marga
kembali menegaskan "dalam pembangunan Jagorawi ini polanya tidak
mengikuti trend, tapi mengikuti perkembangan wilayah."
Pada akhirnya Jagorawi akan merupakan kesatuan dengan lintas
Jabotabek (Jakarta-Bogor-Tangerang-Bekasi). Jika jalur jalan
Jagorawi ini selesai (artinya sudah sampai di Ciawi), awal tahun
depan akan dimulai pembuatan lintas Jakarta-Cikampek sepanjang
74 km. Dan kemudian pada periode 1981/1982 baru dibuat pula
jalan cuhai dalam Kota Jakarta: menghubungkan Jalan Gunung
Sahari-Jakarta By Pass-Cakung-Gatot Subroto dan berujung di
Cawang (pangkal Jagorawi sekarang).
Pemakai Jalan Jagorawi boleh ngebut. Sebab memang disediakan
untuk laju kendaraan antara 60 hingga 120 km per jam. Tapi
sekarang, tinggal satu soal: bagaimana penduduk di sekitar jalur
jalan itu, bagi keamanan mereka, ternakternak mereka dan jalan
itu sendiri. Sebab meskipun sudah dibuatkan jalan sejajar dengan
Jagorawi berikut terowongan-terowongan bawah tanah bagi lintasan
penduduk toh pagar pengaman masih ada yang mereka rusak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini