Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Letupan kecil di gudang isu

Kegiatan kelompok anti-integrasi meningkat. dua orang tewas dalam bentrokan di depan gereja motael, dili. diduga berkaitan dengan kedatangan parlemen portugal ke tim-tim yang gagal.

9 November 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rencana kunjungan parlemen Portugal ke Tim-Tim dimanfaatkan kelompok anti-integrasi. Dua orang tewas karena bentrokan. RENCANANYA, memang tak akan ada sambutan khusus bagi delegasi parlemen Portugal yang sedianya akan mengawali muhibahnya hari Minggu lalu. Juga tak ada umbul-umbul atau spanduk "Selamat Datang" yang bakal dipasang. "Datang atau tidak, rakyat Dili tak akan terpengaruh," itulah kata Bupati Dili, Armindo Soarez Mariano, kepada TEMPO. Kunjungan itu memang batal. Kedua pihak tak sepakat tentang keikutsertaan wartawati Australia Jill Jollifee (TEMPO, 2 November 1991). Namun, aparat keamanan menjadi sedikit sibuk Senin pekan lalu. Tiba-tiba saja terjadi bentrokan antara dua kelompok pemuda di depan gereja Motael, Dili. Perkelahian itu, menurut sumber di Komando Pelaksana Operasi (Kolaksop) Timor Timur Kodam IX Udayana, bermula dari lemparan batu yang berasal dari dalam gereja Motael. Empat pemuda yang menjadi sasaran lemparan berang. Bentrokan pun pecah. Malang bagi Alfonso, salah seorang dari kelompok yang dilempar batu. Ia terperangkap dan dikeroyok sampai mati. Masih belum puas, para penyerang itu lalu mengejar teman Alfonso. Sampai di sini situasi berbalik. Teman-teman Alfonso, yang sudah mendapat bala bantuan 10 orang, berada di atas angin. Salah seorang penyerang, Sebastian Gomes, akhirnya tewas dengan luka tusukan dan tembakan. Konon, menurut sumber tadi, Sebastian diduga tertembak oleh temannya sendiri, Julio, yang membidikkan senapan dari arah gereja. Beberapa senjata laras panjang kemudian memang ditemukan di dalam gereja. Juga beberapa parang dan sejumlah poster dalam bahasa Portugis, "Unidade", yang artinya "Persatuan". Malam itu juga tak kurang dari 26 pemuda diperiksa, tetapi sebagian besar dari mereka kemudian dibebaskan. Hanya empat orang yang ditahan dengan tuduhan melakukan pengeroyokan. Salah seorang di antara mereka adalah Aliong, diduga residivis yang melarikan diri dari LP Dili, 20 Oktober lalu. Sekalipun sudah ada tindakan cepat, tak urung suasana sempat memanas. Keesokan paginya sekitar 400 pelajar dari seluruh Dili berkumpul di depan gereja. Kabar burung yang tersebar di seantero Dili adalah ABRI merusak gereja Motael dan Patung Bunda Maria yang ada di depan gereja. Massa pelajar ini akhirnya bubar setelah melihat gereja Motael tetap utuh tak terusik. Mereka lalu mengikuti upacara peringatan Hari Sumpah Pemuda di Kantor Gubernur. "Di sini memang gudang isu," kata Panglima Kolaksop, Brigjen R.S. Warouw. Meningkatnya kegiatan kelompok anti-integrasi itu tampaknya berkaitan dengan rencana kunjungan parlemen Portugal yang batal itu. Pemakaman Sebastian, misalnya, menjadi acara yang ramai bak parade. Jenazahnya diarak dan sempat pula terdengar orang meneriakkan slogan anti-integrasi. Ini diakui sendiri oleh Gubernur Mario Viegas Carrascalao. "Situasi menjadi buruk karena rakyat khawatir aksi antiintegrasi semakin meningkat," katanya. Itu sebabnya, secara pribadi, ia sebenarnya tak mengharapkan kedatangan delegasi Portugal yang menurut dia hanya akan membuat ruwet suasana. "Sebagai gubernur, saya tak ingin rakyat saya berkelahi," katanya. ABRI sendiri sudah lama meninggalkan operasi yang bersifat militer. Yang digelar sekarang adalah operasi teritorial yang lebih banyak melakukan bimbingan pada penduduk setempat, mulai dari mengajar menanam padi sampai kerja bakti. Pendekatan ini pula yang membuat kelompok Sebastian tak digerebek sekalipun sudah lama diketahui suka berkumpul di Motael. Kelompok ini pernah ikut dalam demonstrasi ketika Sri Paus berkunjung ke Timor Timur, 1989 lalu. "Kalau mereka mengganggu keamanan, baru saya ambil tindakan," demikian patokan yang dipegang Warouw. Sejauh ini belum ada tanda-tanda penjadwalan kembali kunjungan itu. Di Jakarta, Menteri Luar Negeri Ali Alatas kembali menegaskan sikap Indonesia yang hanya melaksanakan hak sesuai dengan kesepakatan sebelumnya tentang wartawan asing. Kedua negara punya hak untuk menolak wartawan asing yang dipilih pihak lain. Jika sekarang Portugal menuduh Indonesia mencari-cari alasan, itu berlawanan dengan fakta yang ada. "Masa segala sesuatu yang mereka tuntut sampai melanggar kesepakatan juga harus diterima," katanya. Yopie Hidayat dan Ardian T. Gesuri (Jakarta), Zed Abidin (Dili)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus