Ratusan penduduk memprotes pembangunan rumah bekas kusta. Bedeng dan mobil dibakar. Pembangunan berjalan terus. SEKITAR 500 warga desa Kampli, Palangga, unjuk rasa di depan kantor Polsek Sumba Opu dan Polres Sungguminasa di ibu kota Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Kamis dua pekan lalu. Beberapa orang tampak melemparkan batu ke kantor polisi. Mereka menuntut pembebasan lima temannya yang ditahan. Peristiwa ini bermula dari keberatan mereka atas rencana pemerintah membangun 100 rumah tipe 36 bagi bekas penyandang kusta. Pemda Kabupaten Gowa telah meletakkan batu pertama di areal 3 hektare milik Rumah Sakit Ujungpandang di Kampung Bontoramba, sekitar 3 km dari Kampli, Maret lalu. Rupanya, masyarakat Kampli tidak rela hadirnya bekas penyandang kusta di desa tetangga yang hanya empat meter dari saluran irigasi. Ada kekhawatiran, air yang mengaliri sawah mereka tercemar oleh penyakit kusta. Apalagi, mereka masih punya pandangan, kusta akan mendatangkan bala. Warga Kampli segera saja bergerak. Bahan bangunan calon permukiman itu diobrakabrik dan dilenyapkan. Rencana pembangunan pun tertunda. Untuk meredakan ketegangan, Pemerintah mencoba melibatkan warga Kampli. Ternyata bahwa jalan ini tak juga meredam kemarahan. Warga melanjutkan aksi dengan membakar bedeng tempat penampungan pekerja proyek. Bahkan, mobil kepala desa, Djaelani Mustafa, yang diparkir di lokasi ikut dibakar. Polisi Sektor Sumba Opu pun segera turun dan sempat menahan beberapa warga. Pembangunan proyek, sekali lagi, terpaksa dihentikan. Pemerintah setempat mencoba lagi menyadarkan penduduk. Untuk kesekian kalinya, Pemerintah meneruskan pembangunan permukiman awal bulan lalu. Lagi-lagi, warga mengobrak-abrik bahan bangunan yang ada. Batu bata, kapur, dan semen diporakporandakan. "Agaknya, kelompok yang satu sudah sadar, kelompok yang lain muncul," kata Kepala Polres Sungguminasa, Letnan Kolonel Miftahul Arifin. Kali ini aparat keamanan menganggap aksi warga Kampli sudah keterlaluan. Lima warga, masing-masing Naik Polo, Kamba, Gassing, Ngunjung, dan Raba Ali, diciduk dan ditahan 21 Oktober lalu. Mereka diduga sebagai penggerak perusakan dan pembakaran bangunan pemerintah. Rupanya, warga Kampli tak bisa menerima perlakuan itu. Malam itu juga, pukul 23.00, sekitar lima ratus warga desa Kampli berjalan kaki 15 km ke Polsek Sumba Opu. Mereka membawa parang dan batu. Beberapa butir batu dilemparkan ke kantor polisi. Memang, tak ada korban. Peristiwa tengah malam ini mengundang Bupati Gowa Letkol A. Aziz Umar, Komandan Kodim Letkol Yoesep Samoel, dan Kepala Polres Miftahul Arifin turun tangan. Miftahul kemudian tampil di depan demonstran. "Setelah kami beri pengarahan, mereka segera bubar dengan tertib," kata Miftahul. Menurut Chaerul Mattotorang, Kepala Humas Pemda Gowa, aparat keamanan sepakat membebaskan lima tahanan itu. Pembebasan ini, katanya, sebagai upaya mendinginkan suasana. "Tapi mereka nanti tetap akan kami proses sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku." Miftahul membantah bahwa pembebasan tahanan itu sebagai akibat tekanan pengunjuk rasa. Dua orang dibebaskan karena tak terbukti terlibat. Tiga lainnya hanya ditangguhkan penahanannya. "Jadi, bukan dibebaskan," kata Miftahul. Paling tidak, kata Kepala Dispen Polda Sul-Sel-Ra Mayor Mardjito, unjuk rasa itu tak mempengaruhi rencana pembangunan permukiman bekas penderita kusta. Tampaknya, pembangunan permukiman bagi bekas penyandang kusta itu memang akan diteruskan. Apalagi, provinsi itu konon disebut-sebut termasuk salah satu daerah yang penderita kustanya tinggi. Agus Basri
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini