Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wacana kembalinya Ujian Nasional disingkat UN menuai pro dan kontra. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti memberi sinyal bahwa UN akan kembali diberlakukan pada tahun ajaran 2025/2026.
"Di tahun ajaran 2025/2026, tapi nanti bentuknya seperti apa, (tunggu) sampai ada pengumuman lebih lanjut," ujar Abdul Mu'ti saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Jakarta, Senin, 30 Desember 2024. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) telah menyiapkan konsep pelaksanaan UN yang diklaim berbeda dari sebelumnya.
Kemendikdasmen juga telah melakukan pertemuan dengan panitia penerimaan mahasiswa baru untuk membahas fungsi UN dalam menyaring calon mahasiswa. Menurut Abdul Mu'ti, UN dapat menjadi alat pemetaan mutu pendidikan sekaligus data untuk mengukur kemampuan pelajar secara individual. Selama ini, kata dia, sistem yang ada hanya bersifat sampling.
Namun, Koordinator Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriawan Salim, mengkritisi wacana tersebut. Menurutnya, pemberlakuan kembali UN, terutama dengan skema seperti yang digunakan pada era Mendikbud Anies Baswedan dan Muhadjir Effendy, sudah tidak relevan.
"Kalau UN dilaksanakan dengan pola seperti zaman Anies atau Muhadjir, itu tetap tidak relevan karena hanya mengulangi pola lama," kata Satriawan, Kamis, 2 Januari 2025. Ia menambahkan, sistem UN sebelumnya memiliki risiko tinggi bagi siswa karena menjadi indikator penentuan kelulusan. Walau Abdul Mu'ti telah memastikan pola UN tersebut tidak akan dihidupkan kembali, Satriawan tetap mempertanyakan tujuan diadakannya kembali UN.
Menurut Satriawan, jika UN bertujuan memetakan kualitas pendidikan, maka ujian berbasis mata pelajaran bukan cara yang tepat. Hal ini berpotensi mendiskriminasi siswa yang berminat di bidang di luar rumpun IPA dan IPS. "Biasanya hanya tiga atau empat mata pelajaran yang diujikan, tidak mencakup semua," tambahnya.
Dalam struktur Kurikulum Merdeka, siswa diberi fleksibilitas memilih mata pelajaran sesuai minatnya, tanpa pembagian rumpun IPA dan IPS. Oleh karena itu, Satriawan menyarankan agar pemetaan kompetensi lebih difokuskan pada keterampilan dasar seperti literasi dan numerasi melalui Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) yang sudah diterapkan.
Direktur Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK), Nisa Felicia, juga menyoroti lima karakteristik UN yang sebelumnya berlaku. Menurutnya, jika lima indikator tersebut tetap diterapkan, maka pemberlakuan kembali UN hanya akan mengulang kemunduran sistem pendidikan.
"Standarisasi secara nasional akan berdampak pada ketidakadilan bagi peserta didik," ujar Felicia, Rabu, 1 Januari 2025. Felicia menilai Ujian Nasional tidak perlu dijadikan tolok ukur utama dalam pemetaan kualitas pendidikan. Jika tetap diberlakukan, ia menyarankan agar UN bersifat opsional dan tidak menjadi penentu kelulusan ataupun akses ke jenjang pendidikan lebih tinggi.
Novali Panji Nugroho, M. Rizki Yusrial, dan Nandito Putra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Ragam Pendapat Wacana Penerapan Kembali Ujian Nasional
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini