Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri mengajak oknum polisi yang masih bermasalah di institusi Polri untuk segera insaf. Megawati mengaku kesal melihat kasus yang menjerat sejumlah oknum Polri, seperti kasus mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dan AKBP Achiruddin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Lho ya, 'kan gimana saya enggak kesal, ngelihat Sambolah (Ferdy Sambo), ngeliat sopo lagi itu, ini saya itung-itung udah empat orang lho, polisi," ujar Megawati ketika menyampaikan paparan dalam seminar bertajuk Haluan Pembangunan Bali Masa Depan, 100 Tahun Bali Era Baru di Bali pada Jumat, 5 Mei 2023 dikutip dari Antara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Megawati berharap agar institusi Polri dapat lekas membenahi diri. Ia pun mengenang sulitnya memisahkan Polri dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Sebagai mana diketahui, pada era Orde Baru TNI dan Polri digabung dalam ABRI atau Angkatan Bersenjata Indonesia.
Megawati yang ketika itu menjabat sebagai Presiden lewat penandatangan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, dan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia meresmikan pemisahan TNI dan Polri dari ABRI.
Keputusan itu dilatarbelakangi adanya tuntutan dari masyarakat agar Polri memisahkan diri dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dengan harapan institusi itu menjadi lembaga yang profesional dan mandiri, jauh dari intervensi dalam rangka penegakan hukum.
Hal tersebut didasari akan perbedaan dalam pelaksanaan tugas, dimana polisi seharusnya bertugas mengamankan masyarakat dalam menciptakan ketertiban dan keamanan, sedangkan tugas militer adalah mengamankan negara dari ancaman musuh atau dapat dikatakan sebagai alat untuk bertempur.
Sebelum diresmikan oleh Megawati, langkah pemisahan Polri dan TNI dari ABRI sudah dimulai sejak BJ Habibie mengeluarkan instruksi pemisahan TNI dan Polri No 2 tahun 1999. Instruksi itu berisi kebijakan dan langkah-langkah pemisahan TNI dan Polri secara bertahap seiring penguatan operasional Polri dalam bidang pertahan Indonesia.
Langkah itu dilanjutkan pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gur Dur. Dalam pemerintahannya, Gus Dur mencoba memberikan ruang seluas-luasnya bagi kelompok sipil untuk memberikan sumbangsih dalam pembinaan pertahanan negara. Hal ini terlihat dari penghapusan fraksi TNI-Polri dari parlemen. Selain itu juga terlihat dari penunjukan Menteri Pertahanan (Menhan) kepada orang sipil.
Pemisahan kedua jabatan pertahanan Indonesia menjadi kekuatan Orde Baru. Ketua MPR, Amien Rais, mengeluarkan Tap MPR No. VI/MPR/2000 terkait pemisahan TNI dan Polri. Kedua lembaga pertahanan Indonesia resmi menjalankan tugasnya masing-masing secara mandiri berdasarkan ketetapan hukum yang berlaku.
Pilihan Editor: Megawati Minta Polisi Bermasalah Insyaf, Mabes Polri: Institusi Tak Lindungi Oknum Pelanggar Kode Etik
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.