PALAPA teler lagi ? Kejadian akibat satelit Palapa B-l keluar dari orbitnya, yang menyebabkan terputusnya hubungan komunikasi lewat SKSD (Sistem Komunikasi Satelit Domestik) selama 75 jam - sehingga siaran TV di beberapa bagian wilayah Indonesia terganggu - dan mendatangkan kerugian bagi Perumtel sekitar Rp 3 milyar itu, untungnya, tak terulang. Sekalipun akibatnya tak separah kejadian bulan Agustus tahun lalu itu, sambaran petir pada antena penghubung TVRI yang terletak di pusat pengendali stasiun bumi Cibinong, 28 Desember lalu itu, menurut Syamsudin, Humas Ditjen Postel, termasuk kejadian langka. Petirnya sendiri memang sering datang di daerah stasiun bumi itu. Tapi peristiwa yang terjadi sehari sebelum TVRI terbakar itu rupanya sempat mengganggu siaran televisi dan saluran telepon SLJJ dari dan ke Jakarta, beberapa lama. Adakah hubungannya? "Secara teknis, sih, tidak tak tahu kalau secara nonteknis," kata sebuah sumber yang mengetahui di Perumtel. Buat dia, peristiwa sambaran petir di kawasan ini bukan hal aneh. "Daerah ini memang memiliki frekuensi petir di atas rata-rata dan besarnya pun di atas rata-rata," tambah petugas yang mengaku terlibat dalam pengoperasian stasiun Cibinong sejak mulai beroperasi, awal 1976 itu. Ia tak tahu persis mengapa kawasan ini tetap dipilih. "Mungkin karena dianggap lebih bebas gangguan, tapi masih dekat dengan Jakarta," katanya mengira-ngira. Jakarta dengan polusi udara dan gelombang radio liar memang bukan tempat ideal bagi Stasiun Pengendali Utama (SPU) sistem komunikasi satelit. Tapi studio TVRI terletak di Jakarta dan harus dipancarkan ke daerah lain melalui satelit Palapa. Artinya, harus melalui SPU. Nah, untuk menghubungi studio TVRI dan SPU ini digunakan dua antena gelombang mikro yang berbentuk parabola. Tepatnya dari menara di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, hingga ke Cibinong. Antena gelombang mikro di Cibinong itulah yang jebol dihantam petir. "Tepatnya pukul 15.40 WIB," kata Syamsudin, Kepala Subbagian Hubungan Masyarakat Ditjen Postel. Para teknisi setempat segera turun tangan. Mereka memperkirakan kerusakan dapat diperbaiki dalam waktu kurang dari dua jam, tapi bagaimana siaran TV ke daerah? Tampaknya di sinilah acungan jempol patut diberikan pada mereka. Sementara antena diperbaiki, sinyal TVRI diambil dahulu dari pesawat TV biasa yang tidak terganggu untuk disalurkan melalui Palapa. "Memang mutunya berkurang, tapi daripada tidak?" kata sumber yang sama. Alhasil, banyak pemirsa di daerah tak sadar akan kesialan yang terjadi di Cibinong. Selain antena yang menghubungkan studio TV dan SPU ini, terdapat juga antena lain yang terganggu. Yaitu antena gelombang mikro yang menghubungkan 900 saluran telepon SLJJ dari dan ke Jakarta. Hanya saja, gangguan dapat diatasi dalam beberapa menit saja, sehingga para pelanggan mungkin tak merasakannya. Ringannya kerusakan yang diderita bukanlah semata karena keberuntungan. Sebuah sistem penangkal petir buatan teknisi setempat berperan besar dalam menjinakkan amukan sang petir. "Kami sudah mencoba berbagai peralatan petir yang mutakhir, tapi tak ada yang betul-betul jago," kata salah seorang pejabat Perumtel. Yang paling berhasil justru diciptakan oleh salah seorang teknisi setempat. Caranya pun cukup sederhana, yaitu hanya dengan memasang kawat telanjang di ujung atas menara dan dihubungkan ke ratusan meter kawat lain yang dikuburkan di tanah dan membentuk lingkaran mengelilingi SPU. "Alah bisa karena biasa, 'kan ." Selain mencari akal untuk menghindarkan diri dari amukan petir, para teknisi di SPU juga harus bertahan terhadap rasa bosan yang berkepanjangan. "Soalnya, dalam bidang telekomunikasi mutakhir, sekali hubungan terjalin, tak banyak masalah lagi selain pemeliharaan rutin," kata seorang pejabat Perumtel. Padahal, mereka juga harus selalu waspada menghadapi keadaan genting, seperti teler-nya Palapa, Agustus tahun lalu itu. Maklum, salah-salah bereaksi, satelit berharga lebih dari 30 milyar rupiah itu bisa hilang begitu saja. Untunglah, semenjak peristiwa teler-nya Palapa itu perhatian kepada para teknisi di Cibinong bertambah baik. Reorganisasi yang sedang berjalan di Perumtel, menurut sebuah sumber, menaikkan status SPU Cibinong satu tingkat: dari dinas menjadi subbagian. Demikian pula mutasi rutin lebih diperhatikan untuk mengatasi masalah kejenuhan. Bisa diduga, perbaikan nasib ini disambut dengan gemblra. Kenaikan hak tentu dibarengi pula dengan bertambahnya kewajiban. Karena Palapa B-3 Yang diluncurkan bulan Juni nanti akan berada di bawah pengawasan SPU Cibinong. Sementara Palapa A-2, yang sebenarnya sudah apkir tapi masih berjasa ketika B-l teler, dengan sisa bahan bakarnya yang masih ada, masih akan diusahakan beredar sampai Maret nanti. Artinya, antara Maret dan Juni menjelang kehadiran si B-3 itu hanya akan ada satu saelit beroperasi tanpa cadangan: Palapa B-l. Maka para awak SPU pun harus lebih waspada. Bagaimana kalau ada gangguan lagi? Bambang Harymurti Laporan Yusroni (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini