Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Memangkas wantilan

Atap lobby hotel hilton di nusa dua, bali, harus dibongkar. atap wantilan yang bersusun tiga dianggap melanggar adat. teddy boen, manajer proyek, merasa tidak bersalah. model tersebut sudah dianggap wajar.

16 Juni 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ATAP lobby Hotel Hilton di Nusa Dua, Bali, harus dibongkar. Padahal hotel tingkat empat -- berkamar 600 dengan investasi lebih dari US$ 60 juta -- itu mestinya dibuka awal tahun depan. Menyongsong Visit Indonesia 1991. Atap itu bersusun tiga. Bagian atas masing-masing atap bertemu di satu titik. Atap murde itu secara tradisional digunakan untuk bangunan-bangunan sakral seperti pura, atau bangunan-bangunan milik raja dan keturunannya. Kalangan adat di Bali menilai bangunan umum tak layak menggunakan atap murde. Menurut Kepala Kanwil Departemen Agama Bali I Ktut Pasek, bangunan umum atau bangunan di luar pura, yang disebut wantilan, biasanya beratap susun satu atau dua. "Itu diatur dalam kitab lontar Asta Kosala-Kosali yang mengatur arsitektur tradisional Bali. Malah ada yang bersusun 11, disebut meru," tambahnya. Dalam suratnya kepada PT Banigati Betegak -- investor -- pertengahan bulan lalu, Gubernur Bali Ida Bagus Oka melarang dengan tegas. "Agar tetap terpelihara nilai-nilai bangunan suci di dalam pemanfaatannya," katanya. Tapi, Teddy Boen, manajer proyek pembangunan hotel, merasa tak bersalah. Ukuran dan bahan atap tidak persis seperti pada bangunan-bangunan tradisional Bali. Tidak menggunakan ijuk. Toh ia menaati surat Gubernur untuk menghentikan pem- bangunan bagian luar atap, sementara pengukiran dekorasi bagian dalam dilanjutkan. Menurut Teddy, bossnya, Ponco Sutowo, menghendaki agar masalah atap tumpang tiga ini bisa diselesaikan secara baik. Apalagi 1 1/2 tahun lalu, gambar bangunan sudah diserahkan kepada Komite Rancangan dan Bali Tourism Development Centre (BTDC). Gambar belum selesai, izin membangun (IMB) sudah keluar. Maka sambil jalan, gambar disempurnakan. Dan delapan bulan lalu, atap. wantilan yang susun dua jadi susun tiga, "untuk melestarikan budaya asli Indonesia". Belakangan Dinas Pekerjaan Umum tidak menyetujui atap susun tiga. Dalam pertemuan BTDC -- yang mengawasi pembangunan -- dengan Pemda Bali beserta Parisada Hindu Dharma dan Majelis Lembaga Adat Bali diputuskan, wantilan hanya boleh dibangun dengan atap susun satu atau dua saja. Rabu pekan lalu, dalam peninjauannya ke Nusa Dua, tim yang terdiri dari beberapa instansi bersama lembaga agama dan adat menyaksikan pembangunan atap susun tiga itu masih berlangsung. Saat itu juga, Asisten II Pemda Bali Dewa Made Beratha langsung memerintahkan agar pembangunan dihentikan, dan membongkar atap paling atas. Teddy Boen masih heran mengapa atap susun tiga itu dipersoalkan, padahal bangunan-bangunan umum di Bali juga banyak yang beratap demikian. Malah ada gerbang sebuah toko beratap susun tiga dan benar-benar seperti aslinya karena menggunakan ijuk. Namun, menurut ahli arsitektur tradisional Bali yang mengajar di FT Unud, I Nyoman Galebet, pelanggaran seperti yang dilakukan Hilton itu sudah kronis sejak belasan tahun lalu. Dulu, katanya, pernah diperdebatkan adanya atap susun tiga pada wantilan milik pelukis Mario Blanco di Ubud. Tapi wantilan itu jalan terus. Atap stadion Ngurah Rai juga pernah diramaikan oleh Nyoman, tapi tak ada tanggapan. Begi- tu pula dengan atap gedung DPRD Bali. Dengan kata lain, orang Bali sendiri juga melakukan pelanggaran. "Lihat saja lampu-lampu hias di taman Hotel Bali Beach, itu kan mirip pelinggih? Bahkan patung-patung dewa di hotel Nusa Dua ataupun di Pertamina Cottage dipasang di kolam-kolam renang. Artinya, desakralisasi ini sudah berlangsung lama, bukan hanya di Hilton sekarang saja. Katanya, "Jadi ini juga kesalahan orang Bali." Laporan Djoko Daryanto (Denpasar), Yudhi Soerjoatmodjo, G. Sugrahetty D.K. (Jakarta0

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus