Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Tuntutan

Sejumlah pengasong yang tergabung dalam ppa menuntut bertemu dengan pimpinan 4 fraksi sekaligus di gedung dpr/mpr. pihak fraksi menolak mentah-mentah. pengasong menuntut agar oeph dibatalkan.

16 Juni 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEKITAR 300 pedagang asongan tak henti-hentinya menyanyikan lagu Esok Penuh Harapan di pintu gerbang Gedung DPR/MPR, Senayan, Senin pagi pekan ini. Hingga lepas asar sudah tak terhitung kali lagu itu mengumandang dari mulut penjaja yang tergabung dalam Persatuan Pedagang Asongan (PPA) tersebut. Sementara itu, di ruang Humas DPR, empat wakil mereka (Ketua PPA Victor Saragih bersama pengasong Lukman Sinaga, Bajuri, dan Triman) berunding dengan Kepala Humas DPR, Tasman Guru Kinayan, agar bisa dipertemukan pimpinan empat fraksi sekaligus. "Kami tidak mau hanya bertemu satu atau dua fraksi. Mereka belum mewakili suara rakyat secara keseluruhan," dalih Saragih. Tuntutan wakil pedagang asongan itu ditampik Tasman dengan alasan, "FKP nggak mau menemui kalian kalau harus satu ruangan dengan pertemuan terpisah dengan FPP dan Fraksi ABRI. Keempat wakil pedagang asongan itu menolak mentah-mentah tawaran tersebut. Mereka bahkan mengancam akan melakukan mogok makan sambil terus duduk di kompleks gedung DPR/MPR itu sampai keempat fraksi mau menerima mereka. "Lebih baik kami mati dalam berjuang daripada mati diam saja," ujar Sinaga. Ini memang bukan pertama kali pedagang asongan mengadukan nasib mereka ke DPR. Pertengahan Maret lalu, ketika Menko Polkam Sudomo sedang getol-getolnya melancarkan Operasi Esok Penuh Harapan (OEPH), juga sekitar 300 pengasong mengadu kepada wakil-wakil rakyat tersebut. Mereka, waktu itu, menuntut agar OEPH dibatalkan karena tidak manusiawi dan melanggar hak warga negara untuk mencari penghidupan. Apalagi Menteri Sudomo sudah menargetkan hanya 1.500 orang yang berhak memperoleh izin resmi serta rompi dan kaus kuning bertuliskan Pedagang Asongan, sedangkan jumlah mereka tercatat 4.622 orang. Tuntutan mereka itu ternyata tak banyak gaungnya. Justru yang keluar Surat Keputusan Bersama Pemda DKI Jakarta, Kejaksaan Tinggi Jakarta, Pengadilan Tinggi Jakarta, dan Polda Metro Jaya, mengenai tertib hukum pelaksanaan OEPH. Pengunjuk rasa yang tergabung dalam PPA, sekalipun tak memakai rompi kuning, mengaku bukan pengasong liar. "Kami juga punya kartu pengenal sebagai pengasong," ujar Sinaga. Bedanya: kartu mereka dikeluarkan oleh PPA, sementara tanda pengenal pengasong yang tergabung dalam OEPH dikeluarkan oleh instansi gabungan. Tapi? tambah Sinaga, kartu pengenal dan seragam rompi kuning tak membedakan mereka dari kejaran polisi, sidang, denda, dan penyitaan barang dagangan. Sementara itu, Saragih menuding kelanjutan program pendidi- kan keterampilan di Balai Latihan Kerja (BLK) bagi bekas pengasong adalah nol besar. "Sekitar 400 teman kami sudah lulus dari BLK. Janjinya, mereka akan segera dipekerjakan, tapi kenyataannya mana?" katanya. Rompi kuning dan SKB memang bukan gagasan tanpa kritikan. Tak kurang Menteri Dalam Negeri Rudini ikut mengoreksinya. "Yang lebih diperlukan adalah upaya meningkatkan pendapat keluarga asongan. Kalau kita tilang dan mengenakan denda saja, yang tercapai hanya tindakan hukum. Tertib jalan rayanya belum teratasi," kata Menteri Rudini (TEMPO, 19 Mei 1990). Atas dasar itu, reaksi massa pengasong yang dijaga sekitar 50 petugas ternyata keras. "Kalau begitu, kami tetap tinggal di sini sampai hari Kamis!" Lalu mereka menyanyikan lagu Esok Penuh Harapan. Melihat gelagat buruk itu, pukul 16.30 petugas keamanan mengangkut Saragih, Sinaga, Bajuri, dan Triman dengan mobil polisi keluar dari kompleks gedung DPR/MPR. Namun, massa tetap tak beranjak. Setelah satu jam petugas keamanan mem- bujuk mereka, baru mereka membubarkan diri sambil bersorak dan merentangkan beberapa poster. Salah satu poster yang ditulis dengan spidol di kertas karton itu berbunyi: "Jalan macet dilonggarin, hidup macet diapain? Priyono B. Sumbogo dan Riza Sofyat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus