Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mengapa Imam Soedarwo Di Partindo ?

Konflik pengurus SPSI masih menyala. Kelompok Agus Sudono mengungkit Imam Soedarwo terlibat Partindo. Sudomo & Martono meluruskan masalah. Agus dan Imam akan dipertemukan untuk kasus Inkoperindo. (nas)

22 Maret 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

API konflik kepemimpinan di tubuh Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), diam-diam, masih menyala. Setelah heboh soal pembentukan Induk Koperasi Pekerja Indonesia (Inkoperindo) yang didirikan tokoh "tersingkir" Agus Sudono, yang hingga kini belum tuntas benar, sudah muncul pula ke permukaan "penyulut" baru: Imam Soedarwo terlibat partai terlarang Partindo. Dan dalam pekan ini juga, Menteri Tenaga Kerja Sudomo, akan mempertemukan Ketua Umum SPSI terpilih, Imam Soedarwo, dengan Agus Sudono. Sementara itu, mulai Selasa dalam pekan ini pula, para tokoh SPSI dari daerah berkumpul di Jakarta, untuk ditatar ihwal kepemimpinan dan kematangan berpolitik. "Kami memang bertanya-tanya, apa yang sedang terjadi di Pimpinan Pusat. Dan, untuk apa kami datang ke Jakarta," kata Haji Marah Sofyan Ramlan, salah seorang anggota formatir pada Kongres Nasional FBSI lalu (sekarang SPSI), yang juga Ketua DPD SPSI Sumatera Barat, yang ikut ditatar. Apa yang terjadi, agaknya, memang layak mengundang tanya. Sejak Januari silam, beredar berbagai surat ke para pengurus SPSI di daerah, dan juga ke Menteri Sudomo. Isinya: mempertanyakan apakah benar Imam Soedarwo pernah menjadi Ketua PB Partindo (Partai Indonesia). Padahal, inilah partai yang bersama PKI dibubarkan Pemerintah. Mereka melampirkan pula fotokopi kliping berita pada Maret 1967, sebagai bukti "keterlibatan" Imam Soedarwo itu. Maka, para pengikut Agus Sudono, seperti menemukan momentum, untuk kembali mengungkit. Muchtar Mansur, salah seorang formatir kala itu, yang kini Ketua DPD SPSI Yogya mengatakan, "Kami menuntut kejelasan yang tidak sekadarnya, apakah Soedarwo terlibat Partindo atau tidak." Hal ini, katanya pula, tidak bisa tidak harus diselesaikan melalui kongres luar biasa atau istimewa. Gagasan menyelenggarakan kongres luar biasa atau istimewa sudah dirintis, dan 9 DPD siap mendukung, tambahnya. Imam Soedarwo sendiri tak banyak berkomentar. Ia, katanya, lebih memilih bersikap low profile. "Seorang pimpinan, memang, harus bisa mengendalikan diri," katanya. "Masalah yang sekarang hangat ditiup-tiupkan itu lebih baik didiamkan saja." Ia juga menolak memberi keterangan tentang upaya pihak Agus menggeser kedudukannya. Jawaban, akhirnya, datang dari Menteri Sudomo sendiri. Menurut bekas Pangkopkamtib ini, tuduhan Soedarwo "berwarna" komunis, "adalah tidak benar." Menteri Sudomo membenarkan bahwa Imam pernah duduk selaku Ketua Partindo. "Tapi, ia sengaja dimasukkan ke situ justru untuk mempancasilakan," kata Sudomo. Apa yang berkembang dewasa ini, katanya, hanyalah isu-isu yang tidak baik tentang Imam Soedarwo. Menteri mengatakan, ia mengikuti semua perkembangan di tubuh organisasi pekerja itu. Dan, katanya, telah terjadi kompetisi yang kurang baik. Ia lantas mengungkapkan bahwa adalah Menteri Transmigrasi Martono yang tahu benar ihwal "peranan" Imam Soedarwo di tubuh Partindo. Imam sengaja diberi tugas khusus untuk mempancasilakan tubuh Partindo. "Saya mendapat surat dari Pak Martono yang menjelaskan semua itu," kata Sudomo. Melalui telepon, Senin pekan ini, Menteri Martono mengatakan pada TEMPO, telah mengenal Imam lama sekali. "Ia justru membantu pemerintah Orde Baru, dan ia memang harus bertugas demikian di dalam Partindo," katanya. Soedarwo, katanya, dari dulu adalah salah seorang pimpinan Kosgoro. "Ia juga ketua Golkar," tambahnya, "dan itu jauh lebih penting dari SPSI". Sehingga, adalah aneh bagi Martono, mengapa kini timbul masalah "riwayat" Soedarwo itu. "Ini memang sifat tidak baik orang Indonesia," ujarnya. Yakni: kalau turun dari satu jabatan, "mendongkel" orang yang naik. Martono memang telah mengirim surat kepada Sudomo. Surat tertanggal 21 Februari, kemudian oleh Menteri Tenaga Kerja disebarkan antara lain kepada para menteri dan gubernur serta anggota DPR. Isinya: Imam Soedarwo, menurut Martono, dimasukkan dalam Partindo untuk membersihkan partai itu dari unsur PKI. Tapi setelah ternyata pemerintah melarang aktivitas Partindo, Imam diaktifkan sepenuhnya di Kosgoro hingga sekarang. "Penjelasan ini kami sampaikan sebagai pertanggungjawaban moril kami terhadap kawan seperjuangan," tulis Martono lagi. Munculnya isu baru yang menyangkut Imam Soedarwo memang membuat masalah Inkoperindo untuk sementara agak reda. Menurut Agus, memang tidak ada masalah dengan organisasi koperasi yang didirikannya ini. "Departemen yang mengurus saja berbeda," katanya. Namun, bagi Menteri Koperasi Bustanil Arifin sendiri. "Masalah itu masih ada," kata Bustanil terus terang. Yakni, penggunaan istilah pekerja dalam organisasi koperasi itu dan bukan karyawan. "Sebagai induk koperasi pekerja," kata Bustanil, "memang berada di bawah SPSI." Akan lain halnya, jika digunakan istilah karyawan. Bustanil sendiri lebih cenderung pada istilah karyawan itu, ketimbang pekerja. Sudomo masih akan mempertemukan Agus Sudono dengan Imam Soedarwo dalam hal koperasi ini. "Akan dibicarakan secara keseluruhan," katanya. Tapi, cepat ia menambahkan, "Itu sebenarnya, persoalan intern SPSI. Dan saya, tidak boleh ikut campur." Menurut Marzuki Achmad, Wakil Sekjen SPSI, para pimpinan pusat SPSI, para pimpinan pusat SPSI telah turun ke daerah-daerah menjelaskan masalah Inkoperindo ini. Sikap DPP SPSI tegas, akan mendisiplinkan anggota. "Banyak orang di daerah yang terlalu lugu, melihatnya hanya sebagai kasus koperasi saja," katanya. Padahal, "Ini semua 'kan hanya letupan akibat kongres tempo hari." Saur Hutabarat Laporan Indrayati, Moebanoe, A. Luqman, & M. Cholid (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus