Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anak berkebutuhan khusus (ABK) atau difabel masih kerap mendapatkan diskriminasi dalam kehidupan sehari-hari. Lebih daripada itu, akses pendidikan ramah difabel terbilang masih cukup sulit ditemukan di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pendidikan inklusif telah lama diperjuangkan oleh pemerintah, salah satunya lewat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan juga Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif. Meski begitu, implementasi dari peraturan tersebut belum sepenuhnya berjalan dengan baik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tahun 2015, jumlah total ABK di Indonesia mencapai 1,6 juta anak. Namun, hanya sekitar 10-11 persen dari total jumlah tercatat yang dapat menempuh pendidikan.
Dikutip dari laman Kemendikbud, setidaknya ada tiga alasan utama masih sedikitnya ABK yang menempuh pendidikan, yakni karena anak tidak ingin sekolah, orang tua kurang mendukung pendidikan anak, dan akses sekolah yang jauh dari tempat tinggal.
Solusi dari permasalahan tersebut salah satunya adalah dengan digencarkannya pendidikan inklusif di berbagai sekolah formal sejak sekolah dasar hingga pendidikan tinggi.
Berdasarkan Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009, pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan bersama dengan peserta didik pada umumnya.
Dengan adanya aturan yang menekankan pada pentingnya pendidikan inklusif, orang tua memiliki alternatif tambahan untuk menyekolahkan anak selain Sekolah Luar Biasa (SLB) dan homeschooling.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Penyelenggaraan Pendidikan, pemerintah memberikan kesempatan untuk ABK memperoleh layanan pendidikan yang sama dengan siswa reguler. Sekolah yang menerima ABK dinamakan dengan sekolah inklusif.
Sekolah inklusif menerima ABK dengan kurikulum dan sarana prasarana yang sama untuk seluruh siswa. Meski demikian, penerapan pendidikan inklusif sedikit berbeda dengan pendidikan umum. Perbedaannya terletak pada siswa ABK akan mendapatkan pendampingan dari guru pendamping khusus (GPK).
PUTRI INDY SHAFARINA