Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Istilah Sengkuni sering kali muncul dalam interaksi sehari-hari, baik di dunia nyata maupun di media sosial.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sengkuni adalah tokoh Mahabharata, yang dikenal sebagai seorang karakter licik, licin, dan sangat cerdik. Dalam kisah Mahabharata, Sengkuni sering digambarkan sebagai seorang yang penuh tipu daya dan sangat berperan dalam menciptakan perpecahan dan kerusakan. Berikut ini informasinya.
Pengertian Sengkuni
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Sengkuni merupakan tokoh wayang yang melambangkan orang yang pandai bicara dan banyak akal, tetapi suka memfitnah, menghasut, dan mencelakakan orang lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kemudian, melansir repository.unej.ac.id, Sengkuni atau Shakuni/Sambala merupakan tokoh antagonis dalam wiracarita Mahabharata. Nama lain dari Sengkuni sewaktu muda, yaitu Haryo Suman. Dia adalah anak dari Sawala kerajaan Gandhara, di mana kerajaan yang dimaksud bukan nama kerajaan, tetapi nama kakak tertua.
Ketika Kurawa berkuasa, Sengkuni diangkat sebagai patih. Dia adalah paman para Kurawa dari pihak ibu. Sengkuni terkenal akan wataknya yang licik dan selalu menghasut Kurawa supaya memusuhi para Pandawa. Dia diketahui titisan dari Dwapara, yaitu dewa yang bertugas menciptakan kekacauan di muka bumi.
Sifat Sengkuni
Di dalam lakon, Haryo Suman atau Sengkuni merupakan lambang jiwa yang licik dan suka memprovokasi, selalu tampil dalam kesempatan, serta selalu menimbulkan konflik demi ambisi yang menguntungkan pribadi dan kelompoknya.
Setiap hari, Sengkuni selalu mengobarkan rasa kebencian di hati para Kurawa, terutama kepada yang tertua, Duryudana.
Di dalam lakon Sigala-gala, Sengkuni adalah tokoh yang memiliki keahlian bermain dadu. Dia adalah penasihat utama Duryudana yang mengajarkan berbagai tipu muslihat dan kelicikan. Hal tersebut dilakukannya demi menyingkirkan Pandawa dari Hastinapura.
Sengkuni diketahui menyebabkan kebakaran di gedung Jatugrha, tempat Pandawa bermalam di dekat Hutan Waramala. Dia juga berhasil merebut kerajaan Indraprasta dari tangan para Pandawa. Semua itu dilakukannya akibat rasa iri hati.
Kisah Kematian Sengkuni
Mengutip proceeding.unnes.ac.id, kematian Sengkuni terjadi di hari terakhir perang Bharatayuda, tepatnya pada hari ke-18.
Kisah kematiannya muncul pertama kali di bagian Salya Parwa dalam Mahabharata karya Krishna-Dwaipayana Vyasa yang diperkirakan diciptakan pada abad ke-4 SM. Namun, terdapat perbedaan versi tentang orang yang membunuh dan cara kematian Sengkuni pada teks-teks yang ditulis setelahnya.
Dalam karya Krishna-Dwaipayana Vyasa, pembunuh Sengkuni adalah putra bungsu Pandawa, yaitu Sadewa pada perang Kurusestra.
Sementara Kakawin Bharatayuddha (1157 M) karya Mpu Sedah dan Mpu Panuluh menyebut pembunuh Sengkuni adalah putra kedua Pandawa, yaitu Werkudara (Bima).
Cara kematiannya juga mengalami perubahan. Mahabharata karya Krishna-Dwaipayana Vyasa menuliskan bahwa Sengkuni akhirnya tewas setelah kepalanya terpenggal oleh panah berujung mata pedang berlapis emas milik Sadewa. Tubuhnya yang tanpa kepala jatuh dan kepalanya menggelinding di tanah.
Sementara dalam teks Kakawin Bharatayuddha, digambarkan bahwa Sengkuni mati setelah tubuhnya dimutilasi menjadi beberapa bagian dan potongannya disebar ke banyak tempat oleh Bima.
Dengan demikian, proses kematiannya disebut lebih kejam dan sadis dibandingkan versi Mahabharata karya Krishna-Dwaipayana Vyasa.
Beberapa versi lain juga menyebutkan Bima mengibarkan kulit Sengkuni dengan mengatakan bahwa kulit tersebut untuk kain yang diberikan kepada ibunya, Kunti, sebagai balasan atas tindakan Sengkuni yang hendak memerkosa Kunti.
Ada juga versi yang menyatakan mulut dan dubur Sengkuni rusak parah, kulitnya telah dikelupas, tetapi belum mati, dan akhirnya tewas setelah lehernya digigit Duryudana.
Filosofi Kematian Sengkuni
Dalam kisah pewayangan lain, mulut dan dubur Sengkuni dirobek oleh Werkudara dengan menggunakan Kuku Pancanaka. Kematian dengan kuku tersebut ditafsirkan secara filosofis, antara lain:
- Kuku adalah sesuatu yang kecil dan remeh.
- Sosok pembesar seperti Sengkuni tetap memiliki kelemahan.
- Kesaktian yang dimiliki seseorang, seperti Sengkuni tidak bisa menjamin umur yang panjang atau kebal dari kematian.
- Kesaktian menjadi tidak berarti jika dimiliki oleh sosok yang sombong, licik, iri, tukang fitnah, selalu meremehkan orang lain, dan pengadu domba,
- Titik kematian Sengkuni yang berada di mulut dan dubur membuktikan bahwa kematian bisa terjadi karena sebab yang dianggap sepele.
PIlihan Editor: Kaliandra Indahnya Legenda Mahabarata di Kaki Gunung Arjuna