IKLAN selebar dua halaman majalah itu memang menarik: sejumlah remaja nangkring di sepeda motor dengan wajah ceria. Seorang di antaranya menawarkan sebungkus rokok kretek Bentoel Remaja. Ada tulisan yang menyertai gambar itu: Pilihan Remaja Indonesia '87. Lalu, "Kretek filter adirasa, diracik khusus untuk selera remaja Indonesia". Gara-gara iklan rokok Remaja Jaya itu, yang juga dipasang dalam bentuk papan reklame besar di banyak kota produsennya PT Bentoel kini dihantam dari delapan penjuru angin. Rokok ini sebetulnya sudah diproduksi sekitar 15 tahun silam, tapi baru dipromosikan secara besar-besaran pertengahan tahun ini. Semula kecaman muncul dari sejumlah pribadi, lewat surat pembaca di media massa. Tapi protes makin lama makin keras. Akhir pekan lalu tiga lembaga -- Yayasan Lembaga Konsumen (YLK), Yayasan Jantung Indonesia, dan Yayasan Kanker Indonesia mengimbau agar pemerintah segera mengambil tindakan tegas untuk menghentikan promosi rokok yang diarahkan kepada remaja. Mereka juga meminta, rokok yang menggunakan merk "Remaja" ditarik dari peredaran. Sikap itu diutarakan seusai suatu diskusi di Jakarta yang dihadiri sekitar 200 orang. Yang menjadi sasaran utama tampaknya rokok Bentoel Remaja. "Kami berharap agar segala merk rokok yang berkaitan dan diarahkan pada remaja disetop," kata Ketua YLK Erna Witular. Alasan keberatan dengan cara promosi serupa itu, antara lain: anak muda gampang tergoda iklan yang lagi trendy dengan gaya hidup mereka, terutama kalangan kelas menengah dan bawah. "Lapisan ini sangat peka terhadap jangkauan iklan," kata Erna. Ucapannya bukan asal ucap. YLK pernah mengamati secara intensif selama dua bulan, 24 pedagang acungan di Jakarta. Mereka diikuti dan ditanyai sejak pagi berangkat dari rumah, menguber pembeli sehari suntuk, sampai berkumpul lagi dengan keluarganya. "Hasilnya sangat mengejutkan," kata Erna. Anak dari lapis bawah itu, pada usia 8-10 tahun rata-rata sudah menjadi perokok kelas berat. Artinya, sehari menyedot 10 batang. Pekan lalu sodokan kepada PT Bentoel makin hebat. Pengacara R.O. Tambunan atas nama masyarakat mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap PT Bentoel. Ia menuduh pemasaran rokok Bentoel Remaja Jaya serta invasi promosinya yang besar-besaran telah menimbulkan kerusakan yang tidak terhingga di kalangan remaja serta meracuni generasi muda Indonesia. Ia memperkirakan kerugian generasi muda tidak kurang dari Rp 1 trilyun. Tambunan tak lupa menggugat Gubernur DKI Jakarta yang memberikan izin terhadap sarana-sarana promosi rokok itu. Juga Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman yang memberikan pengesahan terhadap merk Remaja Jaya. PT Radio Prambors diajukannya sebagai tergugat ke-4 karena ikut mempromosikan rokok tersebut. Karena itu, Tambunan menuntut ganti rugi Rp 1 trilyun dari PT Bentoel serta mlta agar produksi, peredaran, serta promosi Remaja Jaya dihentikan. Gugatan Tambunan ini menunjukkan meningkatnya kekhawatiran terhadap meluasnya konsumsi rokok di antara remaja. Industri rokok memang berkembang pesat beberapa tahun terakhir ini. Meski banyak pabrik rokok yang gulung tikar, dari 1.200 buah pada awal 1960-an kini tinggal 128 buah, produksinya terus naik. Menurut sumber Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), pada awal 1980-an, produksi yang 61,6 milyar batang setahun naik menjadi 98,3 milyar batang (59,5%) tahun lalu. Andilnya dalam pembayaran cukai melonjak dari Rp 419,6 milyar menjadi Rp 905,3 milyar dalam kurun waktu yang sama. Tenaga kerja yang disedot, mulai dari petani tembakau dan cengkih, buruk pabrik sampai pengecer, tidak kurang dari tiga juta orang. Berkat pola promosi yang kelihatannya cenderung "merokokkan masyarakat", kebiasaan merokok makin memasyarakat. Menurut sebuah penelitian yang disajikan dalam diskusi "Rokok dan Kesejahteraan Masyarakat" pekan lalu, rokok sudah merasuk sampai anak usia 6 tahun dan secara meluas di kalangan remaja. Diperkirakan sekitar 60% pria dan 10% wanita Indonesia adalah perokok tetap. Konsumsi mereka meningkat dari rata-rata 250 batang tiap tahun pada 1973 menjadi 1.000 batang tahun 1981. Disebutkan juga dalam penelitian tahun 1984 itu, 40% pelajar putra dan 10 pelajar putri di tingkat SD sudah mulai mencoba rokok. Di tingkat SLTP, 49% siswa dan 8,8% siswi juga sudah secara tetap merokok. Bencana yang diakibatkan perokok sejak usia muda, menurut dr. Anwar Jusuf dari Bagian Pulmonologi UI dalam diskusi itu, lebih besar dibandingkan mereka yang lebih dewasa. Mereka yang mulai mengisap rokok sebelum usia 15 tahun, kans direnggut maut karena kanker paru-paru 20 kali lebih tinggi dibanding bukan perokok. Sedang usia mulai merokok 15-19 tahun, kemungkinannya 9 kali. Untuk menyelamatkan remaja dari ancaman bahaya rokok, bentuk promosi mungkin lebih perlu dipertimbangkan. Di dunia periklanan, ada tata krama. "Ada rumusan yang menyatakan anak-anak dan remaja dilarang tampil untuk iklan rokok," kata Baty Subakti, Ketua Umum Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI). Iklan Bentoel Remaja dianggapnya tidak sesuai dengan tata krama. Tapi PPPI, katanya, tidak bisa bertindak terhadap cara promosi Bentoel Remaja, karena Pura Advertising yang menangani rokok tersebut bukan anggota PPPI. Jimmy dari Pura Advertising mengelak. "Kami tidak bermaksud merusakkan pendidikan dan mengajar para remaja untuk menjadi perokok," ujarnya. Promosinya, katanya, terutama ditujukan pada bukan perokok. "Sulit untuk membuat seorang yang tak pernah merokok menjadi perokok hanya gara-gara iklan," katanya. Di tengah badai hantaman itu, PT Bentoel di Malang memilih untuk diam. "No comment," kata Direktur Produksi Ir. Yani ketika ditanya soal iklan Bentoel Remaja. Berapa besar produksi rokok tersebut? "No comment," Yani kembali berkata. S.P. & A.M.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini