Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - BERKAS rekaman yang diduga suara Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Satryo Soemantri Brodjonegoro beredar di media sosial dan aplikasi percakapan pada Senin, 20 Januari 2025. Berdurasi 3 menit 20 detik, suara laki-laki dalam rekaman itu menghardik laki-laki lain yang bersuara lirih. Topik pembicaraan kedua laki-laki mengenai saluran air di rumah yang tak berfungsi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada hari yang sama dengan beredarnya rekaman suara itu, pegawai Kementerian Pendidikan Tinggi berunjuk rasa di kantor mereka di kawasan Senayan, Jakarta Pusat. Mengenakan pakaian hitam, para pegawai itu memprotes kepemimpinan Satryo. Salah satu pemicu demonstrasi itu adalah pemecatan Neni Herlina, pegawai di bagian Pranata Hubungan Masyarakat Ahli Muda dan Penjabat Rumah Tangga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan penelusuran tim Cek Fakta Tempo, rekaman suara itu pertama kali diunggah akun Inilah.com di media sosial X. Unggahan itu telah dibagikan ulang hingga 9.000 kali di X serta menyebar di pelantar media sosial lain seperti TikTok dan Facebook.
Hasil Uji Autentisitas
Tim Cek Fakta Tempo berupaya menguji autentisitas berkas rekaman yang diduga suara Menteri Satryo. Dengan kemajuan teknologi, suara itu mungkin saja diproduksi teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Teknologi seperti AI voice generator dapat mereplikasi suara meski pemilik suara asli tak pernah mengucapkan kalimat tersebut. Konten semacam ini dikenal dengan deepfake alias informasi yang tampak nyata, tapi sebenarnya palsu.
Tim Cek Fakta mula-mula mengunduh berkas rekaman suara yang tersebar di media sosial. Tim menyimpan berkas dengan durasi utuh serta memecah audio menjadi lima bagian. Pemecahan audio menjadi beberapa bagian itu agar fokus pada suara yang diduga milik Satryo karena rekaman yang utuh juga memuat suara laki-laki lain dan suara bising lainnya. Selain itu, sejumlah perangkat pemeriksaan AI membatasi durasi berkas digital yang bisa dianalisis.
Tim Cek Fakta menggunakan tiga perangkat pendeteksi deepfake untuk memeriksa keaslian berkas audio yang beredar di media sosial. Ketiga peranti itu adalah Hiya Deepfake Voice Detector, AI or Not, dan Hive Moderation. Tim Cek Fakta berlangganan AI or Not untuk mengoptimalkan fungsi pelacakan. Selain itu, ketiga perangkat itu menjadi rujukan berbagai tim cek fakta di Indonesia dan direkomendasikan oleh International Fact-Checking Network–jaringan pemeriksa fakta global yang berpusat di Florida, Amerika Serikat.
Hasil pemeriksaan berkas audio yang diduga suara Menteri Satryo dengan Hiya Deepfake Voice Detector menunjukkan tingkat keaslian suara itu sekitar 91-92 persen. Menurut keterangan perangkat tersebut, suara dalam berkas itu autentik dan tak dibuat dengan teknologi kecerdasan buatan.
Hiya Deepfake Voice Detector merupakan peranti yang dibuat oleh Hiya, perusahaan yang berbasis di Negeri Abang Sam. Perusahaan ini fokus mengembangkan kemampuan alatnya untuk mendeteksi penipuan dan spam. Peranti ini gratis dan bisa diakses dengan ekstensi peramban Chrome.
Peranti lunak kedua yang digunakan Tim Cek Fakta adalah AI or Not dengan kelas premium. Alat ini dikembangkan oleh Optic, perusahaan teknologi Amerika Serikat yang didirikan oleh mantan Direktur Produk Google, Andrey Doronichev. Membayar US$ 9 per bulan, Tim mempunyai akses untuk menyelidiki rekaman utuh serta lima potongan berkas audio yang ditengarai suara Satryo.
Hasilnya, perangkat AI or Not menyatakan berkas yang diduga suara Satryo kemungkinan bukan dibuat oleh teknologi kecerdasan buatan (AI).
Hasil analisis serupa juga ditampilkan oleh perangkat buatan perusahaan asal Amerika Serikat, Hive. Peranti Hive Moderation mencantumkan keterangan bahwa tak ada campur tangan teknologi kecerdasan buatan pada berkas audio yang dimiliki Tim Cek Fakta.
Analisis Pakar
Mengkonfirmasi hasil analisis dengan tiga alat pendeteksi kecerdasan buatan, Tim Cek Fakta juga meminta pendapat Witness.org, organisasi nirlaba di Amerika Serikat yang berfokus pada teknologi dan hak asasi manusia. Mereka mendirikan Deepfake Task Force untuk menghubungkan jurnalis dan pemeriksa fakta dengan para pakar dalam forensik media, sintesis AI, dan deepfake. Mereka dapat memberikan analisis mendalam atas konten yang diduga dimanipulasi oleh kecerdasan buatan
Tim Cek Fakta menyerahkan berkas audio yang diduga suara Satryo yang tersebar di media sosial tersebut dan empat berkas audio yang direkam oleh media massa. Empat audio tersebut diunduh dari pernyataan Satryo di Kompas TV, Antara TV, Metro TV, serta pidato Satryo saat serah terima jabatan. Audio itu diperlukan sebagai pembanding antara berkas suara yang beredar di media sosial dan suara asli Satryo.
Melalui surat elektronik pada Kamis, 23 Januari 2025, Koordinator Deepfake Task Force Witness.org Jacobo Castellanos menjelaskan metode kerjanya untuk membuktikan autentisitas berkas suara yang diduga Menteri Satryo
Jacobo bercerita, ia bekerja dengan dua tim. Tim pertama menganalisis dengan cara menggabungkan keahlian manusia dan alat pendeteksi AI. “Mereka menyimpulkan bahwa audio tersebut kemungkinan besar asli,” tulis Jacobo dalam surat elektronik.
Tim pertama juga mengamati berbagai modulasi suara dan respons alami dalam percakapan. Mereka menemukan gejala yang menunjukkan keaslian suara dan kecil kemungkinan ada manipulasi dari perangkat kecerdasan buatan. Meski demikian, tim ini juga menjumpai anomali yang kemungkinan disebabkan kualitas rekaman yang buruk, tapi bukan manipulasi AI.
Jacobo dan timnya mengidentifikasi ada satu gejala yang kemungkinan muncul karena potensi penyuntingan oleh manusia, yakni pada kode waktu 02:05 pada rekaman suara. Ia menduga ada bagian percakapan yang dihapus atau disambung. Namun Jacobo meyakini tanda-tanda itu tak menunjukkan adanya manipulasi oleh teknologi AI. “Berdasarkan temuan ini, tim yakin bahwa audio tersebut kemungkinan asli,” ujanya.
Tim kedua dari Witness.org menggunakan model deteksi AI yang lain. Namun tim kedua ini tak mampu memberikan kesimpulan lantaran kendala bahasa dan kualitas audio yang buruk.
Perlu Forensik Digital
Dosen Departemen Teknik Informatik Institut Teknologi Sepuluh Nopember Hudan Setiawan mengatakan pengujian dan pemeriksaan forensik digital perlu dilakukan untuk membuktikan keaslian berkas audio yang diduga suara Menteri Satryo. Menurut Hidan, polisi berwenang untuk mendapatkan barang bukti seperti perangkat yang dipakai untuk merekam suara. Aparat kemudian mesti mengakuisisi berkas pada barang bukti untuk menjaga keutuhannya. “Rekaman yang tersebar di media sosial tidak memenuhi kaidah untuk melakukan forensik digital,” ujarnya kepada Tempo, pada Selasa, 21 Januari 2025.
Penjelasan Satryo Soemantri Brodjonegoro
Tim Cek Fakta telah meminta tanggapan ke Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Satryo Soemantri Brodjonegoro mengenai temuan dan hasil pemeriksaan berkas audio. Ia tak merespons pesan WhatsApp dan telepon ke nomor pribadinya hingga Jumat, 24 Januari 2025
Pada Selasa, 21 Januari 2025, Satryo mengatakan audio yang viral di media sosial bukan suaranya. “Itu bukan suara saya,” kata mantan Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia itu. Satryo meyakini rekaman itu merupakan buatan dan membuka kemungkinan untuk melacak pembuat serta penyebar berkas audio.
Artika Farmita berkontribusi dalam artikel ini.
**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email [email protected]