Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Menteri Agama Minta Mahasiswa Jaga Keberagaman

Menteri Agama meminta mahasiswa tak mempersoalkan keberagaman Indonesia. Dia juga meminta agama tidak dijadikan alat pemecah belah.

11 Oktober 2017 | 22.24 WIB

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin memberi sambutan saat deklarasi Revolusi Mental Dimulai dari Pendidikan di Lapangan Hall Basket, Senayan, Jakarta, 15 Desember 2015. Lukman mengatakan, Kementerian Agama dituntut menjalankan Gerakan Revolusi Mental yan
Perbesar
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin memberi sambutan saat deklarasi Revolusi Mental Dimulai dari Pendidikan di Lapangan Hall Basket, Senayan, Jakarta, 15 Desember 2015. Lukman mengatakan, Kementerian Agama dituntut menjalankan Gerakan Revolusi Mental yan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin meminta para pimpinan lembaga mahasiswa tak mempersoalkan perbedaan dan keberagaman yang dimiliki Indonesia.

“Bila agama dijadikan pemecah belah, itu adalah kehendak oknum tertentu, tidak sesuai dengan esensi agama,” katanya di hadapan Presiden Mahasiswa Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri se-Indonesia di Palembang, Rabu, 10 Oktober 2017.

Menurut Lukman, esensi agama adalah kedamaian dan sumber kebaikan sesama manusia. “Tidak ada alasan agama membuat kita berkonflik. Kalau ada, pasti karena dimanfaatkan sebagai cara mencapai kepentingan politik, ekonomi, atau lainnya,” ujarnya.

Baca juga: Lukman Hakim Saifuddin Sapa Jemaah Haji Indonesia di Arafah

Lukman menuturkan, saat ini, cukup banyak oknum yang tidak setuju dengan keberagaman. Mereka, kata dia, memancing dan memprovokasi dengan berbagai cara, termasuk isu agama.

“Cara paling mudah dengan menyebarkan informasi hoax yang disebarkan lewat aplikasi jejaring sosial. Jangan mudah dipancing,” ucapnya.

Ia juga menyarankan kampus sebagai tempat belajar melahirkan generasi berpengetahuan luas dan kritis. Pengetahuan yang luas itu diharapkan bisa meminimalisasi lahirnya ekstremis.

“Ekstremis itu muncul akibat terlalu fanatik dengan kebenaran yang diyakininya. Sehingga semua orang harus mempunyai keyakinan sama dengannya,” tutur Lukman Hakim Saifuddin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus