Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

MK Wajibkan Pendidikan Agama Diterapkan di Sekolah

Mahkamah Konstitusi atau MK resmi mewajibkan adanya pemberian mata pelajaran pendidikan agama di sekolah-sekolah.

3 Januari 2025 | 15.20 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sidang Pleno 1 pembacaan putusan perkara pengujian materiil Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), di Jakarta, 2 Januari 2025. TEMPO/Muh Raihan Muzakki

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi atau MK resmi mewajibkan adanya pemberian mata pelajaran pendidikan agama di sekolah-sekolah. Menurut Hakim MK, Arief Hidayat, adanya pendidikan agama di sekolah merupakan konsekuensi atau tindak lanjut dari penerapan Pancasila sebagai dasar bernegara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Pengajaran agama dalam dunia pendidikan telah berlangsung sejak lama dan merupakan konsekuensi penerimaan Pancasila sebagai ideologi,” kata Arief ketika membacakan draf putusan mengenai uji materiil Pasal 12 ayat 1 dan Pasal 37 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, Jumat, 3 Januari 2025

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MK berpandangan pendidikan nasional harus dilaksanakan secara demokratis dan berkeadilan sembari tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Menurut MK, pendidikan nasional bertujuan untuk membentuk potensi peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa.

“Pendidikan nasional dalam tingkat apapun tidak dapat dilepaskan dari nilai keagamaan,” ujarnya.

MK menilai, mewajibkan pelaksanaan pendidikan agama di tingkat sekolah sangat dapat diwajarkan. Bahkan, para siswa justru memiliki hak dan kewajiban untuk menerima pendidikan agama. Sebab, pendidikan agama merupakan unsur penting dalam menjaga kesinambungkan kehidupan beragama di dalam lingkup negara Pancasila.

Permohonan para pemohon agar pendidikan agama dijadikan sebagai pilihan mata pelajaran, dan bukan sebagai kewajiban ditolak mentah-mentah oleh MK. Hal ini dinilai justru dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dalam penyelenggaraan pendidikan nasional.

Para pemohon, yaitu Raymond Kamil dan Indra Syahputra, menginginkan agar pendidikan agama tidak hanya dimaknai untuk satu agama tertentu saja. Namun, dimaknai sebagai pendidikan tentang semua agama dan kepercayaan serta adat istiadat yang bersifat kajian ilmiah tersebut. Para pemohon tidak menganut agama maupun aliran kepercayaan. 

“Pilihan untuk dikecualikan dari pendidikan agama juga tidak dapat dibenarkan tanpa alasan yang kuat,” sambungnya.

Pemaknaan pasal-pasal yang diuji juga dinilai oleh MK kurang tepat. Dengan demikian, dalil-dalil yang diajukan oleh pemohon terkait dengan pelaksanaan pendidikan agama tersebut ditolak oleh MK karena tidak beralasan menurut hukum.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus