Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Kisah dari Hari Guru di Jakarta: Honor Datang dari Saweran Orang Tua Murid

Sejumlah kisah mencuat dari perayaan Hari Guru. Berikut kisah Guru Pendidikan Agama yang tidak diupah sekolah selama 2 tahun mengajar sebagai honorer.

27 November 2023 | 08.12 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Seorang guru Pendidikan Agama Kristen mengaku tidak digaji sepeser pun sejak mengajar di salah satu SMP Negeri di Jakarta Selatan. Dominikus, 49 tahun, menuturkan telah mengajar selama dua tahun di sana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Pertama kali saya masuk di situ, saya di bawah pengawas Kementerian Agama karena memang di situ tidak ada guru mata pelajaran Agama kristen,” kata dia dihubungi TEMPO pada Minggu, 26 November 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Satu tahun pertama, Dominikus terbantu dengan adanya dana diakonia dari gereja. Setiap satu bulan sekali ia mendapat biaya untuk uang transportasi sebanyak Rp 350 ribu. Meski, dia menambahkan, pengajuan bantuan itu terbilang sulit karena surat keterangan dari sekolah yang tak kunjung ke luar.

“Sampai saya berdebat dulu baru dia keluarkan surat. Dan surat itu pun tidak ada nomornya,” ucapnya. 

Meski tak dibayar saat itu, Dominikus tetap menjalankan tugasnya, mengajar 29 murid yang ada selama 28 jam per bulan. Ia juga melakukan penyusunan sebanyak 150 soal saat ujian dan melaksanakan rekap nilai kepada siswa.

Kemurahan hati lalu datang dari wali murid untuk membayar jasa Dominikus dengan cara iuran. Dominikus mengaku iuran untuk biaya transportasinya itu datang tanpa diminta, tapi juga tidak ditolaknya. 

"Saya bilang, jangan dipaksa. Yang tidak ada uang jangan dipaksakan,” kata dia. Dari iuran itu biasanya terkumpul Rp 600-700 ribu per bulan. 

Dengan begitu, Dominikus menerima hampir satu juta rupiah yang berasal dari iuran wali murid dan dana transportasi gereja. Tapi, dari sekolah tetap tidak memberikannya gaji.

Untuk mendapatkan gaji tersebut Dominikus sudah bertanya kepada bagian tata usaha. Jawaban yang diterima: ia belum didaftarkan di data pokok pendidikan (dapodik). “Saya tidak tahu kendalanya di mana,” ujarnya. 

Saat pertama kali dia datang, sekolah memang sempat menolak dan beralasan tidak memiliki upah untuk membayar. Dominikus menyediakan diri secara sukarela. Alasannya, merasa harus mengabdi karena ada 29 murid yang butuh pendidikan Agama Kristen di sana.

Baca halaman berikutnya: seperti apa komunikasi awal Dominikus mengajar di sekolah itu?

“Tidak perlu bayar pak kalau memang bapak tidak ada uang,” ujarnya mengungkap komunikasi awal. Alasan kedua SMPN itu menolaknya adalah belum ada pembukaan pendaftaran untuk guru Agama Kristen.

Satu tahun pertama mengajar, Dominikus bercerita bahwa kepala sekolah sebelumnya sudah diganti. Kepala sekolah yang baru memberinya Surat Keputusan (SK) pembagian tugas mengajar, tetapi haknya mendapat upah masih belum terbayarkan selama hampir dua tahun ini.

Setiap kali ia bertanya kembali untuk mendapatkan dapodik kepada petugas tata usaha, Dominikus selalu diberi jawaban yang sama, yakni aplikasinya belum bisa dibuka.

Saat ini, pria yang memiliki dua orang anak itu masih mengajar di sekolah tersebut dengan jumlah 27 murid. Untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, ia harus bekerja secara serabutan.

“Kadang saya betulin rumah orang yang bocor, ngecat rumah orang, jadi istilahnya saya nukang bangunan jugai,” ujar dia. 

Kisah dari Hari Guru

Kisah Dominikus mencuat di antara perayaan Hari Guru 2023 yang baru berlalu pada Sabtu lalu. Dominikus adalah satu di antara guru honorer Pendidikan Agama Kristen dengan gaji terendah dalam daftar yang diungkap Abraham Pellokila, Ketua Forum Guru Pendidikan Agama Kristen Indonesia.

Beberapa lainnya dalam daftar itu  ada yang mendapat upah atau honor Rp 300 ribu dengan jumlah 34 jam mengajar per bulan di sebuah SD Negeri di Jakarta Timur. Masih guru Pendidikan Agama Kristen di sekolah dasar negeri di Jakarta Timur, ada juga yang mengajar di dua sekolah dengan upah Rp 500 ribu per bulan dari masing-masing sekolah. 

Lain lagi yang dialami seorang guru di sebuah SMK Negeri di Jakarta Barat. Dia menerima bayaran 50 ribu per jam karena dijadikan estrakurikuler dengan 21 murid.

Seminggu guru itu hanya diperbolehkan 4 jam mengajar dan ekstrakurikuler dibayar Rp 150 ribu per datang tapi hitungannya menurut yang dibuat oleh sekolah. "Biasanya dihitung 8 kali dalam 3 bulan, seharusnya 12 kali," tutur Abraham seperti isi catatan yang ada di daftar. 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus