Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan tidak menutup kemungkinan politik identitas akan kembali muncul di sekitar pemilihan kepala daerah atau Pilkada 2018 dan Pemilihan Presiden atau pilpres 2019. “Modus-modus seperti itu masih akan digunakan, pasti,” kata Moeldoko seperti dikutip majalah Tempo edisi 5 Maret 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Namun, ia optimistis karena melihat masyarakat semakin melek politik sehingga menyadari bahwa . “Mereka tidak mau diperalat politik,” ujar Moeldoko.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Bukan hanya Moeldoko yang berkeyakinan politik identitas akan dimanfaatkan untuk Pilkada 2018 dan Pilpres 2019. Lembaga Indo Survey dan Strategy (ISS) juga memperkirakan isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), serta komunisme, akan semakin kencang digunakan menjelang pemilihan umum, baik pemilihan kepala daerah, legislatif, maupun presiden. Kedua isu politik identitas itu dimanfaatkan untuk memenangi pertarungan pemilu.
"Pemilih Indonesia cenderung menentukan pilihannya berdasarkan kesamaan, baik agama, suku, maupun rasnya," kata Direktur ISS Kayono Wibowo, Selasa, 13 Maret 2018.
Survei dilakukan ISS di tiga provinsi di Indonesia, yakni Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, dan Banten. Untuk di Banten, survei dilakukan di Kota Tangerang, Kota Serang, Kabupaten Lebak, dan Kabupaten Tangerang. Survei dilakukan tidak dalam waktu yang sama di wilayah-wilayah itu. Survei di Banten dilakukan pada Agustus 2017 dengan 440 responden. Di NTB, survei dilakukan pada September 2017 dengan 600 responden dan di Jawa Barat survei dilakukan pada November 2017. Responden dipilih dengan metode acak berjenjang (multiple random sampling)
Namun, Moeldoko mengatakan sejauh ini keadaan memanfaatkan masyarakat dan politik identitas untuk keperluan politik itu masih bisa ditolerir.
Moeldoko mengatakan pesan Presiden Afganistan Ashraf Ghani kepada Presiden Joko Widodo soal kemajemukan Indonesia bisa menjadi pelajaran bagi Indonesia.
“Sebab, mereka, dengan hanya tujuh suku, terjepit perang yang tidak kunjung selesai selama 40 tahun.” Imbauan seperti itu, kata dia, pasti berpengaruh memiliki dampak.
ALFAN HILMI | IMAM HAMDI