Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penghentian Kasus Pembakaran Hutan Dikecam
SEJUMLAH kalangan mengecam keputusan Kepolisian Daerah Riau menghentikan penyidikan kasus 15 perusahaan yang diduga pembakar hutan dan lahan pada tahun lalu. Penghentian ini dilakukan secara bertahap mulai Januari sampai Mei lalu dan tidak diumumkan ke publik.
Lembaga pegiat lingkungan, Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), menilai penghentian ini melukai rasa keadilan masyarakat yang terkena dampak pembakaran lahan ketika itu. ”Ini tidak memberikan keadilan bagi lima warga Riau yang meninggal terpapar asap kebakaran lahan perusahaan,” kata Koordinator Jikalahari Woro Supartinah, Selasa pekan lalu.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Riau Riko Kurniawan mengatakan keluarnya surat penghentian penyidikan perkara menandakan kemunduran upaya penegakan hukum kasus kebakaran lahan pada tahun lalu. Dia mendesak Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian mencopot Kapolda Brigadir Jenderal Riau Supriyanto dan meminta Polda Riau membuka kembali kasus tersebut.
Polda Riau berkukuh punya alasan kuat menghentikan kasus tersebut. ”Banyak kekurangan yang belum memenuhi unsur, baik keterangan ahli maupun analisis tempat kejadian perkara,” ujar Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau Komisaris Besar Rivai Sinambela. Kepala Polda Riau Brigadir Jenderal Supriyanto berjanji membuka kembali kasus itu jika ada bukti baru.
Bebas dari Jerat Hukum
Berikut ini 15 perusahaan tersangka kasus pembakaran hutan dan lahan yang penyidikan kasusnya belakangan dihentikan.
Perusahaan Sawit
» PT Pan United
» PT Parawira
» PT Alam Lestari
» PT Riau Jaya Lestari
» PT Langgam Inti Hibrindo
Perusahaan Hutan Tanaman Industri
» PT Bina Duta Laksana
» PT Perawang Sukses Perkasa Indah
» PT Bukit Raya Pelalawan
» KUD Bina Jaya Langgam
» PT Ruas Utama Jaya
» PT Suntara Gajah Pati
» PT Sumatera Riang Lestari
» PT Rimba Lazuardi
Perusahaan Hak Pengusahaan Hutan
» PT Hutani Sola Lestari
» PT Siak Raya Timber
Politikus Demokrat Tersangka Penipuan
KEPOLISIAN Daerah Sumatera Utara menjemput paksa Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Ramadhan Pohan di rumahnya di Jalan Pramuka, Jakarta Timur, Selasa malam pekan lalu. Upaya ini dilakukan karena dia tidak memenuhi dua kali panggilan pemeriksaan sebagai tersangka kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana untuk kampanye pemilihan Wali Kota Medan, Desember 2015.
Menurut Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sumatera Utara Komisaris Besar Rina Sari Ginting, kasus itu bermula ketika Laurent Hendri Sianipar melaporkan Ramadhan ke Polda Sumatera Utara pada Maret lalu. Ramadhan disebut telah meminjam Rp 4,5 miliar dari Laurent dan Rp 10,8 miliar dari orang tua Laurent untuk kepentingan kampanye dengan cek sebagai jaminan. ”Tapi, saat cek dicairkan, ternyata isinya tidak sesuai. Hanya sekitar Rp 10 juta. Berarti ada unsur penipuan,” kata Rina.
Ramadhan membantah telah meminjam dan menggelapkan uang pinjaman itu. ”Ini donatur yang minta ganti rugi karena saya kalah di pilkada,” ujarnya.
Tragedi 1965 Disebut Genosida
MAJELIS hakim Pengadilan Rakyat Internasional atau International People’s Tribunal tragedi 1965 (IPT 1965) di Den Haag, Belanda, Rabu pekan lalu mengumumkan kesimpulan akhir atas persidangan yang digelar pada 10-13 November 2015. Para hakim menilai terjadi genosida atau pembunuhan besar-besaran secara terencana setelah peristiwa September 1965. Hakim merekomendasikan pemerintah Indonesia meminta maaf, memberikan kompensasi kepada korban dan keluarganya, serta melanjutkan penyelidikan dan penuntutan terhadap semua pelaku.
”Tindakan pembunuhan massal dan semua tindak pidana tidak bermoral pada peristiwa 1965 dan sesudahnya serta kegagalan untuk mencegahnya atau menindak pelakunya berlangsung sepenuhnya di bawah tanggung jawab Negara Indonesia,” kata ketua majelis hakim IPT 1965, Zak Yacoob, saat membacakan kesimpulan akhir.
Pembacaan kesimpulan itu ditayangkan langsung melalui video yang diputar di Yayasan Lembaga Bantuan Indonesia dan disaksikan 50 orang, seperti wartawan, aktivis hak asasi, dan keluarga korban. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan membantah terjadi genosida setelah peristiwa 1965. ”Suruh ia datang kemari, buktikan,” ujar Luhut.
Presiden Minta Kebijakan Tidak Dipidana
PRESIDEN Joko Widodo mengumpulkan semua kepala kepolisian daerah dan kepala kejaksaan tinggi se-Indonesia di Istana Negara, Selasa pekan lalu. Hadir dalam kesempatan itu Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian dan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo.
Dalam sambutannya, Joko Widodo menilai kepolisian dan kejaksaan belum melaksanakan arahannya setahun lalu lantaran dua lembaga penegak hukum itu masih memperkarakan kebijakan kepala daerah. Akibatnya serapan anggaran masih minim karena kepala daerah takut diperkarakan. ”Tolong dibedakan mana yang nyolong dan mana yang tidak,” ujar Jokowi.
Muhammad Prasetyo mengancam akan memecat jaksa yang tak mematuhi instruksi presiden. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo meminta kepala daerah tetap berhati-hati dalam mengeluarkan kebijakan itu. ”Kepala daerah boleh mengambil diskresi, tapi kalau peraturannya sudah ada ya harus ikut aturan.”
Aliran Dana Aguan ke Dewan Ditelisik
CHAIRMAN PT Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan disebut-sebut menyiapkan dana suap bagi para anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta. Dana itu ditawarkan melalui Ketua Komisi Infrastruktur DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi agar rancangan peraturan daerah tentang reklamasi pulau di utara Jakarta segera disahkan.
Dugaan itu terungkap dalam persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta kemarin. Dalam persidangan, Sanusi menjadi saksi bagi bekas Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja, yang duduk sebagai terdakwa. ”Aguan sudah menyiapkan dana operasional untuk rapat paripurna, benar begitu?” ujar jaksa penuntut umum Ali Fikri kepada Sanusi.
Sanusi membenarkan adanya tawaran dana dari Aguan itu. Adapun pengacara Aguan, Kresna Wasedanto, tidak bersedia berkomentar. ”Saya belum dalam kapasitas untuk mengomentari itu,” katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo