Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Polemik Soal Gagasan Presiden Prabowo Memaafkan Koruptor

Peneliti Pukat UGM mengatakan ide Prabowo mengampuni koruptor asal mengembalikan hasil curian adalah sinyal buruk bagi pemberantasan korupsi.

28 Desember 2024 | 10.04 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Presiden Prabowo Subianto memberi hormat sebelum melakukan kunjungan ke luar negeri di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusama, Jakarta, 17 Desember2024. ANTARA/Galih Pradipta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PRESIDEN Prabowo Subianto mengatakan ingin memberikan kesempatan kepada koruptor untuk bertobat. Dia mengatakan para koruptor yang mengembalikan uang atau kerugian negara akan diberikan maaf oleh pemerintah dan tidak akan dipublikasikan identitasnya.

“Saya dalam rangka memberi kesempatan, memberi kesempatan untuk tobat. Hei para koruptor atau yang pernah merasa mencuri dari rakyat, kalau kau kembalikan yang kau curi, ya mungkin kita maafkan. Akan tetapi, kembalikan dong. Nanti kita beri kesempatan cara mengembalikannya,” kata Prabowo dalam pidatonya di hadapan mahasiswa Indonesia di Gedung Al-Azhar Conference Center, Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, Rabu, 18 Desember 2024.

Pernyataan Prabowo tersebut menimbulkan pro-kontra di masyarakat. Ada yang sepakat dengan pernyataan tersebut, tetapi tak sedikit pula yang menentang gagasan pengampunan kepada koruptor.

Mahfud Md: Ide Memaafkan Koruptor Bertentangan dengan Hukum

Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud Md., mengatakan gagasan Prabowo memaafkan koruptor yang mengembalikan kerugian negara bertentangan dengan hukum. Dia mengatakan, selaku presiden, Prabowo harus lebih berhati-hati lagi dalam membuat pernyataan.

“Menurut hukum yang berlaku sekarang, itu tidak boleh (koruptor dimaafkan) karena bertentangan dengan Pasal 55 KUHP,” kata Mahfud saat ditemui setelah menghadiri peringatan HUT ke-18 Partai Hanura di kawasan Ancol, Jakarta Utara, Sabtu, 21 Desember 2024.

Pasal 55 KUHP mengatur tentang penyertaan dalam tindak pidana. Menurut pasal itu, seseorang dapat dipidana ketika melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan pidana.

Ide memaafkan koruptor meski sudah mengembalikan hasil korupsi, ujar Mahfud, juga melabrak prinsip penegakan hukum. Dia mengatakan tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai penghalang-halangan penegakan hukum.

“(Jika diterapkan) Maka komplikasinya akan semakin membuat rusak bagi penegakan hukum, sebab itu hati-hatilah,” kata Mahfud. “Tapi Pak Prabowo bisa mengatakan apa saja karena dia presiden. Cuma, kita harus mengingatkan agar tidak terlanjur salah, itu tugas kita.”

Waketum Gerindra Habiburokhman: Mahfud Ini Orang Gagal

Merespons Mahfud, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman menilai kritik mantan Menkopolhukam itu tidak sesuai dengan kinerjanya saat menjabat sebagai menteri di masa pemerintahan Joko Widodo.

“Mahfud ini orang gagal, dia sendiri menilai dia gagal lima tahun sebagai menteri dengan memberi skor 5 dalam penegakan hukum, apa yang dinilai Mahfud,” kata dia dalam jumpa pers di ruangan rapat Komisi III DPR pada Jumat, 27 Desember 2024.

Habiburokhman mengatakan pernyataan Prabowo terkait pengampunan terhadap koruptor harus diterjemahkan sebagai semangat mengembalikan kekayaan negara. Menurut dia, Prabowo tidak akan memerintahkan untuk melanggar hukum dalam pemberantasan korupsi.

“Jadi pernyataan itu harus dilihat sebagai semangat mengembalikan keuangan negara. Maka dari itu Pak Mahfud yang menghasut bahwa Pak Prabowo menganjurkan melanggar hukum,” ujar dia.

Yusril Menjelaskan Maksud Pernyataan Prabowo Maafkan Koruptor

Sementara itu, Menteri Koordinator Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menjelaskan maksud dari pernyataan Prabowo yang akan memaafkan koruptor jika mengembalikan uang yang dikorupsi.

Yusril menyebutkan pernyataan presiden itu sebagai salah satu bagian dari strategi pemberantasan korupsi yang menekankan pada pemulihan kerugian negara (asset recovery).

“Apa yang dikemukakan presiden itu sejalan dengan pengaturan UN Convention Against Corruption (UNCAC) yang sudah kita ratifikasi dengan UU Nomor 7 Tahun 2006. Sebenarnya setahun sejak ratifikasi,” kata dia dalam keterangan resmi pada Kamis, 19 Desember 2024.

Dia juga mengatakan pemerintah Indonesia perlu melakukan perubahan terhadap Undang-Undang tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan menyesuaikan aturan tersebut agar selaras dengan UNCAC. “Kita terlambat melakukan kewajiban itu dan baru sekarang ingin melakukannya,” kata dia.

Yusril mengatakan upaya pemberantasan korupsi sesuai pengaturan konvensi ialah pencegahan, pemberantasan korupsi secara efektif, dan pemulihan kerugian negara (asset recovery).

Dia tidak merasa ada yang salah dari pernyataan Prabowo yang akan memaafkan koruptor jika mengembalikan uang negara yang dicuri. “Dapat dimaafkan jika mereka dengan sadar mengembalikan kerugian negara akibat perbuatannya,” ujar Yusril.

Pernyataan Prabowo itu, kata dia, menjadi gambaran dari perubahan filosofi penghukuman dalam penerapan KUHP yang akan diberlakukan awal 2026. Menurut dia, penghukuman bukan lagi menekankan balas dendam dan efek jera kepada pelaku, tetapi menekankan pada keadilan korektif, restoratif, dan rehabilitatif.

“Penegakan hukum dalam tindak pidana korupsi haruslah membawa manfaat dan menghasilkan perbaikan ekonomi bangsa dan negara, bukan hanya menekankan pada penghukuman kepada para pelakunya,” kata dia.

Yusril menuturkan memenjarakan koruptor tak membawa manfaat bagi pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Alasannya, kebanyakan koruptor yang dipenjara dianggap masih bisa menyimpan uang mereka di luar negeri.

“Kalau uang hasil korupsi mereka kembalikan, pelakunya dimaafkan, uang tersebut masuk ke APBN untuk mensejahterakan rakyat,” ujarnya.

Peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman: Pengampunan Koruptor Sinyal Buruk Pemberantasan Korupsi

Adapun Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada atau Pukat UGM, Zaenur Rohman, mengatakan ide Prabowo mengampuni koruptor asal mengembalikan hasil curian merupakan sinyal buruk bagi pemberantasan korupsi.

Zaenur menilai ide itu bertentangan dengan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto UU Nomor 20 Tahun 2001. Pasal itu menyatakan pengembalian kerugian negara tidak menghapus pidana.

“Secara hukum, saat ini, tidak boleh ada pelaku tindak pidana korupsi yang tidak diproses hanya karena mengembalikan kerugian negara,” kata Zaenur saat dihubungi pada Selasa, 24 Desember 2024.

Dia menuturkan, ketika pelaku tindak pidana korupsi telah mengembalikan hasil pidana, tidak otomatis menghapus penuntutan. Apalagi, pengembalian hasil pidana itu biasa digunakan jaksa penuntut umum dalam mengajukan tuntutan bahkan dimanfaatkan hakim untuk memberikan vonis. “Bisa jadi pertimbangan untuk meringankan,” kata Zaenur.

Pada sisi lain, Zaenur menilai pelaku korupsi tidak mungkin mau mengembalikan hasil curiannya hanya karena perintah presiden. Pelaku hanya gentar bila ada penindakan dari aparat penegak hukum. “Mereka tidak akan gentar hanya diancam secara lisan meski oleh presiden. Diperlukan bentuk penindakan tegas dan keras terhadap pelaku dari aparat,” ujarnya.

Zaenur mengatakan pemerintah lebih baik segera membahas dan mengesahkan RUU Perampasan Aset. Perampasan aset itu bisa digunakan untuk repatriasi aset-aset korupsi yang dilarikan ke luar negeri. Menurut dia, pemerintah juga perlu merevisi UU Tipikor, diikuti pembahasan dan pengesahan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal. “Lalu kembalikan independensi KPK dengan merevisi UU KPK,” kata dia.

Nandito Putra, Dinda Shabrina, dan Hendrik Yaputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: Menag Ungkap Alasan Prabowo Ingin Buat Perkampungan Jemaah Haji Indonesia di Arab Saudi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus