Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Momen

10 Oktober 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kasus Hambalang Ditingkatkan

KOMISI Pemberantasan Korupsi meningkatkan status pengusutan kasus dugaan korupsi proyek Hambalang, Bogor, dari tahap pengumpulan bahan dan keterangan ke tahap penyelidikan. Menurut juru bicara KPK, Johan Budi S.P., status kasus Hambalang ditingkatkan setelah indikasi tindak pidana kian terlihat.

KPK akan memanggil para saksi yang diduga mengetahui proses lelang dan pembangunan kompleks olahraga itu. "Nantilah," kata Johan, Selasa pekan lalu, ketika ditanya soal identitas para saksi dan waktu pemanggilan mereka.

Kasus Hambalang menjadi sorotan setelah bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin melontarkan tuduhan soal bagi-bagi uang sekitar Rp 100 miliar dari proyek tersebut. Menurut Nazar, sekitar Rp 50 miliar uang Hambalang mengalir ke Kongres Partai Demokrat di Bandung, tahun lalu, untuk pemenangan Anas Urbaningrum sebagai ketua umum.

Selain itu, sekitar Rp 20 miliar uang Hambalang dikirim ke konsultan pemenangan Anas sebagai calon presiden pada 2014. Nazar pun menyebutkan sekitar Rp 25 miliar uang proyek Hambalang dibagi-bagikan ke koleganya di Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam berbagai kesempatan, Anas membantah tuduhan ini.

Gayus Dihukum 2 Tahun

PENGADILAN Negeri Tangerang menghukum Gayus Halomoan Partahanan Tambunan dua tahun penjara dalam perkara paspor palsu. "Terdakwa dinyatakan secara sah dan meyakinkan bersalah menggunakan surat perjalanan Republik Indonesia atau paspor palsu," kata ketua majelis hakim Syamsul Bachri Harahap, Selasa pekan lalu.

Mendengar putusan hakim, Gayus tersenyum. Setelah berkonsultasi dengan penasihat hukumnya, Dion Pongkor, ia mengatakan pikir-pikir. Tim jaksa—Bambang Setyadi, Riyadi, dan Retno Istianty—juga mengatakan pikir-pikir.

Kasus paspor palsu itu terungkap ketika Gayus ternyata beberapa kali bepergian ke luar negeri. Padahal ia sedang menjalani penahanan di Rumah Tahanan Brimob, Kelapa Dua, Depok, atas kasus penggelapan pajak.

Esoknya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan hukuman yang sama, dua tahun penjara, kepada Bambang Heru Ismiarso, Direktur Keberatan dan Banding Direktorat Jenderal Pajak, atasan Gayus. Ia didakwa tidak cermat meneliti hasil penelitian Gayus ketika menelaah berkas pengajuan wajib pajak PT Surya Alam pada 2007. Bambang menyatakan keberatan. Ia menilai vonis itu tidak adil.

Obat Ilegal Marak di Online

SEJUMLAH obat yang diduga ilegal semakin marak dijual secara online. Operasi Pangea IV menemukan 30 situs web mempromosikan obat yang diduga ilegal, bahkan palsu. "Itu merugikan kesehatan masyarakat karena kami tidak menjamin keamanan dan khasiatnya," kata Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Kustantinah dalam keterangan pers di kantornya Rabu pekan lalu.

Operasi Pangea IV digelar selama sepekan terakhir pada September lalu. Operasi itu dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan bekerja sama dengan Interpol Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, serta Kepolisian RI. Operasi ini juga dilakukan oleh 81 negara lain.

Dari 30 situs, Badan Pengawas menyita 57 item obat dengan jumlah total 1.611 butir. "Di dalamnya ada obat ilegal, tradisional ilegal, dan suplemen makanan ilegal," kata Kustantinah. Ia menjelaskan, dari 57 jenis produk yang disita, 45,6 persen atau 26 jenis obat itu berupa produk untuk meningkatkan stamina atau obat disfungsi ereksi.

Chandra Hamzah Tak Bersalah

KOMITE Etik Komisi Pemberantasan Korupsi memutuskan empat pemimpin lembaga itu tak melanggar etika ataupun pidana, seperti dituduhkan Muhammad Nazaruddin, Rabu pekan lalu. Mereka adalah Ketua KPK Busyro Muqoddas beserta wakilnya: Chandra Hamzah, M. Jasin, dan Haryono Umar.

Ketika jadi buron, Nazaruddin mengaku bersama koleganya di Partai Demokrat bertemu dengan para pemimpin komisi antikorupsi untuk membahas sejumlah kasus. Bekas Bendahara Umum Demokrat itu bahkan menuduh Chandra Hamzah menerima duit dari seorang pengusaha. Chandra mengaku pernah bertemu dengan Nazaruddin, tapi membantah menerima uang.

Selama dua bulan, Komite Etik memeriksa keempat pemimpin dan lebih dari 30 saksi untuk membuktikan tuduhan Nazaruddin. Tujuh anggota Komite bulat suara untuk Busyro dan Jasin. Untuk kasus Chandra dan Haryono, sebagian anggota setuju keduanya bersalah. Yang jelas, "Penerimaan uang tak terbukti," kata anggota Komite, Bibit Samad Rianto. Pengacara Nazaruddin, Afrian Bonjol, menyatakan telah menduga keputusan itu. "Sejak awal, Ketua Komite Abdullah Hehamahua sudah mengatakan klien kami berbohong," ujarnya.

KPK Periksa Dua Menteri

KOMISI Pemberantasan Korupsi memeriksa Menteri Keuangan Agus Martowardojo serta Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar pekan lalu. Keduanya diperiksa sebagai saksi dalam kasus suap proyek transmigrasi di 19 daerah. Muhaimin diperiksa delapan jam pada Senin pekan lalu. Sehari kemudian, giliran Agus diperiksa selama empat jam.

Muhaimin membantah terlibat dalam suap yang melibatkan dua pejabat kementeriannya. "Tidak pernah ada perintah dari saya," kata Ketua Dewan Tanfidz Partai Kebangkitan Bangsa itu. Pengacara Muhaimin, Wa Ode Nurzaenab, mengatakan kliennya tak terlibat dalam pembahasan dana infrastruktur transmigrasi.

Kasus suap terungkap setelah komisi antikorupsi menangkap Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan Kawasan Transmigrasi, I Nyoman Suisnaya, serta Kepala Bagian Evaluasi dan Perencanaan, Dadong Irbarelawan. Keduanya diduga menerima Rp 1,5 miliar dari kuasa direksi PT Alam Jaya Papua, Dharnawati. Suap itu diduga berkaitan dengan dana proyek transmigrasi yang diputuskan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat dengan Kementerian Keuangan.

Agus Martowardojo, yang disebut Nyoman Suisnaya berperan meloloskan proyek infrastruktur, menyatakan ikut membahas anggaran infrastruktur itu. Tapi ia menilai penentuan daerah yang menerima dana itu sudah sesuai dengan prosedur.

Tiga Kementerian Tak Transparan

KOMISI Pemberantasan Korupsi melaporkan tiga kementerian kepada Presiden karena buruknya tata kelola pemerintahan di lembaga tersebut. Tiga kementerian itu adalah Dalam Negeri, Agama, dan Pendidikan.

Ketua KPK Busyro Muqoddas mengatakan tata kelola pemerintahan di kementerian yang dilaporkan mesti diperbaiki dan harus lebih transparan. Tapi laporan itu tak terkait dengan dugaan korupsi di lembaga-lembaga tersebut. Busyro mengatakan lembaganya berhak melapor kepada Presiden. "Kami punya kewenangan itu," katanya Jumat dua pekan lalu.

Juru bicara Kementerian Dalam Negeri, Raydonnyzar, menyatakan tak khawatir atas laporan itu. Alasannya, laporan keuangan kementerian yang dipimpin Gamawan Fauzi itu dalam dua tahun terakhir berstatus wajar tanpa pengecualian. Gamawan menyatakan Presiden Yudhoyono belum memanggilnya terkait dengan laporan tersebut.

Menteri Agama Suryadharma Ali heran lembaganya dianggap tak transparan. Ia telah mengirim surat permintaan penjelasan ke komisi antikorupsi. Adapun Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan Musliar Kasim mengatakan institusinya masih terus memperbaiki tata kelola keuangan dan administrasi. Laporan keuangan lembaga pimpinan Muhammad Nuh ini masih dinilai disclaimer.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus