Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Syamsuddin Manan Dituntut 5 Tahun
Bekas Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Syamsuddin Manan Sinaga dituntut lima tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi Sistem Administrasi Badan Hukum. Dalam sidang di Pengadil an Negeri Jakarta Selatan, Senin pekan lalu, Syamsuddin juga diminta mengembalikan uang Rp 5,9 miliar.
Jaksa Sampe Tuah mengatakan Syamsuddin terbukti merugikan keuangan negara Rp 197,2 miliar. Ia juga tak menolak jatah pungutan selama menjabat pada 2006-2008.
Syamsuddin menerima Rp 8,4 miliar yang dibagikan kepada anak buahnya. Ia mengantongi Rp 344,5 juta dan US$ 13 ribu. Jaksa telah menyita Rp 2,4 miliar di antaranya. "Syamsuddin mengembalikan uang Rp 66 juta kepada penyidik," ujar jaksa Sampe Tuah.
Kasus Sistem Administrasi Badan Hukum bermula pada 2001 saat Departemen Hukum menerapkan sistem pela yanan permohonan nama dan pendirian perusahaan dari notaris melalui situs http://www.sisminbakum.com. Bia ya akses permohonan akta itu tak masuk ke kas negara, melainkan ke rekening Direktorat Administrasi Hukum Umum dan PT Sarana Rekatama Dinamika, penyedia jasa aplikasi Sisminbakum. Sejak 2001 hingga 2008, negara diduga telah rugi Rp 415 miliar.
Tempo Menang di Pengadilan Banding
Majelis Banding Peng adilan Tinggi Jakarta menerima permohonan ban ding PT Tempo Inti Media melawan PT Asian Agri dalam kasus gugatan pencemaran nama. Juru bicara Pengadilan Tinggi Jakarta, Andi Samsan Nganro, me ngatakan majelis banding yang dipim pin hakim Navisyah membatalkan putusan Pengadil an Negeri Jakarta Pusat pada 27 Juli lalu.
Andi mengatakan majelis banding menilai gugatan PT Asian Agri prematur karena seharusnya masalah ini lebih dulu dibawa ke Dewan Pers. Tempo sudah memuat hak jawab tapi penggugat tidak puas. "Dewan pers (semestinya) menilai layak-tidaknya hak jawab itu," kata Andi, Jumat pekan lalu.
September tahun lalu, Asian Agri menggugat Pemimpin Redaksi Majalah Tempo Toriq Hadad dan PT Tempo Inti Media Tbk. karena dianggap menghina ketika memberitakan dugaan manipulasi pajak oleh Asian Agri.
Perusahaan milik peng usaha Sukanto Tanoto itu menilai pemberitaan Tempo telah menghakimi, tidak tepat, tidak akurat, dan tidak benar. Tempo juga dianggap tidak memberi hak jawab. Toriq dan Tempo diminta membayar ganti rugi material Rp 500 juta dan imaterial Rp 5 miliar.
Kalpataru Dicabut
Kementerian Negara Lingkungan Hidup menca but penghargaan Kalpata ru bidang penyelamat lingkungan dari ninik mamak pemangku adat Nagari Enam Tanjung, Riau, Rabu pekan lalu. Inilah untuk pertama kalinya penghargaan Kalpataru-yang mulai diberikan pada 1980-dicabut. Ninik mamak dianggap telah merusak lingkungan.
Ninik mamak menerima Kalpataru pada 5 Juni karena melestarikan hutan lin dung ulayat Rimbo Tujuh, Siak Hulu, Kampar, seluas seribu hektare. Belakangan, mereka dianggap merusak hutan karena membangun jalan yang membelah hutan sepanjang tiga kilometer dengan lebar 15 meter. "Kami salah memberikan penghargaan," kata Menteri Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar.
Jalan itu menghubungkan Desa Buluhcina di tepi Su ngai Kampar ke kawasan Lubuk Sakat, tempat tanah ulayat itu. Pembangunan jalan dipelopori penghulu adat Dahlan Datuk Majalelo-yang mewakili ninik mamak menerima Kalpataru-dan kepala desa Zulkarnain J.S. Deputi VI Bidang Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan Masyarakat Henry Bastaman mengatakan para ninik mamak beralas an jalan itu dibangun untuk membuka isolasi masyarakat adat.
Setelah melakukan penge cek an ulang, Henry memastikan alasan itu tak benar karena jalan yang diba ngun tersebut terlalu besar. Kawasan tanah ulayat juga telah memiliki akses dari Desa Buluhcina.
Calon Taruna Tewas
Polisi menetapkan se orang instruktur di Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan di Medan, Sumatera Utara, sebagai tersangka dalam kasus tewasnya Hendra Syahputra, se orang calon taruna. Instruktur berinisial CIC itu dijerat dengan tiga pasal berlapis: pasal 170 tentang perbuatan bersama-sama melakukan kekerasan, pasal 351 tentang penganiayaan, dan pa sal 359 mengenai kealpaan yang menyebabkan kemati an. Instruktur itu diancam hukum an maksimal lima tahun penjara.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Sumatera Utara Komisa ris Besar Baharudin Djafar mengatakan jumlah tersangka bisa bertambah. "Ada satu taruna yang diperiksa hari ini," katanya Rabu pekan lalu. Hingga saat itu, sekitar 30 orang telah dimintai ke terangan oleh polisi.
Menurut Dedy Pramana, 33 tahun, sepupu korban, pada jasad Hendra ditemukan robek sepuluh sentimeter di pinggang, luka di alis kiri, dan memar di pundak. Menurut Direktur Akademi Bambang Wijaya Putra, korban terjatuh saat sesi lari sebelum jam makan siang.
Revisi Undang-Undang Terorisme Ditentang
Sejumlah aktivis hak asasi manusia menentang revisi Undang-Undang Te rorisme. Salah satu sumber keberatan adalah ada nya klausul menambah masa pena hanan tanpa pengadil an ter hadap seseorang yang diidentifikasi terlibat teror hingga dua tahun.
Menurut ketentuan sebelumnya, masa penahanan itu hanya 7 x 24 jam. "Revisi itu harus ditolak," kata Usman Hamid, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Selasa pekan lalu. Protes serupa disampaikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. "Pemerintah ha rus tetap berada dalam koridor hak asasi manusia," kata Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim.
Sebelumnya, parlemen dan pemerintah sepakat mengamendemen Undang-Un dang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Terorisme. Ke sepakatan itu terwujud dalam rapat kerja antara Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat dan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan di Gedung DPR, Senin pekan lalu.
Dalam rapat, Kepala Desk Antiteror Ansyad Mbai mengusulkan pengubahan waktu penahanan. Menurut dia, penahanan selama 7 x 24 jam masih belum cukup untuk melakukan penyidikan. Ansyad mencontohkan Si ngapura dan Malaysia, yang dalam undang-undangnya menentukan waktu dua tahun. "Kita minimal juga dua tahun," ujar Ansyad saat itu.
Menurut Usman, aturan yang ada sudah tepat. Masa penahanan yang diatur undang-undang tersebut se betulnya sudah melampaui ketentuan dalam hukum pi dana umum, yakni 1x24 jam. "Jadi, ide perpanjangan masa penahanan tidak perlu," ujar Usman.
Massa Antikomunis Geruduk Jawa Pos
Sekitar 150 orang yang mengatasnamakan Front Anti-Komunis mendatangi kantor redaksi Jawa Pos di gedung Graha Pena, Sura baya, Rabu pekan lalu. Me nge nakan atribut putih dan hitam bersimbol Front Pembela Islam, mereka mendesak pemimpin Jawa Pos, Dahlan Iskan meminta maaf secara terbuka kepada umat Islam dan bangsa Indonesia.
Mereka membentangkan berbagai spanduk mengecam PKI dan Sumarsono, tokoh PKI yang kini tinggal di Australia. Mereka juga membakar koran Jawa Pos dan buku Revolusi Agustus karangan Sumarsono.
Dahlan Iskan menulis artikel berseri di Jawa Pos dua pekan lalu dengan Sumarsono sebagai sumber. "Dahlan Iskan sepihak. Sumarsono adalah mantan gubernurnya PKI," kata Muhammad Ibrohim, Ketua Gerakan Nasio nal Patriot Indonesia Jawa Timur, koordinator aksi.
Massa menyayangkan Dahlan Iskan yang telah mendatangkan Sumarsono ke Indonesia bahkan mengantarnya ke Takeran, Madiun, untuk meminta maaf kepada para korban PKI di sana. "Di Takeran, Sumarsono bilang kita semua adalah korban kekuasaan. Padahal jelas semuanya korban PKI," kata Ibrohim.
Menanggapi tuntutan itu, Jawa Pos tidak bersedia minta maaf, namun menyediakan halaman untuk menampung pendapat para demonstran. "Silakan, kami siap wawancara mereka supaya berita berimbang," kata Pemimpin Redaksi Jawa Pos Leak Kustia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo