Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
AJAKAN berkoalisi dari Partai Demokrat menjadi obrol an favorit sejumlah pengurus Partai Gerakan Indonesia Raya akhir-akhir ini. Apalagi, kabarnya, dalam ajakan itu terselip tawaran kursi di kabinet, yaitu Menteri Pertanian. Portofolio ini terbilang strategis karena menyentuh langsung nasib sekitar 46 juta petani, yang merupakan pemilih potensial pada setiap pemilihan umum.
Sekretaris Jenderal Partai Gerakan Indonesia Raya Ahmad Muzani menyebut kabar itu selentingan belaka, sehingga, ”Bagaimana saya bisa menanggapi?” Pada pertemuannya dengan Prabowo Subianto, Ketua Dewan Pembina Gerindra yang juga pendiri partai, Jum at siang pekan lalu, perkara koalisi ini juga tak muncul.
Sejauh ini, Muzani menambahkan, ia sendiri belum pernah bertemu dengan pengurus Partai Demokrat untuk kongko membicarakan kemungkinan bergandengan, apalagi berbagi ”kue” di ka binet. ”Satu-satunya pertemuan petinggi partai dengan Partai Demokrat, ya, antara Pak Prabowo dan Pak SBY dulu itu,” katanya.
Pada pertemuan pertengahan Juli lalu itu, keduanya berbicara soal bom yang meledak di Hotel JW Marriott dan Hotel Ritz-Carlton beberapa hari sebelumnya. Namun anggota Dewan Pembina Partai Gerindra, Suharto, membenarkan tawaran itu. ”Dan tampaknya Partai Gerindra terkesima,” kata mantan Komandan Marinir ini.
SEBUAH taksi berhenti di halaman depan Hotel Borobudur pada 20 Juli siang. Seorang lelaki berkacamata turun dan masuk lobi hotel. Di sana telah menunggu Prabowo Subianto. Setelah berbincang sejenak, keduanya keluar, dan masuk mobil Lexus putih, yang biasa ditunggangi Prabowo, menuju kompleks Istana.
Sumber Tempo bercerita, lelaki itu adalah utusan Istana yang ditugasi menjembatani pertemuan. Ketika itu hubungan Prabowo dan Susilo Bambang Yudhoyono memang rada runyam. Keduanya baru berkompetisi dalam pe milihan presiden. Ada pula peristiwa peledakan bom yang merembet ke mana-mana.
Pidato Yudhoyono sekitar enam jam setelah ledakan dinilai sebagian orang mengarah ke Prabowo. SBY, misalnya, menyatakan temuan intelijen berupa upaya melakukan tindakan melawan hukum berkaitan dengan hasil pemilu, seperti rencana pendudukan paksa gedung Komisi Pemilihan Umum, hingga melakukan revolusi jika SBY menang.
SBY juga menyebutkan ”orang tertentu” yang pernah melakukan kejahat an, membunuh, menghilangkan orang, dan saat ini masih lolos dari jerat hukum. Maka, ”Kali ini negara tidak boleh membiarkan mereka menjadi drakula dan penyebar maut di negeri kita.”
Tak pelak, pernyataan ini mengingatkan publik pada aksi penghilangan sejumlah aktivis pada 1997-1998, yang menyeret nama Prabowo Subianto.
Sekitar 23 aktivis diculik, dan hanya sembilan orang yang kembali dalam keadaan hidup. Selebihnya, hingga kini, belum diketahui pasti nasibnya.
Dewan Kehormatan Perwira yang dibentuk Tentara Nasional Indonesia memeriksa Prabowo Subianto, yang disebut-sebut terlibat dalam kasus ini. Dewan merekomendasikan pemberhentian anak begawan ekonomi Sumitro Djojohadikusumo itu dari dinas kemiliteran, dengan pangkat terakhir letnan jenderal.
Prabowo langsung menggelar jumpa pers pada malam harinya. Ia meminta soal bom tidak dikaitkan dengan pemilihan presiden. Ia pun siap menemui Presiden untuk menjelaskan posisinya secara gamblang. ”Soal pertahanan dan keamanan, saya mendukung sepenuhnya langkah pemerintah,” katanya.
Beberapa sumber Tempo bercerita, pertemuan Yudhoyono dan Prabowo di Wisma Negara, tiga hari kemudian, berlangsung sekitar satu setengah jam. Obrolan soal bom ternyata hanya berlangsung sekitar 15 menit. Kepada Prabowo, SBY meminta keduanya tidak mudah di adu domba. ”Kita kan dulu pernah sama-sama kopral,” kata SBY.
SBY juga mengajak Prabowo bekerja sama membangun negeri. Beberapa kali pula SBY menekankan bahwa waktu lima tahun ke depan itu tidaklah lama. Menurut Halida Hatta, Wakil Ketua Umum Gerindra, Prabowo menceritakan isi pertemuannya itu kepada sejumlah pengurus partai di kantor Dewan Pimpinan Pusat Gerindra.
Namun, Halida melanjutkan, Prabowo tak sekali pun bercerita adanya tawaran koali si dari SBY. ”Pertemuan itu sebatas courtesy call saja, kok,” katanya. Menurut Permadi, anggota Dewan Pembina Gerin dra, tawaran itu disampaikan lewat Andi Arief, aktivis 1998 yang sempat diculik Tim Mawar Kopassus.
Sumber Tempo bercerita, posisi Menteri Pertanian itu memang ditawarkan bukan kepada partai, melainkan kepada Prabowo. ”Mungkin ditambah satu posisi kementerian nondepartemen,” katanya, merujuk pos Menteri Negara Urusan Peranan Wanita atau Menteri Pemuda dan Olahraga.
Soal posisi Menteri Pertanian, Prabowo ditawari karena dia Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia. Selama kampanye, Prabowo juga rajin menyambangi basis petani dan nelayan sambil mengkritik kebijakan ekonomi liberal yang, menurut dia, dianut pemerintah dan memiskinkan banyak orang.
Sumber ini menambahkan, tawaran kursi Menteri Pertanian cukup menarik minat Prabowo. ”Itu berarti kasus masa lalunya tidak akan diutak-atik SBY,” katanya. Setelah pertemuan itu, sumber ini menambahkan, Prabowo juga bersilaturahmi ke rumah pribadi SBY di Puri Cikeas, pada Agustus lalu.
Fadli Zon, Wakil Ketua Partai Ge rindra, mengaku hanya mengetahui pertemuan di Wisma Negara. Namun, terkait koalisi, Fadli menilai partai akan lebih bergigi jika berada di luar pemerintahan. ”Bagi kami, lebih menguntungkan berada di luar untuk melakukan checks and balances,” katanya.
Suara menolak berkoalisi juga datang dari Suharto dan Permadi. Menurut Suharto, partai akan terlihat aneh jika bergabung dengan pemerintah, yang justru dikritik sebagai penganut neolib. ”Mas Bowo kan sudah menjadi ikon perlawanan rakyat kecil,” kata Suharto, yang berencana ke luar partai jika tawaran koalisi disambut.
Dua nama lain yang disebut-sebut berencana angkat kaki dari Gerindra terkait soal ini adalah Halida Hatta dan Muchdi Pr. Tapi Halida membantah. ”Saya tidak semilitan itu,” katanya. Tempo tidak berhasil mendapatkan konfirmasi dari Prabowo. Upaya mengontak asisten pribadinya, Simon, juga tak berbalas.
Andi Arief juga membantah kabar men jadi penghubung pertemuan. Ia menyatakan tidak terlibat dalam urusan membangun koalisi. ”I tu urusan Partai Demokrat,” kata Andi, yang dikenal sebagai pendukung SBY lewat organisasi Jaringan Nusantara.
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Achmad Mubarok mengaku tak tahu apakah SBY menawarkan koalisi kepada Prabowo. ”Tapi, jika mau ikut, ya, ayo,” katanya.
Menurut Sukrianto Yulia, salah satu ketua Gerindra, partai hingga kini belum mengambil sikap akan berkoalisi atau tidak. ”Kalaupun ada tawaran, akan diputuskan secara kolektif,” katanya. Cuma, menurut Ahmad Muzani, rapat pimpinan nasional partai pada Juli lalu telah menye rahkan keputusan akhir ke tangan ketua dewan pembina, ya Prabowo.
Budi Riza, Akbar Tri Kurniawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo