Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Berita Tempo Plus

Untuk Apa MPR Jadi Lembaga Tertinggi Lagi?

Rangkuman berita sepekan: dari polemik MPR menjadi lembaga tertinggi negara hingga politikus PDIP tersangka pemalsuan dokumen.

20 Agustus 2023 | 00.00 WIB

Sidang Tahunan MPR RI di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 16 Agustus 2023. Tempo/M Taufan Rengganis
Perbesar
Sidang Tahunan MPR RI di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 16 Agustus 2023. Tempo/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KETUA Majelis Permusyawaratan Rakyat Bambang Soesatyo menggulirkan usul pengembalian MPR menjadi lembaga negara tertinggi. Ia mengklaim pengembalian posisi MPR seperti saat Orde Baru itu bertujuan mengantisipasi keadaan genting seperti perang, pandemi, dan keadaan darurat negara yang menyebabkan pemilihan umum tak bisa diselenggarakan.

“Jika itu terjadi, lembaga manakah yang berwenang menunda pelaksanaan pemilu?” kata Bambang dalam sidang tahunan MPR di Senayan, Jakarta, Rabu, 16 Agustus lalu. Politikus Golkar itu menyatakan usulan tersebut juga disampaikan mantan presiden sekaligus Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, pada 23 Mei lalu.

Usulan Bambang didukung Ketua Dewan Perwakilan Daerah La Nyalla Mattalitti. Dalam pidatonya, La Nyalla menyatakan posisi MPR sebagai lembaga tertinggi negara sesuai dengan cita-cita pendiri bangsa.

Baca: Peluang Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Terbuka Melalui Amendemen UUD 1945

Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan pernyataan Megawati berarti MPR sebagai lembaga tertinggi berwenang menetapkan haluan negara, bukan mengubah sistem pemilu. Ihwal usulan amendemen ini, Hasto menyatakan partainya akan mencermati gagasan itu. “Perlu kajian-kajian yang mendalam,” ujarnya.

Usulan tersebut mengundang kritik dari berbagai kalangan. Direktur Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menganggap gagasan itu membahayakan demokrasi. Sebab, bukan tak mungkin nantinya amendemen Undang-Undang Dasar 1945 membuat MPR bisa mengambil alih pemilihan presiden.

Sedangkan pengamat politik Ujang Komaruddin menyatakan pengembalian posisi MPR tak relevan lagi dan merupakan langkah mundur. Ia menilai wacana itu tak berorientasi pada kepentingan rakyat, melainkan segelintir elite. “Bisa jadi ada kepentingan terselubung di balik rencana itu,” ucap Ujang.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus