Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Muhammadiyah Tetapkan 11 Maret 2024 sebagai 1 Ramadan dan Idul Fitri 10 April 2024, Ini Metode yang Digunakan

Berbeda dengan penentuan awal Ramadhan, Muhammadiyah memiliki cara penetapan 1 Ramadhan 1445 H sendiri.

20 Januari 2024 | 07.35 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir telah menetapkan 1 Ramadhan 1445 H pada 11 Maret 2024. Sementara penentuan 1 Syawal 1445 H atau Idul Fitri ditetapkan pada 10 April 2024. Penetapan ini didasari dengan metode wujudul hilal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penetapan 1 Ramadan dan Idul Fitri atau Lebaran tersebut dinyatakan dalam surat penetapan Hasil Hisab Awal Ramadhan, 1 Syawal, dan 10 Zulhijah 1445 H yang ditandatangani Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Hamim Ilyas dan Sekretaris Atang Solihin.

"Di wilayah Indonesia tanggal 1 Ramadan 1445 H jatuh pada hari Senin Pahing, 11 Maret 2024 M," demikian keterangan surat Majelis Tarhih dan Tajdid PP Muhammadiyah yang diterima di Jakarta, Rabu, 17 Januari 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Di wilayah Indonesia, tanggal 1 Syawal 1445 Hijriah jatuh pada hari Rabu Pahing, 10 April 2024 Masehi," tulis surat tersebut dikutip dari Antara.

Muhammadiyah menggunakan metode hisab, yang menghitungperedaran bulan untuk menentukan awal puasa Ramadan dan Idul Fitri.

Seperti yang dilansir Tarjih Muhammadiyah, dasar keharusan mengetahui awal bulan Ramadan. Sesuai dengan Keputusan Munas Tarjih ke-23 di Padang pada 2003, Hisab memiliki fungsi dan kedudukan yang sama dengan Rukyatul hilal sebagai pedoman penetapan awal bulan Ramadan, Syawal, dan Zulhijjah. Hisab yang digunakan Muhammadiyah adalah hisab hakiki dengan kriteria Wujudul-Hilal. 

Dengan menggunakan metode hisab sendiri memiliki arti yakni perhitungan. Istilah ini kerap digunakan dalam ilmu falak atau ilmu astronomi. Pada ilmu falak, hisab digunakan untuk mencari tahu posisi matahari dan bulan terhadap matahari. Sementara, dengan penggunaan metode hisab sendiri berguna untuk menentukan awal bulan kamariyah yang didasari oleh peredaran bulan mengelilingi bumi.

Meskipun begitu, terdapat dua metode hisab yang perlu diketahui, yakni hisab urfi dan hisab hakiki. Metode hisab urfi dilakukan dengan menggunakan perhitungan yang didasarkan pada peredaran rata-rata bulan dan bumi mengelilingi matahari. 

Metode perhitungan hisab tersebutlah yang menentukan Shiyam atau puasa dimulai tanggal 1 bulan Ramadan dan diakhiri pada tanggal terakhir bulan Ramadan. Penentuan jumlah 29 hari atau 30 hari tergantung pada perhitungan umur bulan tersebut dengan menggunakan patokan hari dalam bulan-bulan Hijriah untuk genap dalam satu tahun. 

Sedangkan, dengan menggunakan metode hisab hakiki memiliki acuan pada gerak faktual bulan di langit. Hal ini memiliki arti awal dan akhir bulan sesuai dengan kedudukan atau perjalanan bulan. Metode ini dipergunakan oleh Muhammadiyah dalam perhitungan waktu, seperti kapan waktu shalat, puasa, Idul Fitri, Idul Adha, dan lain-lain. 

Berbeda dengan penentuan awal Ramadan oleh Kementerian Agama yang masih belum dipastikan jatuh pada tanggal berapa. Pemerintah biasanya menentukan awal Ramadan dengan memanfaatkan rukyatul hilal, yakni metode ini memantau hilal dengan menggunakan mata telanjang atau alat bantu seperti teleskop.

Di mana penampakan bulan sabit muda harus mencapai tinggi 3-6,4 derajat dengan tiga faktor yang harus terpenuhi, yakni sebelum matahari tenggelam, ijtimak minimal 8 jam, dan terlihat bulan di atas ufuk.

Jika hilal sudah terlihat, maka bulan yang sedang berlangsung akan digenapkan sejumlah 30 hari dan besoknya telah ditetapkan sebagai bulan baru. Cara penetapan awal bulan sudah final dan tidak bisa diganggu gugat. Kemudian ketika dalam peneropongan hilal tim belum ada yang bisa melihat bulan karena faktor cuaca dan mendung atau lainnya, bisa saja penentuan awal Ramadhan menjadi mundur. Dan biasanya penentuan awal bulan yang dilakukan NU adalah menunggu sidang isbat.

Sehingga sering terdapat perbedaan yang terjadi dalam penetapan jadwal puasa Ramadan antara Muhammadiyah dengan pemerintah. Meskipun begitu, masyarakat muslim tetap harus saling menghargai atas putusan yang telah ditetapkan. Karena keduanya memiliki tujuan utama yang sama, yakni memperkuat umat Islam, memajukan Islam. 

MYESHA FATINA RACHMAN  I NIA HEPPY LESTARI I RYZAL CATUR ANANDA

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus