PARTAI Persatuan Pembangunan tampaknya akan jadi juga
menyelenggaraan muktamar. Seusai berkonsultasi dengan ketua umum
DPP PPP J. Naro Sabtu lalu, anggota pleno DPP A. Muis A.Y.
mengatakan kepada wartawan, Naro setuju menyelenggarakan
muktamar PP "secepatnya". Penentuan waktu dan tempatnya akan
diputuskan dalam rapat pleno DPP yang akan dilakukan "dalam
waktu tidak lama lagi."
Tuntutan untuk menyelenggarakan muktamar telah lama terdengar di
kalangan PPP. Sejak berfusinya empat partai: Nahdatul Ulama
(NU), Muslimin Indonesia (MI), Syarikat Islam Indonesia (SI),
dan Perti, pada 1973, belum pernah sekali pun diselenggarakan
muktamar. Padahal, menurut pasal 10 Anggaran Dasar (AD) PPP,
muktamar seharusnya diadakan selambat-lambatnya empat tahun
sekali.
Pada 1975 ketua umum DPP PPP Mintaredja menyelenggarakan rapat
kerja nasional. Setelah ia digusur oleh J. Naro, PPP tampaknya
mulai ricuh. Penyebabnya antara lain persaingan antarunsur,
terutama antara NU dan Ml yang mempersoalkan jumlah dan jabatan
pimpinan komisi di DPR. Puncaknya terjadi menjelang Pemilu 1982,
pada waktu penyusunan daftar calon, yang berakhir dengan
pecat-memecat daam DPP PPP.
Naro, yang berasal dari unsur MI, selama ini dituduh selalu
berusaha menunda terselenggaranya muktamar, guna mempertahankan
kedudukannya. Namun, muktamar agaknya memang harus diadakan,
antara lain guna menyesuaikan AD/ART PPP dengan Tap MPR tentang
asas tunggal. Rencana muktamar ini disambut gembira semua unsur.
Tapi apakah muktamar nanti akan bisa melenyapkan kemelut dalam
PPP?
Banyak yang ragu. Menjelang muktamar, yang konon akan diadakan
pada 1984, bisa dipastikan kemelut akan makin mengganas di PPP
untuk memperebutkan kursi utusan dalam muktamar. Masalahnya:
kini banyak cabang kembar di daerah.
Menurut suatu sumber, pemerintah telah memberi lampu hijau buat
penyelenggaraan muktamar ini. "Pokoknya, dua tahun sebelum
pemilu 1987, kemelut dalam PPP harus sudah beres, agar
penyelenggaraan pemilu tidak terganggu," kata sumber itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini