Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Normalisasi, Dengan Modifikasi?

Rapat kerja rektor seluruh Indonesia akan meninjau pelaksanaan persiapan normalisasi kampus. Mahasiswa UI, ITB & IPB etap menuntut diadakan lembaga eksekutif seperti DM. (pdk)

25 November 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RAPAT Kerja para rektor seluruh Indonesia akan berlangsung di hotel Aryaduta Hyatt, Jakarta, awal Desember minggu depan. Selain meninjau pelaksanaan persiapan normalisasi kampus, juga akan diputuskan tentang pelaksanaannya. Sikap pemerintah terhadap tawar-menawar mahasiswa pun tentu saja tak lupa dibicarakan. Mungkinkah Departemen P dan K akan memperhatikan keinginan mahasiswa? Tampaknya begitu, seperti pernah dijanjikan oleh Doddy Tisna Amidjaja, Dirjen Pendidikan Tinggi. "Oke, BKK bisa dimodifikasi. Dalam rapat kerja para rektor bulan Desember nanti saya akan mencek modifikasi yang diajukan para rektor," katanya dua pekan liwat. Dalam rapat kerja tersebut, para rektor akan melaporkan proses normalisasi di kampus masing-masing, termasuk rumusan lembaga kemahasiswaan yang dikehendaki para mahasiswa. Adapun BKK alias Badan Koordinasi Kemahasiswaan adalah lembaga kemahasiswaan tingkat universitas/institut yang pembentukannya diinstruksikan oleh Dirjen Pendidikan Tinggi 17 Mei 1978. BKK diketuai oleh Pembantu Rektor III beranggotakan para Pembantu Dekan III dan staf ahli terdiri para dosen pembimbing dan tokoh mahasiswa. Semula, para mahasiswa menolak bentuk BKK. Masuknya unsur pimpinan universitas dan fakultas dalam BKK dianggap tidak mendewasakan mahasiswa. Bahkan "bertentangan dengan penalaran individuil yang dikehendaki oleh konsep normalisasi" (TEMPO. 11 Nopember, Nasional). Yang menarik ialah konsep yang hampir sama di antara ketiga mahasiswa UI, IPB dan ITB. Ketiganya tetap menghendaki adanya lembaga eksekutif seperti halnya DM dan lembaga legislatif seperti halnya MPM alias Majlis Permusyawaratan Mahasiswa. ITB misalnya berpendirian lembaga eksekutif itu tanpa mengikut-sertakan unsur pimpinan universitas dan fakultas. IPB agak lebih luwes. BKK diterima, tapi di samping itu juga harus ada lembaga eksekutif dan legislatif yang sepenuhnya dipimpin oleh mahasiswa. BKK itu pun, menurut Farid Rasyid, ketua umum DM IPB yang dibekukan, "bukan merupakan koordinasi tapi konsultasi." Cuma yang jadi soal ialah Rektor IPB, AM Satari, pertengahan Oktober lalu sudah menurunkan keputusan membentuk BKK. Yang paling rumit adalah UI. Rapat mahasiswa yang sedianya cuma dua hari, 3 dan 4 Nopember, akhirnya berlarut sampai dua minggu. Dan akhirnya, Komisi II yang menangani struktur lembaga kemahasiswaan, menerima lembaga BKK. Cuma bedanya: BKK model UI hanya terdiri dari Pembantu Rektor dan Pembantu Dekan III -- tanpa unsur mahasiswa. Adapun lembaga kemahasiswaan lainnya hampir seperti struktur di jaman pra-normalisasi. Ada semacam DM yang namanya Badan Pelaksana atau Daya Mahasiswa sebagai lembaga eksekutif yang diketuai mahasiswa dan dipilih langsung oleh mahasiswa. Ada lembaga legislatif yang terdiri para wakil fakultas, disebut Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM). Tidak Terlalu Ngotot Selain itu, juga ada lembaga yudikatif. Sampai Sabtu pekan lalu soal lembaga ini belum rampung dibicarakan. Mungkin "dititipkan" kepada BKK atau diserahkan kepada mahasiswa sendiri. Masih ada lagi: Badan Pembelaan Hukum Mahasiswa. Semua ini masih akan diplenokan Rabu minggu ini. Hubungan antara BK dengan lembaga-lembaga ter tersebut bersifat konsultatif saja, keputusan dan pengaturan kegiatan tetap di tangan Badan Pelaksana. Jadi sama saja dengan DM dulu. Bagaimana kalau tawar-menawar pemerintah dan mahasiswa menemui jalan buntu? Akhir minggu lalu, kepada TEMPO Pangkopkamtib Laksamana Sudomo menyatakan, kalau ada mahasiswa tidak bisa mengikuti ketentuan pimpinan perguruan tinggi, "ya silahkan keluar, atau dikeluarkan." Untunglah, ternyata kemudian, mahasiswa tidak terlalu ngotot. Tapi berusaha tampil dengan tawaran konsep yang sedikit lain. Tentu saja mereka berharap tawaran itu diterima oleh pemerintah. Tapi kalau konsep Daoed Joesoef yang tetap akan diterapkan, mereka mempersilakannya pula. "Kita akan uji mana yang benar. Kalau ternyata konsep Daoed Joesoef tidak jalan, kita lihat hasilnya. Kami telah berusaha berbuat baik. Kalau ada apa-apa, itu dia yang berdosa," kata Indra K. Budenani, ketua DM UI yang dibekukan akhir minggu lalu. Menurut rencana, hasil pertemuan mahasiswa UI itu secepatnya, minggu ini, akan disampaikan. Tapi pagi-pagi, minggu lalu, Mahar sekali lagi bicara keras. "Soal mahasiswa punya konsep, bisa saja. Tapi putusan terakhir tetap pada pemerintah. Pemerintah yang punya kebijaksanaan, jadi pemerintah pula yang punya urusan," katanya. Pemerintah sementara itu nampaknya akan ambil jalan yang senada Mahar. Jika rektor gagal disitu, bisa dicopot.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus