Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Pakar Hukum Tata Negara Sebut Pengesahan RUU TNI Merupakan Kemunduran Demokrasi yang Brutal

RUU TNI bukan sekadar perubahan normatif dalam sistem pertahanan negara, tetapi merupakan ancaman nyata terhadap prinsip supremasi sipil.

20 Maret 2025 | 08.55 WIB

Mahasiswa, dosen, dan aktivis dari berbagai universitas menggelar aksi tolak revisi UU TNI yang bertajuk Kampus Jaga Reformasi, Tolak Dwi Fungsi di Balairung UGM, 18 Maret 2025. Tempo/Pribadi Wicaksono
Perbesar
Mahasiswa, dosen, dan aktivis dari berbagai universitas menggelar aksi tolak revisi UU TNI yang bertajuk Kampus Jaga Reformasi, Tolak Dwi Fungsi di Balairung UGM, 18 Maret 2025. Tempo/Pribadi Wicaksono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Dosen Hukum Tata Negara Universitas Atma Jaya Yogyakarta Benediktus Hestu Cipto Handoyo, mengatakan bahwa pengesahan RUU TNI membuat Indonesia mengalami kemunduran demokrasi yang brutal. Revisi UU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia itu rencananya akan disahkan hari ini dalam sidang paripurna, Kamis, 20 Maret 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kembali ke bayang-bayang otoritarianisme ala Orde Baru di mana militer bukan hanya memiliki senjata, tetapi juga kendali politik," kata dia dalam keterangan resmi, Kamis, 20 Maret 2025.  

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Menurut dia, RUU TNI bukan sekadar perubahan normatif dalam sistem pertahanan negara, tetapi merupakan ancaman nyata terhadap prinsip supremasi sipil yang telah diperjuangkan sejak reformasi 1998.  

Benediktus menilai proses penyusunan RUU TNI yang terkesan tergesa-gesa sangat kontras dengan sejumlah RUU yang lebih berpihak pada rakyat, seperti RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, RUU Masyarakat Adat, dan RUU Perampasan Aset, yang justru terbengkalai selama bertahun-tahun.  

"DPR merespons dengan cepat dan menyetujui usulan (RUU TNI) tersebut hanya dalam jangka waktu lima hari," ujarnya.  

Kemudian, perluasan penempatan prajurit TNI dalam jabatan sipil menurut dia juga merupakan bentuk pengkhianatan terhadap Pasal 30 UUD NRI 1945. Pasal tersebut secara tegas menyatakan bahwa TNI adalah alat negara yang harus tunduk pada kebijakan politik negara, dengan tugas utama mempertahankan, melindungi, dan menjaga keutuhan serta kedaulatan negara, bukan justru menjadi pelaku politik itu sendiri.  

"Jika prajurit aktif dibiarkan mengisi jabatan-jabatan strategis di ranah sipil, maka reformasi TNI yang menegaskan pemisahan militer dan sipil menjadi omong kosong belaka," kata dia.  

Oleh karena itu, Benediktus beranggapan bahwa RUU TNI ini merupakan bentuk kudeta konstitusional yang tidak dilakukan dengan senjata, tetapi dengan pena undang-undang.  

Sebagai informasi, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atau DPR RI akan menggelar rapat paripurna hari ini, Kamis, 20 Maret 2025. Adapun pembahasannya adalah mengesahkan Revisi UU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.  

"Insya Allah dijadwalkan besok (Kamis)," kata Wakil Ketua Komisi I DPR Dave Akbarshah Fikarno Laksono saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan pada Rabu, 19 Maret 2025.  

Berdasarkan dokumen undangan yang diterima Tempo, rapat dijadwalkan mulai pukul 09.30 WIB di Ruang Rapat Paripurna, Gedung Nusantara II. Anggota DPR diwajibkan mengenakan pakaian sesuai ketentuan, yaitu pakaian sipil lengkap bagi pria, sementara wanita menyesuaikan. Selain itu, seluruh anggota DPR juga harus mengenakan lencana DPR RI atau pin.  

"Bersama ini kami beritahukan dengan hormat, bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia akan mengadakan Rapat Paripurna," tertulis dalam undangan tersebut.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus